Kurikulum Darurat Tak Cukup Selesaikan Pembelajaran Jarak Jauh
›
Kurikulum Darurat Tak Cukup...
Iklan
Kurikulum Darurat Tak Cukup Selesaikan Pembelajaran Jarak Jauh
Beragamnya kondisi belajar peserta didik membuat pemerintah memberikan fleksibilitas pemakaian Kurikulum 2013. Kebijakan itu belum juga menyelesaikan persoalan pembelajaran jarak jauh.
Oleh
Mediana
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Menyikapi pandemi Covid-19 yang masih berlangsung, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mengeluarkan Kurikulum Darurat. Selain itu, kementerian juga mengeluarkan Modul Pembelajaran bagi siswa pendidikan anak usia dini dan sekolah dasar. Kebijakan tersebut bersifat opsional.
"Baik Kurikulum Darurat maupun Modul Pembelajaran yang kami keluarkan memang bukan untuk menyeragamkan," tegas Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan dan Perbukuan Kemendikbud Totok Suprayitno dalam diskusi daring "Pedoman Pelaksanaan Kurikulum pada Satuan Pendidikan Dalam Kondisi Khusus" di Radio Sonora, Senin (10/8/2020).
Dia mengatakan, saat pertama kali pandemi Covid-19 diumumkan, sejumlah sekolah bergerak memetakan kompetensi dasar yang esensial di Kurikulum 2013 sesuai kondisi siswa mereka. Ada pula sejumlah sekolah tetap menerapkan Kurikulum 2013 secara utuh.
Adapun Kurikulum Darurat yang dikeluarkan Kemendikbud menyederhanakan cakupan kompetensi dasar mata pelajaran di Kurikulum 2013. Persentase penyederhanaan cakupan kompetensi dasar berbeda-beda tergantung mata pelajaran dan jenjang pendidikan, tetapi tetap memperhatikan esensialitas ketika diajarkan saat kondisi darurat. Dia meyakini, siapapun guru yang akhirnya memilih memakai Kurikulum Darurat dari Kemendikbud akan merasa penyederhanaan sudah maksimal.
Karena bersifat opsional, maka kini di lapangan terdapat tiga wujud Kurikulum 2013, yakni Kurikulum 2013 utuh, Kurikulum Darurat Kemendikbud, dan penyederhanaan Kurikulum 2013 yang disusun mandiri oleh sekolah-sekolah. Pemberlakuan kurikulum ini akan berlangsung selama tahun ajaran 2020/2021.
Dalam konteks Modul Pembelajaran yang dikeluarkan Kemdikbud, Totok berharap, guru, orangtua, dan siswa menyikapinya sebagai materi inspirasi. Aktivitas pembelajaran harus ditentukan sendiri oleh mereka sesuai konteks kebutuhan serta lingkungan tempat tinggal mereka.
Kami berusaha keras tidak memberikan preskriptif karena menghindari penyeragaman yang malah membuat kaku (Totok Suprayitno)
Sebagai contoh, anak keluarga A suka berkebun, maka orangtua A jangan ikut keluarga B yang anaknya memiliki hobi memasak dan punya peralatan lengkap."Kami berusaha keras tidak memberikan preskriptif karena menghindari penyeragaman yang malah membuat kaku. Pembelajaran bukan kerja di pabrik lho," ujar dia.
Pengembang Modul Literasi dan Numerasi jenjang SD, dan Coordinator Specialist Mathematics Education, SEAMEO QITEP in Mathematics, Wahid Yunianto, menyampaikan, Modul Pembelajaran Kemendikbud telah memikirkan bisa dipakai oleh satuan pendidikan di daerah terpencil. Substansi aktivitas di modul pun memperhitungkan benda peraga yang mudah diperoleh, seperti peralatan makan.
Senada dengan Totok, Wahid mengatakan, Modul Pembelajaran Kemendikbud harus dilihat sebagai inspirasi. Artinya, guru dan orangtua dibebaskan mengembangkan pembelajaran sesuai kreativitas masing-masing.
Totok mengakui, capaian pembelajaran saat normal sudah beragam. Apalagi saat pandemi Covid-19 yang menyebabkan capaian pembelajaran siswa semakin berbeda-beda karena metode ataupun kondisi belajarnya pun bervariasi. Oleh karena itu, dia meminta guru melakukan asesmen diagnostik kepada siswa sehingga terpetakan siswa yang ketinggalan capaian pembelajaran atau tidak. Guru dapat mengunduh instrumen asesmen diagnostik yang sudah disediakan Kemendikbud.
