Perjuangan Bernadete Berdayakan Perempuan Kepala Keluarga
›
Perjuangan Bernadete...
Iklan
Perjuangan Bernadete Berdayakan Perempuan Kepala Keluarga
Selama 20 tahun, Bernadete Deram Langobelen mencurahkan waktunya untuk membantu perempuan-perempuan miskin agar berdaya. Sebagian dari mereka adalah para janda dan perempuan tak bersuami yang kerap jadi korban stigma.
Oleh
SONYA HELLEN SINOMBOR
·4 menit baca
Kalau ada perempuan yang mendedikasikan hidupnya untuk mendampingi perempuan-perempuan kepala keluarga nan miskin di desa, Bernadete Deram Langobelen (50) adalah salah satunya. Selama hampir 20 tahun, ia mencurahkan waktunya untuk menolong para janda dan perempuan tak bersuasa di desa-desa di Nusa Tenggara Timur agar berdaya dan melawan berbagai stigma negatif.
Bernardete, yang biasa disapa Dete, terlibat dalam pemberdayaan perempuan sejak ia bekerja sebagai fasilitator di Yayasan Pemberdayaan Perempuan Kepala Keluarga (Pekka) di Nusa Tenggara Timur (NTT) pada 2001. Tugasnya, antara lain, mendampingi anggota Pekka yang mayoritas janda karena suami meninggal, dicerai, atau ditinggal begitu saja.
Selain miskin, rata-rata para perempuan kepala keluarga tersebut berpendidikan rendah dan tidak menyelesaikan sekolah dasar. Bahkan, lebih dari 50 persen buta huruf. Dete mengajar mereka dari belajar baca tulis dan cara membuat pembukuan keuangan.
Di awal saya bergabung dengan Pekka, saya sering diteriaki bos janda dan dikira menghimpun kekuatan perempuan untuk melawan laki-laki.
”Di awal saya bergabung dengan Pekka, saya sering diteriaki bos janda dan dikira menghimpun kekuatan perempuan untuk melawan laki-laki,” ujar Dete kepada Kompas, Rabu (5/8/2020).
Direktur Pekka Nani Zulminarni bahkan menjuluki Dete sebagai ”mutiara dari timur” karena kesetiaannya mendampingi para perempuan dari kelompok marginal. Meski banyak tantangan, Dete tetap berjuang bersama anggota Pekka di NTT agar bisa keluar dari lingkaran budaya patriarki yang menempatkan posisi perempuan lebih rendah dari laki-laki.
Perjuangan perempuan yang lahir di Desa Lamawara, Kecamatan Ile Ape, Kabupaten Lembata, ini tidak sia-sia. Pendampingan Dete selama belasan tahun juga melahirkan sejumlah perempuan kepala keluarga mandiri di NTT, bahkan ada yang menjadi pemimpin di desanya.
”Di Adonara (sebuah pulau di Flores Timur) budaya patriarkinya sangat kuat. Perempuan tidak bisa makan semeja dengan laki-laki. Namun tahun 2006, ada satu kader Pekka terpilih jadi kepala desa. Sekarang sudah ada tiga anggota Pekka jadi kepala desa dan masih banyak lagi yang dipercayakan sebagai pemimpin di desa,” katanya.
Perjuangan mewujudkan kesetaraan jender di kampung halamannya tidak mudah. Dete mengaku berulang kali mengalami perlakuan buruk. Tahun 2002, dia diancam dan diusir ketika melakukan pelatihan visi misi dan motivasi berkelompok di Desa Horinara. Tahun 2014, dia menerima ancaman pembunuhan ketika memimpin rapat bersama perempuan sewilayah Lodan Doe, di pusat kegiatan (Center) Pekka.
Namun, ia tak pernah menyerah. ”Begitu ditugaskan di Adonara, saya melihat kehidupan ina-ina (ibu-ibu) Pekka yang sangat sulit. Mereka mau pinjam (uang) saja susah. Mau sekolahkan anak mereka juga tidak ada uang,” ujar Dete yang mengajar anggota Pekka menabung dengan cara menyimpan kelapa, pisang, atau hasil pertanian lainya, lalu menjualnya. Hasil penjualan digunakan untuk belanja kebutuhan pokok dan sebagian untuk simpanan.
