Setelah menyingkirkan Real Madrid, Manchester City hanya butuh tiga kemenangan lain untuk meraih trofi Liga Champions perdananya. ”Takhta” di Eropa adalah misi utama City saat merekrut manajer Pep Guardiola, 2016 silam.
Oleh
MUHAMMAD IKHSAN MAHAR
·5 menit baca
MANCHESTER, SABTU — Sejak disulap menjadi tim elite Inggris oleh taipan asal Uni Emirat Arab, Sheikh Mansour bin Zayed Al Nahyan, pada 2008 silam, Manchester City akhirnya memiliki momen terbaik menduduki ”takhta” di Eropa. City telah membuktikan diri sebagai calon kuat penguasa baru di Eropa seusai menyingkirkan Real Madrid dengan skor agregat 4-2 pada babak 16 besar Liga Champions Eropa.
Dalam dua pertemuan kontra klub pemilik 13 trofi Liga Champions itu, City dua kali menang 2-1, terakhir pada Sabtu (8/8/2020) dini hari WIB di Stadion Etihad, Inggris. Dua gol ”The Citizens” disumbangkan Raheem Sterling dan Gabriel Jesus, sedangkan Real hanya mampu membalas lewat sundulan Karim Benzema pada laga di Etihad. Secara total, City unggul agregat 4-2.
”Mengalahkan Real Madrid adalah momentum penting bagi City untuk memenangkan Liga Champions musim ini. Demi menjadi juara, kami harus mampu mengalahkan semua tim terbaik,” kata Guardiola seusai laga itu.
Di babak delapan besar, City akan menghadapi wakil Perancis, Olympique Lyon, yang menyingkirkan Juventus. Meskipun di atas kertas City unggul kualitas pemain atas Lyon, Guardiola tidak ingin menganggap remeh pemilik tujuh gelar juara Liga Perancis itu.
”Saya telah berbicara dengan departemen pemandu bakat dan mereka mengatakan saya harus mewaspadai Lyon. Kami akan menuju ke Portugal untuk terus melaju ke babak selanjutnya,” ucap Guardiola yang telah mempersembahkan dua gelar Liga Champions untuk Barcelona pada musim 2008-2009 dan 2010-2011.
Adapun mulai babak perempat final, Liga Champions musim ini dilaksanakan dengan sistem turnamen yang dipusatkan di Lisabon, Portugal. Seluruh laga dari babak delapan besar hingga final hanya dilangsungkan satu kali.
Balas dendam
Sejak musim 2011-2012, City tidak pernah absen berlaga di kompetisi antarklub terbaik di dunia itu. Namun, langkah terjauh mereka hanya menembus babak semifinal pada edisi 2015-2016. Ketika itu, City harus mengubur mimpi untuk melaju ke partai puncak karena ditumbangkan Real dengan skor agregat 0-1. Pada edisi itu, Real meraih gelar ”Si Kuping Besar” ke-11 sekaligus menjadi trofi perdana yang dipersembahkan Zinedine Zidane sebagai pelatih Real.
Empat musim berselang, City sukses membalaskan dendam kepada ”El Real” yang memegang predikat sebagai ”raja Eropa”. Kehadiran sosok Pep Guardiola, yang bergabung sejak awal musim 2016-2017, menjadi episentrum revolusi permainan City untuk memberikan kekalahan perdana bagi Zidane di babak 16 besar Liga Champions.
Dibandingkan dua musim terakhir, Citizens pada musim ini tidak terlalu istimewa di level domestik karena hanya meraih Piala Liga. Itu berbeda dengan raihan musim 2018-2019 di mana mereka mampu menyapu bersih tiga gelar juara kompetisi domestik di Inggris. Semusim sebelumnya, mereka mencetak rekor poin terbanyak di Liga Inggris dengan 100 poin pada musim 2017-2018.
Namun, di dua musim terdahulu, City tidak beruntung di Eropa. Mereka selalu dikalahkan oleh dua tim asal Inggris lain di babak perempat final, yaitu Liverpool dengan agregat 5-1 pada musim 2017-2018, lalu kalah selisih gol tandang lewat agregat 4-4 oleh Tottenham Hotspur pada musim 2018-2019. Baik Liverpool maupun Spurs lantas menjadi runner-up Liga Champions pada musim itu masing-masing.
