Baru dibentuk kurang dari delapan bulan, kini pemerintahan Lebanon kembali terancam bubar. Ledakan Beirut memicu tuntutan perombakan total pemerintahan Lebanon.
Oleh
Kris Mada dan B Josie Susilo Hardianto
·5 menit baca
BEIRUT, SENIN — Perdana Menteri Lebanon Hassan Diab, Senin (10/8/2020), mengumumkan pengunduran dirinya. Pengunduran diri itu merupakan jawaban atas desakan publik pascaledakan hebat di Pelabuhan Beirut. ”Hari ini kami mengikuti keinginan rakyat dalam tuntutan mereka untuk meminta pertanggungjawaban mereka yang bertanggung jawab atas bencana yang telah bersembunyi selama tujuh tahun dan keinginan mereka untuk perubahan nyata,” kata Diab dalam pidato mengumumkan pengunduran dirinya.
Menurut Diab, ledakan besar yang merobek Beirut dan memicu kemarahan publik adalah hasil dari korupsi yang endemik. Diab mengatakan, korupsi tidak berhenti di Pelabuhan Beirut, tetapi menyebar ke seluruh lanskap politik dan pemerintahan.
Pengunduran diri itu berpotensi menjerumuskan politik Lebanon lebih dalam ke dalam kekacauan dan dapat menghambat pembicaraan yang sudah terhenti dengan Dana Moneter Internasional (IMF) terkait upaya penyelamatan ekonomi.
Hingga Senin, empat menteri, belasan anggota parlemen, dan dua pejabat Beirut mengundurkan diri. Mereka mengaku malu atas ledakan di Pelabuhan Beirut pekan lalu.
Menteri Kehakiman Marie Claude Najm mengumumkan pengunduran diri pada Senin. Ia menyusul Menteri Lingkungan Damianos Kattar dan Menteri Informasi Manal Abdel Samad yang lebih dulu mundur. ”Teman anak saya meninggal dalam ledakan dan saya tidak bisa mempertahankan tanggung jawab itu di kementerian,” kata Kattar.
Anggota parlemen Lebanon, Sethrida Geagea, menyebut setidaknya 15 anggota parlemen dari Partai Barisan Lebanon sudah mengindikasikan akan mundur. ”Kami akan menyampaikan (pengunduran diri) bila kami yakin tindakan itu mengarah pada pemenuhan mandat dari warga, yakni pengakhiran otoritas yang brutal,” ujarnya sebagaimana dikutip Al Jazeera.
Ketua Barisan Lebanon Samir Geagea mengumumkan bahwa partainya akan membantu negara dengan cara membubarkan parlemen. ”Kami berupaya mengumpulkan pengunduran diri dan mewujudkan percepatan pemilu dalam waktu sesegera mungkin,” ujarnya.
Sebelum mengundurkan diri, PM Diab telah mengusulkan agar ada percepatan pemilu. Pemerintahan Diab yang baru terbentuk pada akhir Januari 2020 itu rentan runtuh setelah tiga menteri mundur.
Tuntutan pembubaran pemerintahan disampaikan pengunjuk rasa yang marah atas ledakan pekan lalu. Selama beberapa hari terakhir, Lebanon kembali diguncang unjuk rasa yang menuntut pengunduran diri para politisi dan pejabat negara itu. Sebab, mereka dinilai lalai dan salah satu dampaknya ledakan Beirut.
Mereka menilai pengunduran diri para menteri tidak cukup. Mereka ingin perombakan total peta politik Lebanon yang masih didominasi aktor-aktor lama yang sudah mewarnai politik Lebanon selama hampir 30 tahun terakhir. Sistem politiknya juga sangat sektarian.
Ketua Parlemen Lebanon Nabih Baru mengatakan, parlemen akan menggelar sidang untuk membahas pertanggungjawaban pada ledakan pekan lalu. Ia menyebut ledakan itu sebagai kejahatan terhadap warga dan kota Beirut.
