logo Kompas.id
Masyarakat Takut Tertular...
Iklan

Masyarakat Takut Tertular Covid-19, Paham Antivaksin Diyakini Bakal Berkurang

Masyarakat antivaksin akan cenderung lebih menerima keberadaan vaksin apabila kesehatan mereka benar-benar terasa terancam akibat pandemi.

Oleh
SATRIO PANGARSO WISANGGENI
· 4 menit baca
https://cdn-assetd.kompas.id/rsBEAwHrbJjNugThBTXtEMij1_s=/1024x730/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2020%2F08%2FWhatsApp-Image-2020-08-11-at-13.42.12_1597130082.jpeg
DOKUMENTASI KEMENTERIAN BUMN

Presiden Joko Widodo meninjau laboratorium Bio Farma, Bandung, Jawa Barat, Selasa (11/8/2020). Bio Farma kini dalam proses pengembangan dan pembuatan vaksin antivirus baru korona atau Covid-19.

JAKARTA, KOMPAS — Penerimaan masyarakat terhadap vaksin diyakini akan meningkat di tengah terjadinya sebuah pandemi, termasuk pada kelompok antivaksin. Namun, pemerintah diminta untuk tidak mengabaikan pentingnya penjelasan kepada publik yang jelas dan transparan mengenai vaksin.

Apabila terjadi pandemi, kelompok masyarakat yang memiliki kecenderungan menolak vaksin atau biasa disebut antivax akan bersikap lebih menerima dan terbuka. Sosiolog Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Jakarta, I’im Halimatusa’diyah pada Rabu (12/8/2020) meyakini hal ini karena faktor proximity; ancaman kesehatan lebih terasa dekat bagi mereka.

Baca juga: Ketidakpercayaan terhadap Vaksin Jadi Masalah Global

Hal ini sesuai dengan temuannya pada 2018 ketika ia menggelar survei untuk melihat persepsi masyarakat terhadap vaksin di tengah wabah difteri. Dalam survei daring dengan 526 responden tersebut, ditemukan bahwa, misalnya, ketika ada wabah cacar air, penerimaan terhadap vaksin akan meningkat dari 40 persen menjadi 67 persen.

https://cdn-assetd.kompas.id/4wvwlO0s7CZBe40LraHTRmhkPvo=/1024x544/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2020%2F08%2F766206a7-49a4-44f2-9b41-64efc0b4c571_jpg.jpg
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta/I’im Halimatusa'diyah

Perubahan persepsi masyarakat terhadap vaksin apabila sedang tidak terjadi wabah (kiri) dan sedang terjadi wabah (kanan).

Hasil yang sama terjadi dalam skenario terjadinya wabah difteri. Sikap masyarakat menjadi lebih terbuka dalam menerima vaksin difteri; dari 41 persen menjadi 71 persen.

I’im berpendapat, hal yang sama akan kembali terjadi di tengah pandemi Covid-19 yang terjadi global saat ini. Masyarakat yang mungkin antivaksin akan lebih terbuka terhadap keberadaan vaksin Covid-19.

Baca juga: Jangan Menunggu Vaksin Tersedia

”Saya memprediksi, penerimaan itu akan cukup tinggi untuk vaksin korona. Ini karena masyarakat takut tertular, sudah terasa dekat. Kalau kita khawatir tertular, itu yang membuat orang akan lebih memilih rasa aman,” kata I’im saat dihubungi dari Jakarta.

Lepas kelas sosial

I’im mengatakan, tidak ada hubungan signifikan antara kelas sosial ekonomi dan pendidikan dengan paham antivax. Akses informasi yang kecil pun tidak serta-merta membuat orang menjadi antivax.

Menurut I’im, ada dua faktor besar—di luar ketakutan terhadap jarum, misalnya—yang berkontribusi pada terpengaruhnya seseorang terhadap narasi antivaksin.

https://cdn-assetd.kompas.id/CxlMSjgnALr9MjQdDkKkntX1RSY=/1024x659/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2020%2F08%2F40f178e6-fb45-472b-8a12-0d571bac7079_jpg.jpg
TANGKAPAN LAYAR INSTAGRAM JRX

Tangkapan layar postingan dari Instagram Jerinx tertanggal 3 Agustus 2020.