Penampilan terbaik
Menurut Phil McNulty, Kepala Rubrik Sepak Bola BBC, permainan City di dua laga melawan Real adalah penampilan terbaik Citizens di Eropa selama ditangani Guardiola. Lyon, lanjutnya, bukan lawan mudah. Akan tetapi, jika tampil konsisten di Lisabon, bukan hal mengejutkan apabila City menjadi salah satu tim yang bakal berlaga di partai puncak Liga Champions musim ini.
Musim ini adalah momen terbesar Guardiola bersama City untuk meraih piala paling bergengsi di Eropa.
”Liga Champions adalah trofi yang diidamkan para petinggi City ketika merombak manajemen klub dan merekrut Guardiola pada 2016. Musim ini adalah momen terbesar Guardiola bersama City untuk meraih piala paling bergengsi di Eropa,” tulis McNulty dalam kolomnya di BBC.
Musim ini, meskipun gagal mempertahankan gelar juara Liga Inggris, Guardiola semringah karena sejumlah pemainnya berkembang pesat, salah satunya striker Gabriel Jesus. Ia adalah pemain terbaik dalam dua laga babak 16 besar melawan Real. Secara total, Jesus mencetak dua gol dan satu asis.
Serbaguna
Tidak hanya tajam, Jesus juga menunjukkan diri sebagai pemain yang serbaguna di lini depan. Di dua laga kontra ”Los Blancos”, Guardiola menempatkan Jesus untuk bermain di sisi sayap kiri yang merupakan hal baru bagi dirinya. Selama ini, Jesus dikenal sebagai penyerang tengah.
Pengorbanan Jesus untuk bergerak dari sisi luar kotak penalti terbukti merepotkan lini pertahanan Real. Jesus mampu menekan bek tengah Real, Raphael Varane, selama menguasai bola serta menaham bek sayap Real, Daniel Carvajal, untuk tidak melakukan penetrasi ke lini depan. Hal serupa juga dijalankan Sterling di sisi kiri Real.
Hasilnya, Jesus mampu membuat Varane kehilangan konsentrasi sehingga melakukan dua kesalahan yang berujung gol bagi Citizens. Pada gol pertama City di menit ke-9, Jesus mampu merebut bola dari penguasaan Varane, kemudian memberikan umpan kepada Sterling, sang pencetak gol.
Adapun gol kedua City di menit ke-68 merupakan bukti kecerdikan Jesus membaca situasi permainan lawan. Jesus mampu menebak arah operan Varane sehingga mampu mengejar bola lebih cepat daripada kiper Real, Thibaut Courtois, untuk mencetak gol keenamnya di Liga Champions musim ini.
”Kami percaya, lawan akan membuat kesalahan apabila kami terus menekan sepanjang laga. Menekan dan mengejar bola adalah salah satu kekuatan saya untuk membantu tim. Saya senang bisa mencetak gol,” kata Jesus, penyerang berusia 23 tahun.
Penempatan Jesus dan Sterling di sisi lapangan membuat dua gelandang serang City, Kevin De Bruyne dan Phil Folden, mampu bergerak leluasa di sisi tengah lapangan. Dengan permainan menekan itu, City mampu merebut bola 28 kali di zona pertahanan Real atau 36 persen dari total 78 kali perebutan bola dari Real. Di lain pihak, Real hanya mampu 13 kali merebut bola di wilayah pertahanan City.
”Kami tidak senang dengan hasil laga ini, tetapi saya berterima kasih kepada pemain yang telah bekerja keras sepanjang musim ini. Saya tidak akan mencari alasan atau menyalahkan siapa pun atas kekalahan ini,” kata Zidane dilansir laman klub.
Penyesalan terbesar dirasakan oleh Varane. ”Saya bertanggung jawab atas kekalahan kami. Tim telah mempersiapkan diri dengan baik, tetapi kesalahan saya membuyarkan segalanya,” ujar peraih Piala Dunia 2018 itu kepada Marca. (AFP)