Lebanon kembali memasuki masa ketidakpastian tanpa pemerintahan seperti pada akhir 2019. Lebanon kini sangat membutuhkan makanan, obat, dan bahan bangunan untuk pemulihan pascaledakan di Beirut, pekan lalu.
Oleh
KRIS MADA
·4 menit baca
NEW YORK, SELASA — Lebanon meminta solidaritas internasional untuk menangani dampak ledakan di Pelabuhan Beirut, pekan lalu. Insiden itu menambah masalah bagi negara yang tidak berhenti dilanda aneka kekerasan sejak 1975 tersebut.
Wakil Tetap Lebanon untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa, Amal Mudallali, menyamakan ledakan pekan lalu dengan 15 tahun perang saudara pada 1975-1990. ”Saya memohon kepada Anda untuk tetap bersama kami dalam tahap paling penting: tahap pembangunan dan pemulihan ulang,” ujarnya di New York, Senin (10/8/2020) sore atau Selasa pagi WIB.
Lebanon kini sangat membutuhkan makanan, obat, dan bahan bangunan. Bahan bangunan diperlukan untuk memperbaiki pelabuhan dan bangunan-bangunan di Beirut yang rusak akibat ledakan pekan lalu. Perbaikan pelabuhan amat mendesak karena lebih dari separuh ekspor-impor Lebanon dilakukan melalui Pelabuhan Beirut.
”Lebanon, salah satu negara yang berkumpul di San Francisco untuk mendirikan PBB, berjanji akan bangkit lagi. Kami akan membangun lebih baik, meneruskan pesan toleransi dan hidup berdampingan, terus memegang nilai-nilai di Piagam PBB,” ujar Mudallali.
Sementara Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres mendesak dunia mengikuti langkah yang sudah dilakukan Presiden Perancis Emmanuel Macron. Minggu lalu, Macron menggelar konferensi virtual yang menghasilkan janji bantuan senilai 298 juta dollar AS untuk Lebanon. Macron juga telah melawat ke Beirut selepas ledakan.
Lewat konferensi yang digagas Macron, PBB menjanjikan bantuan 15 juta dollar AS. Sementara Program Pangan Dunia PBB (WFP) akan mengirimkan 50.000 ton gandum ke Lebanon. Cadangan gandum Lebanon, makanan pokok di negara itu, kini hanya cukup untuk 1,5 bulan. Setiap bulan, Lebanon mengonsumsi hingga 40.000 ton gandum dan hampir seluruhnya berasal dari impor.
Bantuan gandum ke Lebanon dianjurkan dalam bentuk tepung. Sebab, kini Lebanon tidak mempunyai lumbung besar selepas ledakan pekan lalu. Lumbung di pelabuhan hancur bersama ribuan ton cadangan bulir gandum Lebanon.
Intervensi
Namun, lawatan Macron ke Lebanon dipandang sinis oleh Iran, salah satu dari empat negara yang berpengaruh sangat kuat di Lebanon masa kini. Selain Iran, Suriah dan Arab Saudi juga menancapkan pengaruh ke Lebanon. Adapun Israel berkepentingan dengan Lebanon karena alasan keamanan. Sejak 1978, Israel bolak-balik menyerbu Lebanon baik dalam skala besar maupun kecil.
Sementara Perancis mempunyai hubungan kuat karena pernah menjajah Lebanon sampai 1943. Dalam lawatan ke Beirut, Macron mendesak perubahan tatanan politik Lebanon yang masih didominasi kekuatan warisan perang saudara. ”Perkataannnya (Macron) memicu unjuk rasa di sana,” kata seorang mahasiswa di Teheran, Ali Esmailzadeh.
Selepas ledakan, Beirut diguncang rangkaian unjuk rasa berujung pembubaran pemerintahan. Kini, Lebanon kembali memasuki masa ketidakpastian tanpa pemerintahan seperti pada akhir 2019.
Kayhan, media konservatif di Iran, menuding Macron berusaha melemahkan semangat perlawanan Lebanon. ”Perubahan, menurut Macron, adalah penghapusan Hezbollah dan menyelamatkan Pemerintah Israel. Atas nama Israel, Macron mengirim pesan kepada warga Lebanon bahwa jika mereka terus mendukung Hezbollah, mereka akan menghadapi bencana besar lain,” kata Pemimpin Redaksi Kayhan Hossein Shariatmadari.
Kayhan menyebut konferensi penggalangan dana yang digagas Macron hanya gertak sambal. Iran tidak ikut dalam konferensi itu walau terus mengirim aneka bantuan ke Lebanon. Iran bertahun-tahun memasok dana dan aneka senjata ke Lebanon melalui Hezbollah.
Dengan dukungan Iran, Hezbollah menjadi kekuatan politik dan bersenjata yang besar di Lebanon. Hezbollah juga menjadi salah satu kekuatan yang kerap berhadapan dengan Israel. Penculikan tentara Israel oleh milisi Hezbollah berujung para serbuan Israel ke Lebanon pada 2006. Selepas perang 2006, Teheran mengirimkan banyak uang untuk pemulihan Lebanon.
Seorang jurnalis Iran, Ahmad Zeidabadi, ragu kali ini Teheran bisa banyak membantu Lebanon. Sebab, Iran pun sedang sulit akibat serangkaian sanksi internasional. Kini, Iran kesulitan menjual minyak yang merupakan sumber utama pendapatannya. Sementara pada 2006, Iran masih mempunyai banyak uang hasil penjualan minyak.
Seorang mantan diplomat Iran, Amir Mousavi, menuding Partai Gerakan Masa Depan pimpinan keluarga Hariri bertanggung jawab atas ledakan di pelabuhan. Sebab, para pejabat pelabuhan dekat dengan Partai Gerakan Masa Depan. ”Pejabat sokongan Al-Mostacbal (sebutan untuk Partai Gerakan Masa Depan) tidak menginformasikan kepada pemerintah atau pejabat tinggi tentang keberadaan bahan berdaya ledak tinggi di gudang pelabuhan,” ujarnya kepada Tehran Times.
Gerakan Masa Depan dipimpin oleh Saad Hariri, jutawan dan mantan Perdana Menteri Lebanon. Keluarga Hariri dikenal dekat dengan Arab Saudi. Saad dan ayahnya, Rafik, juga berstatus warga Arab Saudi. Keluarga itu mendapat kekayaan dari hasil berusaha di Arab Saudi.
Amir mengatakan, pemerintahan Saad Hariri mewariskan perekonomian yang buruk ke Hassan Diab, PM Lebanon yang bertugas pada Januari 2020 sampai 10 Agustus 2020. ”Diab mewarisi pemerintahan dengan kas kosong,” kata Amir.