Pengembangan Buah Lokal Butuh Model Bisnis Berbasis Data
›
Pengembangan Buah Lokal Butuh ...
Iklan
Pengembangan Buah Lokal Butuh Model Bisnis Berbasis Data
Pengembangan buah lokal dinilai membutuhkan model bisnis berbasis data agar peluang pasar bisa dimanfaatkan lebih optimal. Permintaan buah segar meningkat sejak pandemi Covid-19 merebak di Tanah Air.
Oleh
M Paschalia Judith J
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Permintaan buah-buahan, baik pasar dalam negeri maupun ekspor, meningkat selama pandemi Covid-19. Situasi itu membuka peluang untuk memacu produksi buah lokal. Namun, pengembangan buah membutuhkan model bisnis berbasis data agar peluang pasar itu bisa dimanfaatkan lebih optimal.
Rektor IPB University Arif Satria mengatakan, bersama sejumlah perusahaan swasta, IPB menjalankan model bisnis yang menggunakan data mulai tingkat petani hingga pasar untuk pengembangan produk.
”Sejumlah pihak berharap model ini dikembangkan ke daerah lain. Kami tengah berkolaborasi dengan perguruan tinggi di daerah lain untuk melebarkan sayap,” ujarnya dalam seminar daring bertema ”Gelar Buah Nusantara” yang dilaksanakan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Senin (10/8/2020).
IPB University telah membina 53 desa di Jawa Barat, tersebar di Kabupaten Garut, Sukabumi, Cianjur, Bandung, Bogor, dan Subang. Model bisnis itu melibatkan induk badan usaha milik desa (BUMDes) yang dihubungkan ke pihak penyerap (offtaker) seperti restoran dan e-dagang. BUMDes induk itu dipimpin oleh CEO yang merupakan alumni IPB.
Menurut Arif, sebelum jadi CEO, alumni dipersiapkan agar mampu mendampingi petani beradaptasi menggunakan teknologi dalam proses produksi. Teknologi itu mampu menghimpun data produksi, kebutuhan nutrisi tanaman, hingga kualitas benih. IPB memberikan data pasar dan kebutuhan pasokan ke petani. Model bisnis ini membuat produksi seirama dengan permintaan.
Direktur Utama Pasar Komoditi Nasional (Paskomnas) Hartono Wignjopranoto menyatakan, pasar induk memerlukan data buah-buahan dan kebutuhan konsumen.
Data ini penting bagi setiap pelaku dalam rantai pasok, termasuk petani dan pedagang pasar, agar tercipta harga yang adil.
Berdasarkan data yang dihimpun Paskomnas, fluktuasi harga buah-buah tergolong tinggi, yakni lebih dari sepuluh kali lipat. Harga mangga arummanis, misalnya, bergerak di kisaran Rp 2.500-Rp 30.000 per kilogram, melon di kisaran Rp 4.000-Rp 15.000 per kg, dan buah naga Rp 5.000-Rp 25.000 per kg.
Hingga saat ini, Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Agribisnis Kementerian Koordinator Perekonomian Musdhalifah Machmud memaparkan, pemerintah tengah mengembangkan kawasan hortikultura berorientasi ekspor. Salah satu yang sudah terwujud ialah kawasan pisang cavendis di Lampung dengan proyeksi pengembangan lahan hingga 251 hektar.
Dalam memenuhi kebutuhan dalam negeri, Ketua Komisi Tetap Hortikultura Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Karen Tambayong menyoroti nilai impor buah-buahan yang lebih tinggi dibandingkan ekspornya. Berdasarkan data yang dihimpunnya dari Badan Pusat Statistik, dia menyebutkan, nilai impor buah-buahan Indonesia sepanjang 2019 mencapai 1,48 miliar dollar AS, sedangkan nilai ekspornya 323,5 juta dollar AS.
Meskipun demikian, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyebutkan, ada peluang peningkatan konsumsi buah lokal sebagai substitusi impor. Hal itu tampak dari impor buah sepanjang triwulan-I 2020 turun hingga 45 persen dibandingkan tahun sebelumnya pada periode yang sama.
Sepanjang Januari-Juni 2020, Menteri Perdagangan Agus Suparmanto menyebutkan, nilai ekspor buah-buahan telah mencapai 430,4 juta dollar AS berdasarkan data yang dihimpun dari BPS. Angka ini lebih tinggi 23,21 persen dibandingkan tahun sebelumnya.
Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo memperinci, buah-buahan yang menjadi komoditas ekspor unggulan terdiri dari, nanas, pisang, mangga, salak, durian, dan buah naga. Negara-negara yang menjadi tujuan ekspor antara lain AS, Spanyol, Belanda, Jerman, China, Malaysia, Singapura, Hong Kong, dan Perancis.