Pengamat: Libatkan KPK dalam Dugaan Aliran Dana Joko Tjandra
›
Pengamat: Libatkan KPK dalam...
Iklan
Pengamat: Libatkan KPK dalam Dugaan Aliran Dana Joko Tjandra
Agar transparan, keterlibatan oknum Polri dan Jaksa dalam kasus Joko Tjandra harus diawasi. Pengamat mendorong KPK ikut mensupervisi dugaan aliran dana penghapusan red notice dan pertemuan jaksa dengan JokoTjandra.
Oleh
DIAN DEWI PURNAMASARI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Sejumlah pengamat mendorong agar Komisi Pemberantasan Korupsi melakukan supervisi atas dugaan aliran dana dalam kasus penghapusan red notice dan pertemuan antara jaksa dengan Joko Tjandra. Hal ini sekaligus untuk menepis anggapan bahwa kejaksaan tidak tegas penindakan hukum terhadap perkara tersebut. Sejumlah pihak pesimistis kasus aliran dana akan dibuka secara jelas jika tetap ditangani internal kejaksaan.
Ketua Umum Masyarakat Hukum Pidana dan Kriminologi Indonesia (Mahupiki) Yenti Garnasih saat dihubungi, Minggu (9/8/2020) di Jakarta, mengatakan karena ada dugaan aliran dana dalam penghapusan red notice tahun 2014 dan pertemuan antara Joko Tjandra dengan Jaksa Pinangki, penanganan kasus dapat diarahkan pada penindakan korupsi. Menurutnya, lebih tepat jika KPK yang turun tangan menangani masalah ini. KPK dapat melakukan supervisi apabila ada dugaan aliran dana maupun gratifikasi.
Menurut dia, dalam kasus Joko Tjandra, sepertinya tidak mungkin jika tidak ada imbalan tertentu. Oleh karena itu, keterangan dari pihak-pihak kunci seperti pengacara Joko, dan Jaksa Pinangki harus didalami.
“Berdasarkan pengakuan dari berbagai pihak, peranan Jaksa P (Pinangki) ini sangat sentral sekali. Jangan sampai pemeriksaan internal dari Kejaksaan justru menutupi fakta-fakta yang ada”
“Berdasarkan pengakuan dari berbagai pihak, peranan Jaksa P (Pinangki) ini sangat sentral sekali. Jangan sampai pemeriksaan internal dari Kejaksaan justru menutupi fakta-fakta yang ada,” kata Yenti.
Menurut Yenti, penindakan aparat hukum yang terlibat dalam kasus Joko Tjandra harus dilakukan dengan serius. Sebab, penyelesaian kasus ini untuk mengembalikan kepercayaan publik terhadap aparat penegak hukum. Masyarakat sudah dibodohi dan dibikin geram dengan jaksa yang mengatur pertemuan dengan buronan institusinya sendiri. Selain itu, kepolisian sebagai pihak yang seharusnya bekerja sama untuk mengeksekusi buronan, juga malah ikut memfasilitasi buronan tersebut.
“Oleh karena itu, lembaga penegak hukum yang terlibat harus tegas terhadap anak buahnya. Jangan hanya berhenti di penindakan disiplin, tetapi teruskan ke penindakan hukum,” kata Yenti.
Gelar perkara yang akan dilakukan oleh Bareskrim Mabes Polri dan KPK, besok, diharapkan dapat menjelaskan ke mana arah penyelesaian kasus ini. Terutama adalah dugaan aliran dana. Menurut Yenti, penanganan aliran dana akan lebih fokus dan independen jika dilakukan oleh KPK. Sebab, jika ditangani internal penegak hukum, ada kecurigaan dari masyarakat kasus akan berhenti di tengah jalan. Bahkan, hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh Jampidsus pun dapat dijadikan bahan untuk penyidikan di Polri atau KPK.
“Kalau ada dugaan korupsi, segera saja KPK tangani. Kasus ini harus diselesaikan secara terang benderang untuk menyelamatkan lembaga, bukan individu yang terlibat dalam kasus tersebut,” kata Yenti.
Wajah aparat tercoreng
Direktur Eksekutif Institute of Criminal Justice Reform Erasmus Napitupulu mengatakan, KPK dapat mengambil alih kasus tersebut apabila ada dugaan korupsi. Dalam revisi UU KPK pun diatur kewenangan KPK yang dapat mengambil alih kasus yang tidak berjalan di lembaga penegak hukum lainnya. Akibatnya, ketika ada dugaan aliran dana dalam kasus ini, KPK seharusnya melakukan supervisi.
“Sejak awal kami mendorong agar KPK melakukan penyidikan terhadap polisi dan jaksa yang terlibat dalam kasus ini. Sebab, kalau penyelesaiannya hanya di internal lembaga tersebut kemungkinan tidak akan jalan”
“Sejak awal kami mendorong agar KPK melakukan penyidikan terhadap polisi dan jaksa yang terlibat dalam kasus ini. Sebab, kalau penyelesaiannya hanya di internal lembaga tersebut kemungkinan tidak akan jalan,” kata Erasmus menjelaskan.
Erasmus mengatakan, dalam perkara Joko Tjandra, wajah lembaga penegak hukum sangat tercoreng karena perilaku sejumlah oknum. Joko seolah mengangkangi hukum di Indonesia dengan berbagai ulahnya. Oleh karena itu, presiden seharusnya berkomitmen untuk menjelaskan dan menuntaskan perkara ini ke publik.
Jika diserahkan hanya ke internal lembaga penegak hukum, Erasmus khawatir penyelesaiannya tidak akan membuka masalah sebenarnya. Oleh karena itu, lembaga yang lebih independen harus dilibatkan dalam kasus ini. Salah satunya adalah KPK yang dapat menyidik dugaan aliran dana. Sedangkan untuk pelanggaran administratif, idealnya juga dibentuk tim gabungan. Tim gabungan diharapkan bekerja lebih independen sehingga kasus dibuka secara terang benderang.