Langkah Hukum Penentang Pemakaman Protokol Covid-19 Dilakukan setelah Edukasi
›
Langkah Hukum Penentang...
Iklan
Langkah Hukum Penentang Pemakaman Protokol Covid-19 Dilakukan setelah Edukasi
Polisi mendukung sosialisasi dan edukasi terkait Covid-19, termasuk tentang pentingnya pemakaman dengan prosedur penanganan Covid-19 terhadap jenazah pasien positif atau yang diduga positif.
Oleh
Johanes Galuh Bimantara
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS—Lima bulan wabah melanda, penolakan terhadap pemakaman dengan protokol Covid-19 masih saja terjadi. Penindakan hukum merupakan langkah lanjut, tetapi polisi akan lebih dulu mendukung langkah edukatif.
Peran pemerintah daerah, terutama dinas kesehatan yang memiliki kompetensi, didorong berada di depan dalam sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat. "Kami akan turut mendampingi," kata Wakil Kepala Polri Komisaris Jenderal Gatot Eddy Pramono usai pertemuan di Kepolisian Daerah Metro Jaya, Jakarta, Rabu (12/8/2020) pagi.
Penegakan hukum akan dijalankan terhadap para penentang pemakaman berprotokol Covid-19, jika terpaksa. Di sejumlah daerah, penegakan hukum sudah diberlakukan.
Di Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, misalnya, seorang aparatur sipil negara bernama Khudlori (57) dijatuhi hakim hukuman penjara 3 bulan 15 hari dan denda Rp 500.000, yang jika tak dibayarkan harus diganti tambahan kurungan satu bulan. Ia dinilai menghalangi upaya pemerintah menanggulangi wabah, dan melanggar Pasal 14 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Menular.
Pada 31 Maret, Khudlori menolak pemakaman jenazah pasien Covid-19 di pemakaman milik pemerintah daerah di Desa Kedungwringin, Kecamatan Patikraja, Banyumas. ”Maaf, saya warga Kedungwringin menolak Kedungwringin dijadikan tempat pemakaman Covid, apalagi itu bukan warga sini,” ucap Ketua Majelis Hakim Ardhianti Prihastuti, membacakan keterangan terdakwa (Kompas.id, 6/8/2020).
Terkait pengendalian Covid-19, Gatot mengancam mencopot pejabat kepolisian dari posisinya jika tidak terlibat dalam upaya itu. “Saya katakan kalau ada kapolsek (kepala kepolisian sektor) yang tidak melaksanakan kegiatan, baik itu di dalam pendisiplinan masyarakat atau kegiatan lainnya dalam rangka memotong penularan Covid-19, ya ganti saja kapolseknya,” ucap dia.
Gatot meminta para anggota Polri untuk tidak jenuh menjalankan instruksi pemerintah mengawal kepatuhan warga menerapkan protokol kesehatan. Jika pemerintah dan pemerintah daerah butuh lebih banyak personel, polisi di seluruh daerah mesti bersiaga. Personel Samapta Bhayangkara (Sabhara) dan Brigade Mobil (Brimob) bisa diterjunkan untuk tambahan petugas.
Polisi mengutamakan tindakan humanis dan persuasif, sedangkan penggunaan instrumen hukum terhadap pelanggar protokol kesehatan merupakan langkah terakhir. Namun, khusus untuk tindak pidana penyebaran hoaks terkait Covid-19, Gatot memerintahkan agar penegakan hukum langsung diterapkan.
“Apalagi jika berita hoaks itu dapat memengaruhi masyarakat sehingga bisa mengabaikan protokol Covid-19, kami akan tindak, proses hukum, dan tahan yang bersangkutan,” katanya.
Terkait dugaan kabar bohong, Ketua Umum Cyber Indonesia, Muannas Alaidid, melaporkan musisi Erdian Aji Prihartanto atau Anji ke Polda Metro Jaya, Senin (3/8/2020), karena mengunggah video wawancaranya terhadap Hadi Pranoto ke Youtube. Hadi mengklaim sudah menemukan obat herbal anti Covid-19 yang telah menyembuhkan ribuan orang, dan ini diduga kabar bohong.
Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Yusri Yunus mengatakan, hari Senin (10/8), Anji sudah diperiksa sebagai saksi selama sekitar 10 jam dengan 45 pertanyaan. Ia antara lain ditanya tentang kronologi sebelum mewawancarai Hadi. Kamis (13/8), giliran Hadi yang akan diperiksa sebagai saksi.
“Ada tiga saksi ahli sudah pemeriksaan, yaitu saksi ahli sosiologi hukum, saksi ahli bidang IT (teknologi informasi) hukum, dan saksi ahli pidana,” ujar Yusri. Polisi selanjutnya menjadwalkan permintaan keterangan saksi ahli lagi, yaitu dari Kementerian Riset dan Teknologi serta Ikatan Dokter Indonesia.