Pemerintah Kota Malang siap melakukan uji coba masuk sekolah dengan protokol kesehatan ketat. Guru akan menjalani tes cepat atau uji usap tenggorok, sedangkan terhadap siswa akan dilakukan uji cepat secara acak.
Oleh
DAHLIA IRAWATI
·4 menit baca
MALANG, KOMPAS — Pemerintah Kota Malang siap melakukan uji coba masuk sekolah dengan protokol kesehatan ketat. Guru akan menjalani tes cepat atau uji usap tenggorok, sedangkan terhadap siswa secara acak akan dilakukan uji cepat. Pilihan uji coba masuk sekolah adalah untuk mendorong kedisiplinan terhadap protokol kesehatan penanganan Covid-19 dari anak-anak.
”Waktunya kapan masih belum ditetapkan. Namun, kami sudah siap melakukan uji coba masuk sekolah. Setiap kecamatan minimal ada dua sekolah, jadi nanti sekitar 10 sekolah minimal mengikuti uji coba,” kata Wali Kota Malang Sutiaji, Selasa (11/8/2020).
Tujuan melakukan uji coba masuk sekolah, menurut Sutiaji, adalah mendorong kedisiplinan sejak usia anak sekolah. ”Selama ini tingkat disiplin masyarakat masih naik turun. Orangtua terlalu mengkhawatirkan anaknya, tetapi mengabaikan keselamatan dirinya sendiri. Oleh karena itu, sosialisasi kedisiplinan mematuhi protokol kesehatan ini akan kami mulai sejak anak sekolah. Biasanya kalau anaknya yang mengingatkan orangtuanya, orangtuanya akan mengikuti,” kata Sutiaji.
Dalam uji coba tersebut, nantinya guru-guru akan menjalani uji cepat atau swab terlebih dahulu. Adapun siswa secara acak juga akan dipilih untuk menjalani tes cepat serupa.
”Salah satu keuntungan lainnya adalah kita memberlakukan sistem zonasi. Anak-anak tersebut akan terpetakan asal wilayahnya atau wilayahnya terkontrol sehingga lebih mudah mengawasi,” kata Sutiaji. Misalnya wilayah kelurahan tersebut masih zona merah, menurut Sutiaji, tidak akan dipilih mengikuti uji coba masuk sekolah ini.
Oleh karena itu, sosialisasi kedisiplinan mematuhi protokol kesehatan ini akan kami mulai sejak anak sekolah.
Meski Pemerintah Kota Malang menyasar pembentukan karakter disiplin siswa terkait penanganan Covid-19, di kalangan orangtua siswa masih menimbulkan pro dan kontra. Orangtua yang mendukung anaknya masuk sekolah, alasannya adalah beban sekolah daring di rumah secara ekonomi cukup berat. Adapun orangtua yang menolak anaknya segera masuk sekolah adalah demi keselamatan anak.
”Saya tidak setuju kalau anak-anak masuk sekolah sekarang ini. Malang masih zona merah, apalagi masyarakatnya tidak disiplin. Sekali sekolah dibuka, masyarakat akan menganggap situasi sudah normal dan semakin abai dengan protokol kesehatan,” kata Novi Vianti (40), orangtua siswa SMPN 5 Kota Malang.
Menurut Novi, jika memang di sekolah sudah diberlakukan protokol kesehatan, ia ragu hal itu akan ditemui akan selama perjalanan pulang. ”Di sekolah memang mungkin diterapkan protokol kesehatan. Namun, saat perjalanan menuju pulang bagaimana, di angkutan umum, dan seterusnya?” kata Novi.
Menurut dia, dibutuhkan kerja sama semua pihak untuk membuat orangtua merasa tenang membiarkan anaknya masuk sekolah, mulai dari pemerintah kota yang harus berani memberi sanksi pada pelanggar aturan protokol kesehatan, sekolah menjamin keselamatan siswa selama di sekolah, dan orangtua menjamin keselamatan siswa selama di rumah.
”Jika tiga hal itu sudah bisa dilakukan, orangtua akan merasa lebih tenang. Namun, sementara itu semua belum terwujud, lebih baik jangan pergi ke sekolah dahulu. Kita lihat dulu sambil pemerintah membuat kurikulum darurat. Saya dukung penuh pemerintah membuat kurikulum darurat itu demi keselamatan anak-anak,” kata Novi.
Muhardi (55), yang anaknya duduk di bangku SMA, tak keberatan belajar di sekolah diterapkan kembali asal dengan protokol yang ketat dan Malang sudah dalam kondisi hijau. Ia menyadari ada risiko dari pembukaan sekolah. Karena itu, syarat ketat sekolah tatap muka harus diterapkan. ”Untuk SMA mungkin anak-anaknya bisa lebih diatur, jumlah siswa dibatasi, jam belajar pun tak selama dulu. Disiplin jadi kunci. Hanya saja, Malang, kan, masih masif kasusnya, ini patut jadi pertimbangan Pemkot,” katanya.
Sebelumnya, Pemkot Malang mendorong sejumlah sekolah untuk bisa menjadi sekolah tangguh. Artinya, selain menerapkan protokol kesehatan penanganan Covid-19 dengan baik, sekolah juga memiliki fasilitas kesehatan yang mendukung.
SMA Negeri 2 Malang, misalnya, telah diresmikan sebagai salah satu sekolah tangguh di Kota Malang. Selain menerapkan pembelajaran dengan protokol kesehatan, seperti tempat duduk berjarak, siswa juga mengenakan masker dan tudung muka, ada dokter jaga di ruang unit kesehatan sekolah. Selain itu, sekolah juga memiliki sudut taman berisi tanaman obat keluarga (toga) dan siswa sudah mampu mengolah toga tersebut sebagai minuman herbal.
”Keunggulan sekolah kami memang sudah terbiasa mengolah toga menjadi minuman herbal. Kami tentu akan berkomitmen terus melaksanakannya dan menjadi sekolah tangguh seperti harapan pemerintah Kota Malang,” kata Kepala SMAN 2 Malang Hariyanto.
Hingga Senin (9/8/2020), jumlah kumulatif kasus terkonfirmasi positif Covid-19 Malang Raya 1.649 orang atau bertambah 77 orang dari sehari sebelumnya. Adapun jumlah kasus sembuh 1.026 orang atau bertambah 35 orang dari sehari sebelumnya. Sementara jumlah kasus meninggal sebanyak 121 orang atau bertambah tiga orang dari sehari sebelumnya.