”Awalnya saya bawa pisang, ubi, janur, sapu lidi, lalu jual ke pasar. Kalau tidak laku, saya jual ke tetangga saya,” ujar Dete yang sejak 2005 merintis Pekka Mart sebagai usaha ritel bahan pokok dan kebutuhan sehari-hari bagi komunitas Pekka.
Alhasil sejak 2014, Pekka Mart hadir di tiga wilayah, yakni di Lodan Doe, Kabupaten Flores Timur, dan Kabupaten Lembata. Lebih dari 2.500 perempuan dari 100-an kelompok Pekka mengakses Pekka Mart. Pekka Mart juga menjadi produsen dan distributor produk pertanian (jagung, minyak kelapa, madu, dan jagung) serta kerajinan anggotanya.
Sejak ada Pekka Mart, ina-ina tidak lagi dikejar pemilik warung karena belum bayar utang.
”Sejak ada Pekka Mart, ina-ina tidak lagi dikejar pemilik warung karena belum bayar utang. Di Pekka Mart, mereka bisa bayar utang mereka dengan tenunan atau hasil pertanian, terutama di masa pandemi saat ini. Mereka bisa pinjam untuk biaya sekolah anak,” ujar Dete.
Kebun kapas
Kesetiaan Dete mendampingi anggota Pekka terus mengalir tanpa batas. Lulusan Universitas Nusa Cendana, Kupang, dari Jurusan Penyuluhan Pertanian Terpadu ini menularkan ilmu pertanian yang dipelajarinya di bangku kuliah. Sebelum bergabung dengan Pekka, sejak lulus kuliah 1992 hingga 1999, dia menjadi penyuluh pertanian sebagai tenaga kerja sukarela terdidik (TKST) dan Tenaga Kerja Pemuda Mandiri Profesional, mendampingi kelompok tani.
”Orangtua saya petani, maka saya bermimpi jadi petani. Saya ingin membuktikan kepada generasi muda bahwa petani juga pekerjaan yang mulia,” paparnya.
Pada tahun 2007/2008 saat Center Pekka memiliki pekarangan yang luas, Dete merintis kebun sayur organik terpadu yang berisi berbagai tanaman sayur. Ia juga menanam padi dan sayuran di lahan payau dan bercampur belerang di pesisir pantai Ile Ape, Lembata.
Orang enggak percaya bisa tanam di sana karena lahannya tandus di Ile Ape, kami buktikan semua tanaman bisa hidup di pinggir laut.
”Orang enggak percaya bisa tanam di sana, karena lahannya tandus di Ile Ape, kami buktikan semua tanaman bisa hidup di pinggir laut. Bahkan kami coba tanam padi, juga berhasil,” ujar penerima penghargaan dari Oxford Committee for Famine Relief (Oxfam) Indonesia sebagai Perempuan Pejuang Pangan 2018.
Ketika melihat kebutuhan perempuan petenun terhadap kapas sangat tinggi, pada 2019, Dete bersama anggota Pekka mengembangkan lahan kapas di lahan seluas 3 hektar di wilayah Desa Beutaran, Kecamatan Ile Ape.
Kini Dette mengaku cukup puas karena hampir semua mimpinya dengan perempuan anggota Pekka terwujud. ”Tidak ada yang tidak mungkin di dunia ini, jika kita mau berusaha sungguh-sungguh,” ungkap Dete tentang prinsip hidupnya.
Bernadete Deram Langobelen
Lahir: Desa Lamawara, 17 Nopember 1969
Pendidikan:
SDK Lewotolok II (tamat 1983)
SMP Negri Lewoleba (1986)
SMA PGRI Larantuka (1989)
Diploma 3, Universitas Nusa Cendana Kupang, Fakultas Non Gelar Teknologi, Jurusan Penyuluhan Pertanian Terpadu (1992)
Karier:
Tenaga Kerja Sukarela Terdidik (1992-1996)
Tenaga Kerja Pemuda Mandiri Profesional (1996-1999)
Pendamping Kelompok Tenun (2000-2001)
Pengurus Yayasan Pekka NTT (Desember 2001-sekarang)
Penghargaan:
Pejuang Pangan 2018 dari Oxford Committee for Famine Relief (Oxfam)