Drama Dugaan Kelainan Seksual Gilang ”Bungkus” Bisa Berakhir di Balik Jeruji Besi
›
Drama Dugaan Kelainan Seksual ...
Iklan
Drama Dugaan Kelainan Seksual Gilang ”Bungkus” Bisa Berakhir di Balik Jeruji Besi
Setelah viral di jagat maya, Gilang (20) atau yang dikenal dengan nama Gilang ”Bungkus” akhirnya ditangkap. Meskipun demikian, masih perlu pembuktian dan pemeriksaan soal kelainan seksual atau fetisisme dari Gilang.
Oleh
DIONISIUS REYNALDO TRIWIBOWO
·4 menit baca
Kasus Gilang Aprilian Nugraha Pratama (20) atau yang dikenal Gilang ”Bungkus” bisa berakhir di balik jeruji besi. Drama gairah seksual yang tak lazim itu menjadi kombinasi berbahaya antara media sosial dan kelainan seksual.
Nama Gilang Bungkus Kain Jarik sempat menjadi trending di Twitter setelah akun @m_fikris diunggah ulang. Ceritanya diunggah ulang sekitar 120.000 kali oleh para pengguna Twitter, lalu sebanyak 191.000 orang menyukai unggahannya, serta mendapatkan 18.900 komentar.
Gilang diduga memiliki gangguan fetisisme dengan meminta korbannya mengikat tubuh mereka dengan plakban dan membungkusnya dengan kain jarik. Sebagian korban bahkan pernah dipeluk. Kepada korban, Gilang beralasan itu dilakukan untuk riset atau penelitian dalam tugas akhirnya sebagai mahasiswa di Universitas Airlangga, Surabaya, Jawa Timur.
Setidaknya ada 15 orang yang mengadukan perlakuan tak lazim Gilang ke polisi. Alhasil, pada Kamis (6/8/2020) Gilang ditangkap di rumah pamannya di Desa Terusan Mulya, Dusun Marga Sari, Kecamatan Bataguh, Kabupaten Kapuas, Kalimantan Tengah (Kalteng).
Gilang ditangkap oleh tim gabungan aparat Kepolisian Resor Kota Surabaya bersama Satuan Reserse Kriminal Polres Kapuas. Ia ditangkap dengan tuduhan melakukan ancaman terhadap korbannya.
Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Kalteng Komisaris Besar Hendra Rochmawan mengungkapkan, Gilang ditangkap tanpa perlawan di rumahnya. Bersama penyidik, Gilang langsung dibawa ke Surabaya, Jawa Timur, untuk menjalani pemeriksaan.
”Saat ini, pelaku sudah di Polrestabes Surabaya. Sebelum berangkat, kami juga melakukan tes cepat kepada yang bersangkutan dan hasilnya nonreaktif sehingga bisa langsung diperiksa petugas di sana,” kata Hendra di Palangkaraya, Sabtu (8/8/2020).
Hendra menjelaskan, Gilang diduga mengancam bahkan melakukan kekerasan terhadap para korbannya. Ia dikenai pasal berlapis, yakni Pasal 29 juncto Pasal 45 b Undang-Undang (UU) RI Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan UU No 11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik juga Pasal 2 Ayat pertama dan kedua serta Pasal 335 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).
Gilang terancam hukuman penjara maksimal selama satu tahun. ”Saat penangkapan, kami juga menjelaskan kepada pelaku dan pihak keluarga. Tidak ada perlawanan, dan Gilang sangat kooperatif,” kata Hendra.
Setelah kasus itu muncul dan meramaikan jagat maya, pihak kepolisian langsung bergerak ke Kalteng. Gilang sempat pulang ke kampungnya lantaran tidak ada proses perkuliahan selama pandemi.
Lewat kasus ini, pihak kampus akhirnya mengeluarkan Gilang dari daftar mahasiswa di Universitas Airlangga. Gilang pun tak lagi berstatus sebagai mahasiswa Fakultas Ilmu Budaya sejak Rabu (5/8/2020).
Kepala Desa Terusan Mulya Sujarwo mengungkapkan, pihaknya sangat kaget dengan informasi yang beredar. Terkait dugaan gangguan seksual atau gairah seksual yang tak lazim tak pernah tebersit dalam pikirannya, juga warga.
Gilang dikenal sebagai anak yang ramah dan tidak pernah memiliki masalah dengan orang lain. ”Warga juga belum pernah ketemu orangtua ataupun Gilang, mungkin mereka juga masih shock dengan berita ini,” kata Sujarwo.
Psikiater konsultan di Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga-Rumah Sakit Umum Dr Soetomo, Surabaya, Nalini Muhdi, Jumat (7/8/2020), mengutarakan, butuh pemeriksaan psikiatrik untuk memastikan G mengalami gangguan fetisisme (Kompas, Sabtu, 8 Agustus 2020).
Orang dengan gangguan fetisisme bergairah seksual jika memegang, memandang, atau menciumi benda mati yang merepresentasikan perempuan, seperti celana dalam, kutang, sepatu hak tinggi, syal, dan rambut palsu. Cara ini umumnya diakhiri dengan masturbasi.
Ada pula yang mendapat kepuasan seksual dengan memegang barang itu sambil berhubungan intim dengan pasangan. Jika orang dengan fetisisme memakai barang yang membangkitkan gairah seksual, berdandan seperti perempuan, ia merupakan transvestisisme atau fetisisme transvestik.
Soal gairah seksual yang tak lazim itu memang perlu dibuktikan dan pemeriksaan psikologis oleh para ahli terhadap Gilang. Namun, di satu sisi kasus ini mengajarkan banyak hal termasuk penggunaan media sosial.
Di wilayah hukum Kalteng, aparat keamanan sedang gencar juga memberantas kekerasan seksual di dalam keluarga serta di lingkungan anak-anak dan remaja. Menurut Hendra, banyak kasus kelainan seksual berujung pada kekerasan fisik dan psikis.
Hal itu tentu melanggar banyak aturan, juga etika. Gairah seksual yang tak lazim ditambah penggunaan media sosial yang tidak bijak menjadi kombinasi berbahaya yang berujung pada pidana.
”Ini bisa menjadi pelajaran bagi banyak pihak untuk lebih memperhatikan orang-orang terdekat dan sekelilingnya,” kata Hendra Rochmawan.