Anak muda di rentang usia 20-35 tahun memanfaatkan peluang peningkatan permintaan produk buah, sayur, dan rempah. Generasi yang akrab dengan teknologi digital itu membuka akses pemasaran melalui jalur daring.
Oleh
M Paschalia Judith J
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pandemi Covid-19 membuat masyarakat cenderung mengonsumsi pangan penunjang kesehatan dan daya tahan tubuh, terutama produk hortikultura dan rempah-rempah. Tren ini ditangkap oleh generasi muda dengan membuka akses pasar dengan memanfaatkan teknologi digital.
Ketua Komite Tetap Akses Pasar Bidang Usaha Kecil Menengah Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Rifda Ammarina menilai, anak muda di rentang usia 20-35 tahun yang akrab dengan teknologi digital mengambil peluang tren tersebut. ”Melalui kanal daring, anak-anak muda ini memberikan akses pasar, salah satunya untuk produk rempah-rempah,” ujarnya saat dihubungi, Minggu (9/8/2020).
Tren masyarakat itu tampak dari riset McKinsey & Company yang berjudul ”Implications of Covid-19 for Retail and Consumer Goods in Indonesia”. Survei itu menyebutkan 54 persen responden Indonesia fokus meningkatkan daya tahan tubuh dengan mengonsumsi pangan sehat dan berolahraga. Senada dengan riset itu, penelitian Nielsen menyebutkan, mengonsumsi pangan sehat menjadi salah satu dari delapan jenis gaya hidup sebagai bentuk adaptasi terhadap pandemi Covid-19.
Secara terperinci, Rifda menuturkan, generasi muda itu membeli rempah-rempah dari produsen lokal skala usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Setelah itu, mereka mengemas ulang rempah-rempah itu dan menjualnya secara daring.
Rifda memperkirakan peningkatan permintaan terhadap produk rempah-rempah saat ini lebih dari 10 persen dibandingkan dengan sebelum pandemi Covid-19. Kenaikan permintaan itu berasal dari konsumen rumah tangga. Produk rempah-rempah itu dapat berupa wedang uwuh yang terdiri dari kayu manis, secang, cengkeh, dan jahe merah yang sudah dikeringkan dan siap diseduh, minuman herbal, atau rempah yang sudah dibuat bubuk.
Selain rempah-rempah, Ketua Komisi Tetap Hortikultura Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Karen Tambayong menuturkan, permintaan buah dan sayur juga meningkat. ”Sejumlah pelaku usaha baru bermunculan untuk menggarap kenaikan permintaan itu. Salah satunya dari kalangan anak muda yang cukup agresif dengan kebiasaan digitalnya,” katanya saat dihubungi.
Survei yang sama dari McKinsey&Company menyatakan, sebanyak 58 persen konsumen Indonesia meningkatkan pengeluaran untuk pangan segar saat pandemi Covid-19 dibandingkan dengan sebelumnya. Peluang pasar tersebut, menurut Karen, membuat anak muda menyerap buah dan sayur segar dari petani untuk dijual kepada konsumen secara daring.
Karen menambahkan, peningkatan kesadaran masyarakat Indonesia terhadap pangan segar di tengah pandemi menjadi momentum untuk menguatkan hulu perkebunan hortikultura nasional. Penguatan itu dapat berupa penyediaan kawasan khusus dan terintegrasi yang infrastrukturnya sudah tersedia untuk pengembangan hortikultura oleh pemerintah. Dengan demikian, pelaku usaha dan industri dapat turut menggarap kawasan itu serta bermitra dengan petani setempat.
Selama pandemi Covid-19, Ketua Umum Perkumpulan Insan Tani dan Nelayan Indonesia (Intani) Guntur Subagja memperkirakan permintaan produk buah-buahan, sayur-mayur, dan rempah-rempah lokal di tingkat petani naik 10-15 persen. ”Kami berharap peningkatan ini turut menggantikan impor buah-buahan dan sayur,” ujarnya.
Kenaikan permintaan itu, menurut Guntur, berimbas pada perluasan pola tanam petani. Petani menyelingi penanaman tanaman pangan di lahannya dengan rempah-rempah, sedangkan sebelumnya tidak demikian. Petani yang meningkatkan perluasan pola tanamnya itu sekitar 10 persen.
Untuk mengoptimalkan tren pangan sehat, Guntur berpendapat, pemerintah mesti meningkatkan promosi buah, sayur, dan rempah lokal di tataran masyarakat konsumen. Optimalisasi itu perlu ditunjang penguatan akses pasar petani melalui kanal digital.