Bantuan medis dan makanan mulai tiba di Lebanon setelah ledakan dahsyat yang menyulut demo akibat kesulitan ekonomi dan ancaman krisis pangan. Ledakan pada Selasa (4/8/2020) itu menewaskan 158 orang.
Oleh
EDITOR
·2 menit baca
Bantuan medis dan makanan mulai tiba di Lebanon setelah terjadi ledakan dahsyat yang menyulut demo akibat kesulitan ekonomi dan ancaman krisis pangan. Ledakan pada Selasa (4/8/2020) itu menewaskan 158 orang, melukai sekitar 6.000 orang, dan 21 orang dinyatakan masih hilang. Ledakan itu juga menghancurkan sebagian kota Beirut dan permukiman yang dihuni sekitar 250.000 warga.
Sebuah pesawat kargo Jordania tiba di Lebanon hari Sabtu (8/8/2020), membawa persediaan medis dan makanan. Turki mengirim 400 ton gandum dan memobilisasi dapur di kamp pengungsi Palestina di Lebanon. Ancaman krisis pangan dilontarkan perwakilan Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO) di Lebanon, Maurice Saade.
Ledakan dahsyat itu menghancurkan satu-satunya gudang gandum dan biji-bijian terbesar milik swasta di Lebanon. Gudang gandum berkapasitas 120.000 ton itu sejak lama menjadi tumpuan utama importir gandum mengingat 90-95 persen kebutuhan gandum Lebanon diimpor (Kompas.id, 9/8/2020).
Kehancuran gudang itu memaksa importir menyimpan di gudang kecil (silo) yang tersebar. Dengan penduduk sekitar 6 juta orang, kebutuhan gandum di Lebanon berkisar 35.000- 40.000 ton per bulan. Menteri Ekonomi Lebanon Raoul Nehme menyatakan, saat ledakan di pelabuhan pada Selasa lalu, hanya ada 15.000 ton gandum.
Lebanon adalah negara dengan impor makanan mencapai 80 persen sehingga gangguan sedikit saja pada pasokan gandum, misalnya, bisa memunculkan kerawanan pangan. Sejak demo dimulai Oktober 2019, inflasi pangan meningkat sekitar 150 persen. Orang-orang berjuang untuk mendapatkan makanan, dan daya beli kelas terpangkas setengahnya.
Di tengah ancaman krisis pangan, Lebanon juga dihadapkan pada kondisi politik yang rapuh. Warga sudah sering turun ke jalan memprotes ketidakmampuan pemerintah mengatasi kesulitan ekonomi, jauh sebelum ledakan terjadi. Unjuk rasa itu kembali terjadi kemarin ketika sekitar 10.000 warga meneriakkan yel-yel revolusi. ”Rakyat ingin rezim ini tumbang,” teriak mereka, mirip teriakan pada Musim Semi Arab 2011.
Menteri Informasi Lebanon Manal Abdel Samad pada hari Minggu mengundurkan diri. Hal ini adalah pengunduran diri pertama pejabat negara sejak ledakan yang mematikan itu. ”Setelah bencana besar di Beirut, saya mengumumkan pengunduran diri saya dari pemerintah,” katanya dalam pernyataan yang disiarkan media lokal.
Rakyat ingin rezim ini tumbang.
Lima dari 128 anggota parlemen juga mengundurkan diri sejak Sabtu. Bahkan, gereja Maronit Lebanon meminta seluruh pemerintah mundur. Namun, sistem politik berdasarkan sekte (agama) membuat Lebanon terjebak pada kroniisme, kolusi, dan nepotisme.
Dalam pidato televisi pada hari Sabtu, Perdana Menteri Lebanon Hassan Diab mengatakan, satu-satunya solusi menyelesaikan krisis politik adalah pemilu dini. Tanpa mengubah tatanan politik lewat perubahan konstitusi, hasil pemilu hanya akan kembali menempatkan orang-orang lama pada kekuasaan.