Penyelidikan
Selain pembubaran pemerintah, pengunjuk rasa menuntut penyelidikan menyeluruh atas insiden itu. Tuntutan mereka disokong pemimpin tertinggi tokoh agama Lebanon. Pemimpin Maronit Lebanon, Patriakh Bechara Al-Rahi, dan Kepala Gereja Orthodoks Metropolitan, Elias Audi, secara terbuka meminta penyelidikan internasional. Mereka juga sepakat soal perombakan pemerintahan.
Audi dan Al-Rahi sama-sama meminta ada yang dihukum dalam ledakan pekan lalu. ”Kalau tidak menerapkan kebijakan hukuman dan hadiah, tidak ada yang bisa diluruskan dan serangan terhadap warga akan terus terjadi. Di negara terhormat, pejabat mundur kalau tidak bisa melaksanakan tugas. Di sini, pejabat terus bertahan di kursinya sementara warga terperangkap dari satu bencana ke bencana lain,” kata Audi sebagaimana dikutip Arab News.
Arab News juga melaporkan, tentara Lebanon telah mengerahkan ratusan orang untuk memeriksa lokasi ledakan. Mereka fokus mencari jejak kimia dan radioaktif. ”Tidak ada yang ditemukan,” kata salah seorang pejabat di korps Teknik pada militer Lebanon.
Hal itu mengindikasikan, tidak ada rudal dalam ledakan itu. Tim penyelam juga menemukan banyak sekali reruntuhan di dasar laut sekitar pelabuhan. Reruntuhan itu akan menyulitkan kapal-kapal merapat ke pelabuhan utama Lebanon tersebut. ”Kami menemukan jenazah yang terlempar 500 meter dari lokasi,” kata salah seorang penyelam.
Otoritas Pelabuhan Lebanon sedang mencari cara agar arus barang dari dan ke Lebanon bisa segera pulih. Salah satu fokusnya adalah mencari tempat baru untuk pembongkaran gandum impor, sumber pangan utama warga Lebanon. Sebelum ledakan, gandum impor dibongkar di Pelabuhan Beirut dan sebagian disimpan di pelabuhan. Tempat penyimpanan, berikut sebagian cadangan gandum, rusak dalam ledakan pekan lalu.
Permintaan asing
Presiden Perancis Emmanuel Macron juga menyuarakan reformasi di Lebanon. Reformasi ekonomi dinilai semakin dibutuhkan Lebanon di tengah upaya pemulihan selepas ledakan.
Ia secara khusus menyoroti sektor energi Lebanon yang menelan subsidi 1,5 miliar dollar AS per tahun. Padahal, layanan kelistrikan Lebanon amat buruk karena sering padam. ”Terserah ke otoritas (Lebanon) untuk bertindak agar negara tidak tenggelam dan (untuk) menanggapi aspirasi warga Lebanon,” ujarnya dalam konferensi virtual untuk menggalang dana bantuan bagi Lebanon.
Dalam konferensi pada Minggu malam itu, para donor menjanjikan bantuan total 298 juta dollar AS. Dana itu dijanjikan 36 negara dan lembaga internasional. Donor akan mengalirkan dana itu melalui ke Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan organisasi internasional lainnya. Macron pernah menyatakan, bantuan pemulihan Lebanon tidak akan mengalir melalui pemerintahan yang kurang dipercaya.
Nilai bantuan lebih kecil dari taksiran kerugian akibat ledakan. Pemerintah Provinsi Beirut menaksir kerugian dan biaya pemulihan dampak ledakan mencapai 15 miliar dollar AS.
Juru bicara Kementerian Luar Negeri Iran, Abbas Mousavi, meminta ledakan Lebanon jangan dipolitisasi. Penyelidikan memang diperlukan dan dilakukan dengan saksama. ”Ada beberapa negara berusaha memolitisasi ledakan untuk kepentingan sendiri,” ujarnya.
Ia juga mendesak Amerika Serikat mencabut sanksi untuk Lebanon. Pencabutan itu akan menunjukkan AS serius membantu Lebanon yang sedang kesulitan. Sejumlah tokoh Lebanon kini dalam daftar sanksi AS. Sebagian dinilai menjadi bagian dari Hezbollah, kelompok politik dengan dukungan dana dan persenjataan yang kuat dari Iran. (AFP/REUTERS)