Pemerintah Amerika Serikat merevisi draf resolusi untuk memperpanjang embargo senjata Iran di DK PBB. Jika gagal, mekanisme ”snap back” menjadi senjata lain untuk memuluskan keinginan AS.
Oleh
Mahdi Muhammad
·5 menit baca
NEW YORK, RABU — Amerika Serikat berkeras untuk memperpanjang embargo senjata bagi Iran yang akan berakhir pada Oktober 2020. Sebuah langkah yang kemungkinan besar akan mendapat tentangan dari Rusia dan China, dua sekutu dekat Iran di Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Untuk memuluskan upayanya, AS mengubah rancangan draf resolusi yang disusunnya. Rancangan draf resolusi yang diedarkan AS pada bulan Juni lalu terdiri atas 35 paragraf. Kini, draf itu disederhanakan menjadi hanya empat paragraf, tapi memiliki efek maksimal.
Utusan Tetap Pemerintah AS di PBB Kelly Craft, Selasa (11/8/2020) atau Rabu waktu Indonesia menyatakan, draf baru yang disampaikan Pemerintah AS mempertimbangkan pandangan dewan dan hanya melakukan apa yang semua pihak tahu harus dilakukannya, yaitu memperpanjang embargo senjata Iran. Tujuannya adalah mencegah negara yang dipimpin oleh Hassan Rouhani itu membeli dan menjual senjata konvensional secara bebas.
”Masuk akal jika negara sponsor teror nomor 1 di dunia tidak diberi sarana untuk menimbulkan kerusakan yang lebih besar lagi di dunia,” kata Craft dalam sebuah pernyataan.
Para diplomat yang bertugas di Dewan Keamanan PBB mengatakan, draf itu menurut rencana akan difinalisasi pada Kamis (13/8/2020) dan diserahkan kepada DK PBB sebelum dilakukan pemungutan suara Jumat, 14 Agusutus, dilakukan.
Para diplomat, yang berbicara dengan syarat anonim, menjelaskan, beberapa ketentuan tentang kondisi yang mungkin akan muncul dan melampaui perpanjangan embargo senjata dalam rancangan draf resolusi DK PBB lama telah dihapus. Menurut mereka, tampaknya Pemerintah AS menerima sejumlah keberatan terhadap ketentuan-ketentuan itu.
Draf resolusi
Salah satu ketentuan dalam draf resolusi yang lama adalah diizinkannya semua negara anggota PBB untuk memeriksa kargo dari dan dengan tujuan ke Iran yang masuk atau transit melalui wilayah mereka di bandara, pelabuhan, dan zona perdagangan bebas jika negara anggota memiliki alasan yang masuk akal untuk memercayai kargo mengandung barang terlarang.
Ketentuan lain dalam rancangan resolusi yang lama adalah mengecam keras serangan September 2019 di Arab Saudi serta serangan Desember 2019 di pangkalan militer Irak di Kirk dan Kedutaan Besar AS di Baghdad, dengan mengatakan Iran bertanggung jawab atas seluruh tindakan kekerasan tersebut.
PBB melarang Iran membeli sistem senjata asing utama pada tahun 2010 di tengah ketegangan atas program nuklirnya. Tindakan PBB itu membuat upaya Iran untuk mengganti perlengkapan militernya yang sebagian besar dibeli sebelum Revolusi Iran tahun 1979 tertunda hingga sekarang.
Dorongan AS untuk menjadikan embargo senjata permanen menyusul penarikan 2018 Presiden Donald Trump dari kesepakatan nuklir 2015 antara enam negara besar dan Iran, yang bertujuan untuk mencegah pengembangan senjata nuklir Iran. Teheran telah berkali-kali menegaskan tidak tertarik atau berniat memproduksi bom nuklir.
