Polisi Usut Keterangan Anita Kolopaking soal Dugaan Aliran Dana
Gerak cepat Polri dalam mengusut kasus pelarian Joko Tjandra diapresiasi. Kejaksaan Agung juga dituntut untuk bertindak cepat dalam mengusut oknum di internalnya yang terlibat kasus pelarian Joko.
JAKARTA, KOMPAS — Kerja Badan Reserse Kriminal Polri untuk mengusut kasus pelarian Joko Tjandra terus bergulir. Setelah menahan kuasa hukum Joko Tjandra, Anita Dewi Kolopaking, penyidik kini mendalami keterangan Anita terkait dugaan aliran dana dari Joko Tjandra.
Tak hanya itu, penyidik diharapkan mampu menggali keterangan Anita guna menguak pihak-pihak lain yang terlibat. Sebab, Anita diyakini memiliki peran penting sebagai penghubung Joko Tjandra ke sejumlah pihak.
Anita diputuskan oleh penyidik untuk ditahan di Rumah Tahanan Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri setelah dicecar 55 pertanyaan oleh penyidik dalam pemeriksaan yang berlangsung sejak pukul 10.30, Jumat (7/8/2020), hingga pukul 04.00, Sabtu (8/8/2020).
Ini pemeriksaan pertamanya sebagai tersangka dalam kasus penerbitan surat jalan, surat pemeriksaan Covid-19, dan surat rekomendasi kesehatan untuk Joko Tjandra pada Juni lalu atau saat terpidana kasus pengalihan hak tagih utang Bank Bali itu, masih buron. Selain Anita, tersangka lainnya dalam kasus ini adalah Brigadir Jenderal (Pol) Prasetijo Utomo. Prasetijo seperti diketahui menerbitkan surat jalan untuk Joko Tjandra, dua kali pulang-pergi Jakarta-Pontianak, awal dan pertengahan Juni lalu.
Terhadap Anita, penyidik menjerat dengan Pasal 263 Ayat 2 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang mengatur tentang pemakaian surat palsu yang menimbulkan kerugian dan Pasal 223 KUHP tentang melepas, memberi, dan pertolongan kepada buronan.
Baca juga: Kasus Pelarian Joko Tjandra, Momentum Membongkar Mafia Hukum
Kepala Biro Penerangan Hubungan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigadir Jenderal (Pol) Awi Setiyono saat dihubungi, Sabtu, mengatakan, dari pemeriksaan terhadap Anita, penyidik sekaligus menanyakan dugaan adanya aliran dana dari Joko Tjandra. Penyidik pun akan menindaklanjutinya.
”Itu (dugaan aliran dana) sudah masuk materi pertanyaan. Hasil BAP (Berita Acara Pemeriksaan) tersangka tinggal dicocokkan dengan keterangan tersangka lain dan saksi-saksi yang diperiksa apakah ada kesesuaian atau tidak. Nanti baru didalami lagi terkait dengan peran setiap tersangka,” jelasnya.
Selain kasus surat jalan dan menelusuri dugaan aliran dana dari Joko Tjandra, Bareskrim Polri juga menyidik kasus penghapusan Joko Tjandra dari daftar pencarian orang (DPO) atau red notice Interpol. Dalam kaitan ini, penyidik menelusuri dugaan penerimaan suap atau gratifikasi ke sejumlah pihak yang membuat nama Joko terhapus dari DPO. Pekan depan, penyidik rencananya gelar perkara untuk menetapkan tersangka. Gelar perkara akan melibatkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Terkait kasus surat jalan, Anita Kolopaking pernah menyatakan bahwa pembuatan dokumen itu atas inisiatif dan diurus oleh Prasetijo.
Rekam jejak Anita
Adapun rekam jejak Anita dalam kasus pelarian Joko Tjandra pertama kali mengemuka saat dia diketahui membantu mengurus KTP elektronik untuk Joko Tjandra di Kantor Kelurahan Grogol Selatan, Jakarta, dan saat mendaftarkan permohonan peninjauan kembali kasus Joko di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, 8 Juni lalu. Padahal Joko saat itu masih berstatus buron.
Belakangan, muncul pula foto Anita bersama Joko Tjandra dan Pinangki Sirna Malasari, salah seorang jaksa di Kejaksaan Agung. Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI) yang melaporkan foto ini ke Komisi Kejaksaan, 24 Juli lalu, menduga pertemuan terjadi di Kuala Lumpur, Malaysia, sekitar 2019.
