Bayer Leverkusen sangat percaya diri bisa mengatasi perlawanan Inter Milan pada laga perempat final Liga Europa. Mereka akan kembali mengandalkan peran Kai Havertz yang mungkin akan menjalani laga-laga terakhirnya.
Oleh
DOMINICUS HERPIN DEWANTO PUTRO
·3 menit baca
DUSSELDORF, MINGGU — Bayer Leverkusen menyadari Inter Milan akan sangat sulit ditaklukkan pada laga perempat final Liga Europa, Selasa (11/8/2020) pukul 02.00 WIB. Namun, mereka melihat masih ada celah yang bisa dimanfaatkan dan menunggu ”Nerazzurri” melakukan kesalahan.
Celah tersebut adalah gaya permainan Inter yang terbuka dengan garis pertahanan yang lebih tinggi. Pelatih Bayer Leverkusen Peter Bosz mengatakan, gaya permainan menyerang dan atraktif yang menjadi filosofi timnya akan menjadi kunci untuk menghentikan laju Inter.
Bosz melihat Inter tidak suka memainkan bola-bola lambung sehingga timnya bisa mengambil kesempatan untuk merebut bola dan melancarkan serangan balik yang cepat. Masalah berikutnya yang harus dihadapi adalah menaklukkan bek-bek tangguh Inter seperti Diego Godin dan Stefan de Vrij.
”Siapa pun yang bisa finis di peringkat kedua di Liga Italia tentu bukan tim yang buruk. Inter tetap menjadi favorit juara dan telah dibuktikan di hadapan Getafe,” kata Bosz seperti dikutip La Gazzetta dello Sport. Pada laga babak 16 besar, Inter menyingkirkan Getafe, 2-0, melalui gol Romelu Lukaku dan Christian Eriksen.
Dari sisi mentalitas, Inter akan mengerahkan segalanya untuk bisa mendapatkan trofi Liga Europa, yang pertama kalinya sejak 1998. Apalagi trofi ini bisa mengobati kekecewaan mereka yang gagal merebut scudetto musim ini. Pelatih Inter Milan Antonio Conte adalah sosok yang terus memprovokasi para pemain untuk tampil maksimal.
Melihat kualitas Inter tersebut, Bayer Leverkusen tetap percaya diri karena mereka memiliki senjata andalan yang ada pada sosok Kai Havertz, pemain berusia 21 tahun yang kini sedang didekati Chelsea. ”Kami punya banyak pemain bagus, tetapi Kai Havertz adalah yang terbaik dari semuanya,” puji Direktur Olahraga Bayer Leverkusen Rudi Voelller pada laman resmi Bundesliga.
Sejak Bayer Leverkusen ”terdegradasi” dari Liga Champions dan tampil di Liga Europa pada Februari lalu, Havertz telah mencetak tiga gol dan mencatat dua asis. Di Bundesliga musim 2019-2020, Havertz mengoleksi 12 gol dan kerap menciptakan peluang gol lainnya.
Bayer Leverkusen semakin percaya diri ketika jurnalis Kicker, Oliver Birkner, mengatakan bahwa Bayer Leverkusen masih punya peluang untuk melaju ke babak semifinal. Pada laga kontra Getafe, Inter dianggap belum menunjukkan penampilan terbaiknya.
”Dengan cara bermain seperti saat melawan Getafe, Inter akan tersingkir saat bertemu Bayer,” ujar Birkner yang dimuat dalam laman Bayer Leverkusen.
Adapun Inter, menurut Football-Italia, diprediksi tidak banyak melakukan perubahan formasi saat menghadapi Bayer Leverkusen. Conte diperkirakan tetap mengandalkan duet Lukaku dan Lautaro Martinez di lini depan, sedangkan Eriksen tetap akan menjadi pemain cadangan.
Memilih kiper
Pada laga babak perempat final lainnya, Selasa dini hari WIB, Manchester United akan bertemu Copenhagen di Koeln. Menjelang laga ini, Manajer MU Ole Gunnar Solskjaer menghadapi pilihan sulit untuk menentukan kiper utama, David de Gea atau Sergio Romero.
Solskjaer seperti sudah punya kebiasaan untuk memainkan De Gea pada laga-laga Liga Primer, sedangkan Romero sering dimainkan dalam turnamen.
”Saya tidak akan mengatakan Romero adalah kiper untuk ajang Liga Europa. Kami mencoba menyusun tim yang kami rasa bisa memenangi turnamen ini. Jadi, anda sebaiknya menunggu dan melihat apa yang terjadi,” kata Solskjaer seperti dilansir laman MU.
Menariknya, Manchester Evening News membuat jajak pendapat yang diikuti sebanyak 4.000 responden dan mayoritas atau sebanyak 76 persen memilih Romero. Adapun 24 persen responden sisanya memilih De Gea.
Sama seperti Inter, MU juga menjadi tim favorit juara musim ini karena penampilan mereka yang membaik sejak awal tahun. ”Kami sudah tidak sabar tampil dan ingin menjadi juara. Mengangkat trofi (Liga Europa) merupakan pengalaman yang sulit untuk dijelaskan,” ujar penyerang MU, Jesse Lingard, yang pernah merasakannya saat MU menjuarai Liga Europa tahun 2017. (AFP)