Dua negara sekutu terdekat Iran, Rusia dan China, secara terpisah mengirimkan surat kepada Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres dan Dewan Keamanan pada bulan lalu yang mengkritik setiap upaya AS untuk memperpanjang embargo senjata tanpa batas. Secara tersirat, di dalam surat itu mereka mengindikasikan akan memveto resolusi semacam itu jika mendapat minimal sembilan suara ”ya” di dewan yang beranggotakan 15 negara.
Para diplomat mengatakan, meski draf resolusi baru lebih sederhana dan membuat sejumlah negara sepakat dengan tujuan AS, tidak jelas apakah Washington bisa mendapatkan minimal sembilan suara yang diperlukan. Para diplomat juga menyatakan, tidak mungkin Rusia dan China akan abstain dalam pemungutan suara ini.
Richard Gowan, direktur pada badan advokasi pencegahan konflik internasional di International Crisis Group, dalam cuitannya via Twitter mengatakan, negara-negara anggota DK PBB dibodohi dengan rancangan resolusi yang sederhana. ”Jangan biarkan singkatnya draf AS yang baru membodohi Anda. Poin kuncinya adalah bahwa hal itu mengizinkan perpanjangan embargo senjata Iran yang tidak terbatas ... dan China dan Rusia tidak akan seperti itu,” kata Gowan. Dia memerkirakan draf itu tidak akan mendapat dukungan yang dibutuhkan oleh Pemerintah AS.
Jalan lain
Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo sudah menyiapkan jalan lain untuk memuluskan rencananya jika resolusi itu gagal mendapat dukungan di DK PBB, yaitu dengan mekanisme snap back dalam kesepakatan nuklir 2015.
Dikutip dari The New York Times, mekanisme snap back ini bergantung pada persepsi dan penilaian enam negara, yaitu Inggris, Perancis, Jerman, Rusia, China, dan Amerika Serikat, yang akan menilai apakah Iran melanggar setiap embargo persenjataan mereka atau tidak. Mekanisme di luar mekanisme DK PBB tidak mengenal adanya hak veto yang dimiliki lima negara utama DK PBB. Rusia dan China tidak bisa menggunakan hak mereka dalam mekanisme snap back ini.
Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov menuduh pemerintahan Trump melancarkan kampanye bermotif politik melawan Iran dan menyerukan ”kecaman universal” terhadap upaya AS untuk memberlakukan embargo senjata permanen. Lavrov menilai, penarikan diri AS, yang didasari pada keinginan Presiden AS Donald Trump, dari perjanjian nuklir 2015 (JCPOA) membuat AS tidak punya hak hukum, memanfaatkan DK PBB untuk memaksakan sebuah embargo tanpa batas waktu.
Menteri Luar Negeri China Wang Yi mengatakan, embargo senjata harus dicabut pada 18 Oktober. Dia juga berpendapat, karena tidak lagi menjadi pihak dalam kesepakatan nuklir, AS ”tidak berhak meminta Dewan Keamanan untuk mengaktifkan penerapan kembali sanksi dengan cepat” melalui ketentuan snap back.
AS berpendapat bahwa Iran belum bekerja sama dengan Badan Energi Atom Internasional selama setahun dan telah memindahkan banyak senjata ke proxy di Timur Tengah meskipun ada embargo.
Iran menolak semua tudingan AS. Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Iran Abbas Mousavi, dikutip dari kantor berita Iran, IRNA, mengatakan, AS tidak memiliki hak untuk memperpanjang embargo senjata karena negara itu sendiri telah keluar dari kesepakatan nuklir dunia.
Jika embargo dicabut, Badan Intelijen Pertahanan AS memperkirakan pada 2019 Iran kemungkinan akan mencoba membeli jet tempur Su-30 Rusia, pesawat latih Yak-130, dan tank T-90. Teheran juga mungkin mencoba untuk membeli sistem rudal antipesawat S-400 Rusia dan sistem rudal pertahanan pesisir Bastian, kata badan itu. (AP/REUTERS)