Selain itu, sempat beredar pula video pertemuan Anita dengan Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan Nanang Supriatna di media sosial. Narasi video itu menyebutkan Anita sedang melobi untuk memuluskan permohonan PK Joko Tjandra. Namun Anita membantahnya. Anita menyebut pertemuan tersebut sebatas untuk menanyakan jadwal sidang PK.
Pidana Joko Tjandra
Dihubungi terpisah, Koordinator MAKI Boyamin Saiman mengapresiasi gerak cepat Polri dalam mengusut kasus pelarian Joko Tjandra. Langkah selanjutnya yang ditunggu oleh publik menurutnya, pengungkapan dugaan aliran dana dari Joko Tjandra.
Baca juga: Anita Kolopaking dan Pinangki Harus Jadi "Justice Collaborator"
”Dalam pengungkapan dugaan aliran dana itu, baik yang menyuap maupun yang disuap dapat dikenai ancaman pidana korupsi. Dalam hal ini, Joko Tjandra yang sedang menjalani hukumannya dapat dikenai kembali sangkaan baru karena memberikan suap. Sebab, sekalipun bukan Joko Tjandra langsung yang memberikan suap, misalnya keluarga, perusahaan, atau pegawainya, tetapi karena Joko Tjandra yang diuntungkan dari suap itu, dia bisa dijerat dengan tindak pidana korupsi,” katanya.
Melihat kerja cepat Polri, Boyamin mendorong Kejaksaan Agung pun bergerak cepat mengusut dugaan keterlibatan oknum di internalnya dalam kasus pelarian Joko. Pinangki misalnya, tak cukup diberi sanksi dicopot dari jabatannya tetapi harus dipecat dengan tidak hormat dan memroses pidananya. Ini karena Pinangki pun bernah bertemu Joko saat masih buron. Bahkan ia menduga, Pinangki yang bertindak aktif menjadi perantara antara Joko dan Anita.
“Kejaksaan harus bertindak tegas, yakni tidak sekadar mencopot Jaksa Pinangki dari jabatannya, tetapi juga memecat dia dengan tidak hormat, dan memrosesnya dalam ranah pidana,” katanya.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Hari Setiyono mengatakan, saat ini pemeriksaan terhadap Jaksa Pinangki masih berlangsung. Proses pemeriksaan itu berlangsung di bawah koordinasi Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Ali Mukartono.
Menanggapi desakan publik agar kejaksaan transparan dan merespons cepat dugaan keterlibatan Jaksa Pinangki dalam pelarian maupun upaya hukum Joko Tjandra, Hari mengatakan, hal itu masih berproses dan dipastikan akan disampaikan kepada publik hasilnya.
“Kewenangan kami dalam penyidikan tipikor memerlukan waktu dalam mencari bukti permulaan, dan kami akan transparan tentang hal itu untuk disampaikan kepada publik,” katanya.
Anggota Komisi III DPR dari Fraksi Nasdem Taufik Basari mengatakan, kasus pelarian Joko Tjandra mengindikasikan adanya mafia hukum. Oleh karena itu, penting bagi polisi ataupun kejaksaan mengusutnya tuntas dan menindak semua yang terlibat.
“Penahanan Anita ini bisa menjadi jalan masuk bagi kepolisian untuk mendalami siapa saja sebenarnya yang terlibat dalam kasus ini. Karena Anita ini yang berperan aktif untuk berhubungan dengan berbagai pihak,” katanya.
Selain itu, untuk membantu pengungkapan mafia hukum tersebut, ia mengusulkan sebuah tim koordinasi dibentuk. Tim ini dapat masuk ke dalam setiap institusi, karena anggotanya terdiri atas perwakilan institusi yang memiliki kaitan dengan pelarian Joko Tjandra, yakni kepolisian, kejaksaan, kemendagri, dan kemenkumham.
Baca juga: Sikap Kejaksaan Picu Kecurigaan Publik
Basari juga mengingatkan kejaksaan agar tidak hanya berhenti pada pemeriksaan Pinangki. Sebab mafia hukum berpola jaringan, dan tidak bisa bersandar pada orang per orang.
“Tidak bisa berhenti di Pinangki saja. Kami menduga bahwa Pinangki tidak sendirian. Dasar alasannya karena polanya menunjukkan pola mafia hukum. Kedua, selama ini Joko Tjandra bisa leluasa di luar negeri tanpa tersentuh penegak hukum. Ketiga, apakah ada oknum yang melindungi Joko Tjandra, sehingga dia bisa leluasa selama bertahun-tahun,” ujarnya.