Tantangan Sektor Manufaktur dan Pariwisata Menanti
›
Tantangan Sektor Manufaktur...
Iklan
Tantangan Sektor Manufaktur dan Pariwisata Menanti
Dalam uji kepatutan dan kelayakan di hadapan DPR, Deputi Gubernur BI Doni Primananto Joewono memaparkan visinya terkait optimalisasi industri manufaktur dan pariwisata sebagai strategi membangkitkan ekonomi RI.
Oleh
Dimas Waraditya Nugraha
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Deputi Gubernur Bank Indonesia Doni Primanto Joewono dihadapkan pada tantangan untuk menjadikan industri manufaktur dan pariwisata sebagai pengungkit pertumbuhan ekonomi. Tantangan lebih kuat jika upaya itu menemui jalan buntu akibat pandemi Covid-19 yang berlanjut.
Mahkamah Agung melantik Doni Primanto Joewono sebagai Deputi Gubernur Bank Indonesia periode 2020-2025. Ia ditetapkan sebagai Deputi Gubernur BI melalui Keputusan Presiden Nomor 78/P/2020 pada 30 Juli 2020.
Doni Primanto Joewono terpilih secara aklamasi melalui musyawarah mufakat di Komisi XI DPR RI pada 13 Juli 2020. Sebelumnya, dalam uji kepatutan dan kelayakan di depan anggota DPR, Doni memaparkan visi terkait optimalisasi industri manufaktur dan pariwisata sebagai salah satu strategi membangkitkan ekonomi RI setelah pandemi Covid-19 berakhir.
”Manufaktur dan pariwisata dapat meningkatkan daya saing ekonomi nasional yang akan mendorong pertumbuhan dan pemerataan untuk membangkitkan ekonomi setelah pandemi,” ujarnya dalam uji kepatutan dan kelayakan DPR, pertengahan Juli lalu.
Industri manufaktur, katanya, akan diarahkan untuk usaha berorientasi ekspor menggunakan kandungan lokal dan berbasis sumber daya alam yang fokus di sektor pertambangan, pertanian, perkebunan, dan perikanan. Adapun dari sektor pariwisata, Doni mendorong penguatan destinasi wisata utama dengan mendorong konsep pariwisata yang minim interaksi, seperti wisata alam.
Upaya untuk membangkitkan kembali sektor pariwisata akan menjadi tantangan bagi pemerintah.
Wakil Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Perjalanan Wisata Indonesia (Asita) Budijanto Ardiansjah memproyeksikan bisnis pariwisata masih akan lesu hingga akhir tahun.
Budijanto menambahkan, pertumbuhan ekonomi negatif pada triwulan II-2020 menunjukkan daya beli masyarakat yang rendah, sejalan dengan perjalanan wisata yang baru mencapai 20 persen dari normal. Sepanjang triwulan III-2020, pariwisata diprediksi masih sepi peminat karena orang-orang enggan melancong jika potensi terinfeksi Covid-19 masih tinggi.
”Kami juga tidak mau pariwisata dituduh sebagai sumber penyebaran dan jadi kluster baru Covid-19,” katanya.
Kami juga tidak mau pariwisata dituduh sebagai sumber penyebaran dan jadi kluster baru Covid-19.- Wakil Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Perjalanan Wisata Indonesia (Asita) Budijanto Ardiansjah-
Pernyataan Budijanto selaras dengan data Google Mobility Report per 10 Juli 2020. Secara nasional, mobilitas masyarakat ke ritel dan tempat rekreasi turun 18 persen, ke tempat transit seperti terminal dan stasiun turun 36 persen, dan ke tempat kerja turun 22 persen. Data mobilitas ini dibandingkan dengan basis data pergerakan pada 3 Januari-6 Februari 2020.
Kepala Ekonom Center of Reform on Economics (Core) Piter Abdullah mengatakan, apabila pandemi bisa benar-benar selesai atau berhasil ditangani pemerintah tahun ini, maka dunia usaha, termasuk industri pariwisata dan manufaktur, bisa bangkit pada 2021.
Untuk memulihkan ekonomi pada 2021, stimulus dari pemerintah perlu dilanjutkan dan dipercepat. Stimulus itu harus mengarah lebih spesifik sesuai dengan kebutuhan masing-masing sektor.
”Contohnya untuk mendorong sektor pariwisata, insentif diskon tiket bisa menjadi pilihan. Namun, hal ini dengan catatan pandemi bisa tertangani dengan baik,” ujarnya.
Terkait industri manufaktur, Piter menilai industri ini masih sulit berekspansi karena produsen barang di Indonesia masih mengalami dampak pandemi Covid-19. Perusahaan enggan berinvestasi untuk meningkatkan kapasitas karena kondisi lapangan kerja yang semakin menurun dan aktivitas pembelian berkurang.
Kinerja manufaktur pada Juli 2020 memang membaik, tetapi tidak cukup mengangkat angka Purchasing Managers Index (PMI) manufaktur Indonesia
melewati batas 50. PMI manufaktur Indonesia pada Juli 2020 di posisi 46,9 atau naik 7,8 poin dari bulan sebelumnya yang di level 39,1.
”Artinya, walaupun PMI membaik, (industri manufaktur) masih dalam kategori kontraktif. Apabila PMI berada di atas level 50, itu sudah menunjukkan laju ekspansif,” kata Piter.
Artinya, walaupun PMI membaik, (industri manufaktur) masih dalam kategori kontraktif. Apabila PMI berada di atas level 50, itu sudah menunjukkan laju ekspansif.- Kepala Ekonom Center of Reform on Economics (CORE), Piter Abdullah-
Bahkan, Piter memprediksi industri manufaktur belum akan ekspansif hingga triwulan III-2020 dan triwulan IV-2020 apabila pandemi Covid-19 masih berlangsung. Pasalnya, jika pandemi berlanjut, dapat dipastikan kegiatan ekonomi dan konsumsi masyarakat masih akan terbatas.