Sementara itu, menurut Guru SD Negeri Indrasari 1 Martapura, Kalimantan Selatan, Yayuk Hartini, kehadiran Kurikulum Darurat sudah lama dinanti sejak PJJ mulai pertengahan Maret 2020."Membuat pekerjaan kami lebih ringan. Kami cukup menyesuaikan teknis atau metode penyampaian pembelajaran sesuai kondisi siswa," tuturnya.
Yayuk lantas mengungkapkan, beberapa siswanya tidak mempunyai gawai. Situasi ini membuatnya memberlakukan PJJ campuran. Caranya, setiap pekan, dia meminta orangtua mengambil ataupun setor tugas ke sekolah. Dia juga tetap memberikan tugas kegiatan yang membuatnya bisa menilai kognitif, psikomotorik, dan karakter siswa.
Zona kuning
Sekretaris Jenderal Kemdikbud Ainun Na\'im menegaskan, revisi Surat Keputusan Bersama (SKB) tentang Panduan Penyelenggaraan Pembelajaran di Masa Pandemi Covid-19 tidak menghilangkan hak orangtua melarang anaknya kembali mengikuti kelas tatap muka di sekolah di zona hijau dan kuning. Apabila orangtua keberatan, maka anak mereka tetap akan mengikuti PJJ yang materinya disediakan sekolah. Orangtua juga bisa mengambil materi dari tayangan Belajar Dari Rumah di TVRI.
Dia menjelaskan, satuan pendidikan berada dalam kewenangan pemerintah daerah. Dia percaya, pemerintah daerah akan melakukan supervisi protokol kesehatan terhadap satuan pendidikan di wilayahnya. Dalam taklimat media, pekan lalu, Kementerian Kesehatan juga berkomitmen mengarahkan dinas kesehatan untuk mengawal kesehatan siswa, guru, dan keluarganya.
"Ada checklist kesiapan protokol kesehatan yang sekolah harus unggah di Dapodik Kemdikbud secara kontinyu. Dinas akan ikut mengawasi," tegas Ainun saat ditanya tanggapannya terkait rekomendasi para epidemiolog untuk memperbaiki pemeriksaan Covid-19 sebelum sekolah kembali dibuka secara luas.
Wakil Sekretaris Jenderal Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) Satriwan Salim mengatakan, efektivitas pembelajaran siswa tatap muka di sekolah zona kuning dipertanyakan. Sebab, pembelajaran dibatasi empat jam/hari, kantin sekolah dilarang buka, kegiatan ekstrakurikuler dilarang, olahraga dilarang, dan larangan lainnya yang bersifat membuat siswa bergerombol. Siswa hanya berinteraksi terbatas di kelas.
"Jadi, psikososial siswa sebenarnya juga sangat dibatasi walaupun mereka kembali tatap muka di sekolah. Padahal, siswa mengidamkan masuk sekolah kembali untuk berkumpul dan belajar bersama teman-temannya secara beramai-ramai atau tidak berjarak. Artinya, kebijakan itu tidak akan efektif," tutur dia.
Selain itu, berdasarkan data laporan perkembangan Covid-19 yang diperoleh dari jaringan FSGI hingga 10 Agustus 2020, Satriwan menyampaikan terdapat sekitar 181 siswa, guru, dan santri terjangkit positif virus korona baru. Jumlah itu sudah termasuk 28 guru dari 2 sekolah di Kota Balikpapan dan 35 santri dari pesantren di Kabupaten Pati yang baru-baru ini terjangkit positif covid-19.
Terlepas dari dinamika penyederhanaan Kurikulum 2013, persoalan praktik PJJ sebelum dan sesudah masuk tahun ajaran 2020/2021 masih sama. Satriwan menyebutkan masalah mulai dari tidak ada jaringan internet, penugasan menumpuk, sampai beberapa sekolah belum mengalokasikan dana bantuan operasional untuk subsidi pulsa seluler.
"Pemerintah pusat dan daerah semestinya lebih dulu membenahi persoalan PJJ. Koordinasi dan komunikasi yang intens dan solutif lintas kementerian, lembaga, dan pemerintah daerah adalah kuncinya," imbuh dia.