Momentum 43 tahun diaktifkannya kembali pasar modal Indonesia harus dimanfaatkan juga untuk melanjutkan reformasi pasar modal guna mengembalikan kepercayaan masyarakat.
Oleh
Dimas Waraditya Nugraha
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Otoritas bursa saham di Indonesia dinilai berhasil memformulasikan kebijakan di tengah situasi ekonomi yang tidak menentu akibat pandemi Covid-19. Kebijakan itu membuat pasar modal Indonesia mencatatkan 35 emiten baru pada 2020, tertinggi di antara bursa saham negara-negara di ASEAN.
”Saya mengapresiasi upaya ini dan semua yang kerja keras (otoritas) dalam pencapaian saat ini, di mana investor pasar modal naik hampir tiga kali lipat dalam tiga tahun terakhir,” kata Presiden Joko Widodo melalui rekaman video di acara peringatan 43 tahun diaktifkannya kembali pasar modal Indonesia yang digelar secara virtual, Senin (10/8/2020).
Acara itu dihadiri Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan organisasi regulator pasar modal, yakni Bursa Efek Indonesia (BEI), Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI), dan Kliring Penjaminan Efek Indonesia (KPEI).
Dalam video sambutannya, Presiden menyebutkan, kebijakan dan penyesuaian yang dilakukan otoritas membuat pasar modal Indonesia mencatatkan jumlah pencatatan saham prdama tertinggi di antara bursa ASEAN sepanjang 2020, yang mencapai 35 emiten.
Saya mengapresiasi upaya ini dan semua yang kerja keras (otoritas) dalam pencapaian saat ini, di mana investor pasar modal naik hampir tiga kali lipat dalam tiga tahun terakhir.Presiden Joko Widodo
Berdasarkan data PT Kustodian Sentral Efek Indonesia per 30 Juli 2020, ada 3,02 juta investor pasar modal yang terdiri dari investor saham, reksa dana, dan obligasi. Jumlah ini bertambah 21,66 persen dibandingkan dengan posisi pada akhir 2019 yang sebanyak 2,48 juta investor.
Sementara itu, data BEI menunjukkan kinerja Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) memang belum pulih sepenuhnya. Sejak awal tahun hingga Senin, kinerja IHSG masih negatif 18,12 persen ke level 5.157,83.
Kebijakan
Sederet kebijakan pasar modal yang mulai diterapkan sepanjang pandemi Covid-19 di antaranya larangan transaksi short selling (jual kosong saham yang belum dimiliki), pembelian kembali (buyback) saham tanpa melalui rapat umum pemegang saham, perubahan batasan autorejection asymmetric, trading halt atau penghentian sementara perdagangan untuk penurunan 5 persen indeks, serta pengurangan jam perdagangan efek.
Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso menilai pasar modal membutuhkan regulasi yang mampu meningkatkan kepercayaan publik di sepanjang periode pemulihan ekonomi. Salah satu kebijakan yang digulirkan selanjutnya adalah regulasi terkait peran penggerak pasar (market maker).
Market maker adalah pihak yang ditunjuk oleh bursa untuk selalu menyediakan kuotasi penawaran dan menawarkan (bid and offer) dalam jumlah yang memadai. Wimboh mengatakan, market maker sendiri akan bertindak sebagai pembeli dan penjual siaga untuk saham perusahaan yang akan ditentukan bursa.
”Tidak dapat dimungkiri, beredarnya pemberitaan beberapa permasalahan di pasar modal mempengaruhi persepsi dan tingkat kepercayaan masyarakat pada industri ini,” kata Wimboh.
Selain regulasi terkait market maker, otoritas pasar modal juga akan terus memperkuat pengawasan dengan meningkatkan infrastruktur dan proses bisnis sehingga transaksi dapat terpantau secara real time, termasuk pihak yang terlibat untuk mencegah terjadinya manipulasi transaksi.
”Kami menekankan pentingnya regulasi ini untuk meningkatkan likuiditas perdagangan dan mempersempit celah untuk menggoreng saham sehingga pasar modal Indonesia menjadi lebih kredibel,” ujar Wimboh.
Kami menekankan pentingnya regulasi ini untuk meningkatkan likuiditas perdagangan dan mempersempit celah untuk menggoreng saham sehingga pasar modal Indonesia menjadi lebih kredibel.Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso
Dalam kesempatan yang sama, Direktur Utama BEI Inarno Djajadi mengatakan, pihaknya tengah mempersiapkan papan pemantauan khusus untuk emiten atau perusahaan tercatat bermasalah, baik dari sisi kinerja maupun tata kelola perusahaan.
BEI menargetkan papan pemantauan khusus tersebut dapat beroperasi pada tahun ini, menggunakan sistem perdagangan saham yang berbeda dengan biasanya. ”Dengan adanya periodical option terhadap saham-saham yang memerlukan pemantauan khusus, maka gejolak indeks saham bisa diredam,” ujarnya.
Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal OJK Hoesen menambahkan, papan pemantauan khusus tersebut ditujukan untuk emiten dengan sejumlah kriteria, di antaranya emiten yang mendekati penghapusan pencatatan (delisting), kinerja perusahaan turun signifikan, dan bermasalah dengan tata kelola.
”Beberapa kebijakan yang akan diambil ke depannya akan berkaitan erat dengan perkembangan kasus Covid-19 di Indonesia,” ujarnya.