Konglomerat Media Hong Kong Ditangkap dengan UU Keamanan Nasional
›
Konglomerat Media Hong Kong...
Iklan
Konglomerat Media Hong Kong Ditangkap dengan UU Keamanan Nasional
Kepolisian Hong Kong menangkap sejumlah orang di bawah Undang-Undang Keamanan Nasional. Konglomerat dan tokoh media Jimmy Lai termasuk dalam barisan yang ditangkap bersama enam tokoh prodemokrasi lainnya.
Oleh
BENNY D KOESTANTO
·4 menit baca
HONG KONG, SENIN — Awal pekan menghadirkan ketegangan politik terbaru di Hong Kong setelah aparat setempat menangkap sejumlah orang di wilayah itu di bawah Undang-Undang Keamanan Nasional. Konglomerat dan tokoh media Jimmy Lai termasuk dalam barisan yang ditangkap bersama enam tokoh prodemokrasi Hong Kong lainnya.
Lai adalah salah satu pengkritik Beijing yang paling vokal. Pendiri ritel Giordano itu juga memiliki perusahaan surat kabar populer di Hong Kong, Apple Daily, dan majalah Next Magazine.
”Mereka menangkapnya di rumahnya sekitar pukul 07.00. Pengacara kami sedang dalam perjalanan ke kantor polisi,” kata Mark Simon, seorang pembantu dekat Lai, kepada AFP.
Dalam sebuah pernyataan, polisi mengatakan tujuh orang itu ditangkap karena berkolusi dengan pihak atau kubu asing, salah satu pelanggaran terkait kondisi keamanan nasional di bawah UU Keamanan Nasional, dan penipuan.
Sumber kepolisian mengonfirmasi bahwa Lai yang berusia 72 tahun termasuk di antara mereka. Simon menambahkan, anggota lain dari kelompok media taipan itu juga telah ditahan.
Undang-Undang Keamanan Nasional diperkenalkan dalam upaya untuk memadamkan protes prodemokrasi yang besar dan sering kali disertai kekerasan pada tahun lalu.
Pihak berwenang di Hong Kong pun diduga siap-siap menerapkannya setelah disahkan untuk memburu pihak-pihak yang dianggap anti-Beijing. Langkah itu memicu kritik dari negara-negara Barat dan mendapatkan sanksi dari Amerika Serikat.
Melalui unggahannya di media sosial Twitter, Simon mengungkapkan, petugas keamanan melaksanakan perintah penggeledahan di rumah Lai dan rumah putranya. Hal itu dilakukan simultan dengan penangkapan Lai.
Bagi banyak warga Hong Kong yang mendukung langkah-langkah aktivis prodemokrasi, Lim adalah pahlawan sekaligus harapan. Selain memiliki media, Lim juga sosok mandiri sekaligus satu-satunya taipan yang bersedia mengkritik Beijing.
Namun, oleh media-media yang berafiliasi dengan Pemerintah China, Lim disebut sebagai ”pengkhianat” dan ”tangan hitam” terbesar di balik protes tahun lalu. Dia juga disebut sebagai kepala ”Geng Empat” yang berkonspirasi dengan negara asing untuk merusak Hong Kong dan Beijing.
Tuduhan Lai berkolusi dengan orang asing, antara lain, disebutkan media Pemerintah China pada tahun lalu ketika Lim bertemu dengan Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo dan Wakil Presiden Mike Pence.
Jika waktunya tiba saya akan memiliki kesempatan untuk membaca buku-buku yang belum saya baca. Satu-satunya hal yang dapat saya lakukan adalah melakukan hal positif.
Lai berbicara kepada AFP pada pertengahan Juni, dua pekan sebelum UU Keamanan Nasional diberlakukan di Hong Kong. ”Saya siap masuk penjara," katanya kala itu.
”Jika waktunya tiba saya akan memiliki kesempatan untuk membaca buku-buku yang belum saya baca. Satu-satunya hal yang dapat saya lakukan adalah melakukan hal positif.”
Dia pun menepis tuduhan melalukan tindakan-tindakan kolutif. Ia mengatakan, semata sebagai warga Hong Kong lainnya, dirinya pun memiliki hak untuk bertemu dengan politisi asing. Ia banyak bercerita tentang perjuangan hidupnya hingga dapat menjadi konglomerat.
Dia mengaku tiba di Hong Kong pada usia 12 tahun setelah ikut melarikan diri dari daratan China. Lai mengaku bekerja keras, belajar bahasa Inggris secara otodidak, dan akhirnya mendirikan perusahaan ritel konfeksi, Giordano, yang sangat sukses.
Tindakan keras Beijing yang mematikan pada 1989 terhadap mahasiswa prodemokrasi di Lapangan Tiananmen mengubahnya menjadi politisi dan menjadikannya salah satu dari sedikit taipan di Hong Kong yang bersedia mengkritik China.
Pihak berwenang di Beijing pun menutup rantai bisnis Giordano di wilayah daratan. Kondisi itu memaksa Lim menjual perusahaan itu dan beralih ke dunia penerbitan tabloid dan surat kabar secara umum sebagai gantinya.
Dalam wawancara bulan Juni itu juga, Lai menggambarkan UU Keamanan Nasional Beijing sebagai ”lonceng kematian bagi Hong Kong” dan mengatakan dia khawatir pihak berwenang akan mengejar para wartawannya.
Sebagaimana diberitakan, UU Keamanan Nasional menargetkan mereka yang dinilai menginisiasi, bertanggung jawab, atau ikut terlibat dalam upaya-upaya pemisahan diri dari China, subversif, mendukung dan melakukan tindakan terorisme, serta berkolusi dengan pasukan atau pihak asing.
Baik otoritas China maupun Hong Kong mengatakan, UU itu tidak akan memengaruhi kebebasan dan hanya menargetkan orang atau pihak-pihak tertentu saja. Namun, ketentuan-ketentuan yang luas yang terkandung dalam UU itu tetap membuat khawatir pihak-pihak prodemokrasi di Hong Kong.
Para kritikus, termasuk banyak negara Barat, percaya UU tersebut telah mengakhiri kebebasan utama dan otonomi yang dijanjikan Beijing dapat dipertahankan Hong Kong setelah penyerahannya pada 1997 oleh Inggris kepada China. Penerapan UU itu dinilai seiring dengan peningkatan tindakan aparat kepolisian setempat kepada para aktivis prodemokrasi di Hong Kong.
Jika digabungkan dengan penangkapan terhadap Lai dan enam orang lainnya, berarti hingga kini sedikitnya 12 orang ditangkap oleh aparat keamanan setempat. Mereka, antara lain, ditangkap karena ikut serta dalam peringatan Tragedi Tiananmen, beberapa waktu lalu.
Lai dan banyak warga lainnya juga dituntut karena ambil bagian dalam protes-protes warga sejak tahun lalu.
Bulan lalu, selusin tokoh prodemokrasi Hong Kong didiskualifikasi dari pencalonan mereka dalam pemilihan lokal karena memegang pandangan politik yang tidak dapat diterima pemerintah setempat. Pendapat yang dilarang itu termasuk bersikap kritis terhadap UU Keamanan Nasional.
Warga juga dilarang berkampanye untuk memenangkan kubu mayoritas di legislatif Hong Kong.
Tidak lama setelah mereka dinyatakan didiskualifikasi, Pemimpin Eksekutif Hong Kong Carrie Lam mengumumkan penundaan pemilihan selama setahun. Alasannya adalah semata karena adanya lonjakan kasus Covid-19. (AFP/AP)