Kerusakan gudang gandum akibat ledakan dahsyat di Pelabuhan Beirut, Selasa lalu, mengancam ketersediaan pangan bagi Lebanon.
Oleh
ADHITYA RAMADHAN & MH SAMSUL HADI
·4 menit baca
BEIRUT, SABTU — Lebanon kini menghadapi ancaman krisis pangan pasca-ledakan di Pelabuhan Beirut, Selasa lalu. Ledakan itu telah menghancurkan satu-satunya gudang persediaan gandum dan biji-bijian swasta terbesar. Sementara Pemerintah Lebanon tidak memiliki stok gandum dan persediaan biji-bijian.
Pada hari keempat setelah ledakan, Sabtu (8/8/2020), warga Lebanon mulai meluapkan kemarahan mereka terkait ledakan di area Pelabuhan Beirut dengan kembali berunjuk rasa. Sebelum peristiwa ledakan, mereka sering turun ke jalan memprotes ketidakmampuan pemerintah mengatasi masalah ekonomi.
Unjuk rasa berlangsung di Lapangan Martir di pusat kota Beirut yang diikuti sekitar 7.000 orang. ”Rakyat ingin rezim ini tumbang,” teriak mereka menyerupai teriakan selama Musim Semi Arab tahun 2011. ”Revolusi! Revolusi!” pekik mereka sambil membentangkan poster bertuliskan ”Pergi, kalian semua pembunuh.”
Ledakan hari Selasa lalu—ledakan terbesar dalam sejarah Beirut—menewaskan 158 orang dan melukai sekitar 6.000 orang. Sebanyak 21 orang dinyatakan masih hilang. Ledakan juga menghancurkan sebagian kota Beirut dan permukiman 250.000 warga.
Ancaman lain dalam waktu dekat bagi warga Beirut adalah krisis pangan akibat rusaknya gudang atau silo gandum di Pelabuhan Beirut. ”Dalam hal silo untuk menyimpan biji-bijian, itulah yang utama,” kata Maurice Saade, perwakilan Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO) di Lebanon.
Hancurnya pelabuhan sebagai pintu masuk utama impor ke Lebanon berikut gudang berkapasitas 120.000 ton di pelabuhan tersebut membuat importir harus bergantung pada fasilitas penyimpanan yang lebih kecil tanpa adanya cadangan persediaan dari pemerintah. Hal ini semakin memperburuk ketersediaan pangan di Lebanon.
Untuk memenuhi kebutuhan makanan pokoknya, Lebanon yang berpenduduk sekitar enam juta jiwa sangat bergantung pada impor. Sebanyak 90-95 persen kebutuhan gandum Lebanon selama ini dipenuhi dari impor yang mayoritas dari negara kawasan Laut Hitam. Sebagian besar gandum lokal Lebanon adalah jenis durum yang lebih cocok dibuat pasta.
Meski begitu, dalam rencana keamanan pangannya, Pemerintah Lebanon tidak memiliki cadangan pangan yang bisa dipakai dalam keadaan darurat seperti yang biasa dilakukan oleh negara importir pangan.
”Silo di Pelabuhan Beirut tidak difungsikan sebagai tempat untuk menampung cadangan pangan strategis. Silo itu hanya berfungsi sebagai gudang sementara untuk menyimpan biji-bijian impor sebelum dikirim ke pabrik,” kata Saade.
Fakta itu kian diperparah oleh tidak adanya gudang penyimpanan yang memadai di pelabuhan Tripoli, pelabuhan lain di Lebanon utara.
Kemampuan terbatas
Menteri Ekonomi Lebanon Raoul Nehme mengatakan, Lebanon memiliki sumber daya yang ”sangat terbatas” untuk menghadapi bencana. Sebagai salah satu negara dengan beban utang yang besar di dunia dengan perbankan yang krisis, Lebanon dinilai tidak sanggup menghadapi dampak pasca-ledakan yang oleh sejumlah pihak diperkirakan merugikan negara itu senilai 15 miliar dollar AS.
Walaupun demikian, Nehme tetap meyakinkan publik bahwa Lebanon tidak akan menghadapi krisis tiadanya terigu atau roti. Ketika ditanya wartawan apakah pemerintah memiliki cadangan persediaan, Nehme menjawab tidak ada. Ia juga mengatakan, pihaknya telah merencanakan adanya 40.000 cadangan strategis pangan, tetapi belum direalisasikan.
”Kami tidak memiliki persediaan strategis, kami memutuskan untuk membeli dan telah mendapat persetujuan dari dewan menteri,” kata Nehme. Pengadaan bahan pangan ini kini telah memasuki tahap akhir negosiasi. ”Beruntung kita tidak memiliki cadangan, jika iya mungkin sudah hancur juga.”
Nehme menyebutkan bahwa hanya ada 15.000 ton gandum disimpan di silo ketika ledakan di pelabuhan terjadi. Sementara untuk menjamin ketersediaan pangan, Lebanon membutuhkan tempat menampung stok pasokan yang cukup untuk tiga bulan. Dengan konsumsi berkisar 35.000-40.000 ton sebulan, maka negara itu membutuhkan sekitar 100.000 ton gandum.
Kondisi itu, menurut konsultan pangan regional yang berbasis di Mesir, Hesham Hassanein, menggambarkan betapa Lebanon tidak berpikiran panjang. Hal serupa juga tergambar dari bagaimana negara itu mengatur pasokan listrik dan mengelola persampahan. ”Ini sangat berisiko,” ujar Hesham.
Hesham juga menjelaskan bahwa gandum yang disimpan di silo di pelabuhan Beirut adalah milik pabrik swasta, bukan pemerintah. ”Stok itu adalah persediaan dalam negeri, bukan cadangan strategis pemerintah dan biasanya hanya cukup untuk konsumsi dua setengah hingga tiga bulan,” tuturnya. (REUTERS/AFP)