Pertama, kecenderungan orang yang suka teori konspirasi. ”Misalnya, bagi orang yang menganggap korona itu adalah hasil konspirasi, tentu mereka akan menolak vaksin korona,” kata I’im.

Iklan

Kedua, kepedulian sosial yang rendah. Seperti yang diketahui, vaksin baru bisa sukses untuk memutus penularan suatu penyakit ketika sebagian besar populasi telah divaksinasi.

Apabila seseorang lebih mementingkan kebebasan individualnya dibandingkan dengan upaya bersama memutus penularan, dia akan lebih menolak vaksin. ”Kalau dia tidak memikirkan kepentingan bersama, dia akan menentang vaksinasi,” kata I’im.

Baca juga: Tantangan Kelompok Antivaksin di Masa Pandemi Covid-19

Kepatuhan masyarakat untuk mendapat vaksin memang menjadi hal yang penting dalam upaya pengendalian Covid-19 apabila kelak vaksin sudah selesai dikembangkan.

David Dowdy dan Gyspyamber D’Souza, epidemiolog Johns Hopkins University, mengatakan, pada setidaknya 70 persen populasi harus divaksinasi dan imun untuk dapat memutus rantai penularan. Hal ini yang disebut herd immunity melalui vaksin.

https://cdn-assetd.kompas.id/Dox1J0MHiENMjMnWxMKnS3i67KM=/1024x672/filters:watermark(https://cdn-content.kompas.id/umum/kompas_main_logo.png,-16p,-13p,0)/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2020%2F08%2F20200806TAM03_1597073882.jpg
KOMPAS/TATANG MULYANA SINAGA

Tim riset uji klinis calon vaksin Covid-19 menyimulasikan pemeriksaan tes cepat di gedung Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran, Kota Bandung, Jawa Barat, Kamis (6/8/2020). Uji klinis vaksin produksi Sinovac, China, akan dimulai, Selasa (11/8/2020).

Itu pun apabila mengasumsikan vaksin berefikasi tinggi. Direktur National Institute of Allergy and Infectious Diseases (NIAID) AS Anthony Fauci pada Juni lalu mengatakan, apabila efikasi vaksin hanya 70-75 persen dan hanya dua pertiga masyarakat yang mau menerima vaksin, kekebalan komunitas tidak akan tercapai. Covid-19 akan masih bisa menular di tengah masyarakat.

Pesan transparan

Untuk itu, menurut I’im, pemerintah perlu melakukan komunikasi mengenai vaksin yang dapat mendorong masyarakat lebih terbuka terhadap vaksin. Hal ini dapat diraih apabila pemerintah berkomunikasi secara terbuka.

”Kalau masyarakat percaya kepada pemerintahnya, mereka juga akan percaya bahwa vaksin ini bermanfaat bagi publik. Kalau tidak ada transparansi dari pemerintah, ya, tadi ini bisa dianggap konspirasilah atau pemerintah menutup-nutupi,” kata I’im.

Kalau masyarakat percaya kepada pemerintahnya, mereka juga akan percaya bahwa vaksin ini bermanfaat bagi publik. Kalau tidak ada transparansi dari pemerintah, ya, tadi ini bisa dianggap konspirasilah atau pemerintah menutup-nutupi.

Pendapat senada disampaikan oleh psikolog University of Illinois Urbana Champaign, Prof Dolores Albarracin. Menurut dia, jika pemerintah tidak memberikan pesan yang konsisten dan jelas terhadap pentingnya imunisasi, segala hoaks—segila apa pun—dapat berdampak.

Selain itu, Albarracin mengatakan, diskusi antara teman dan keluarga megenai vaksin dapat meningkatkan keterbukaan masyarakat terhadap vaksin dibandingkan dengan melalui pesan-pesan media sosial.

Baca juga: Unicef Serukan Penghentian Kampanye Antivaksin di Medsos

Temuan ini didapatkan analisis yang dilakukan Abarracin dan dua koleganya—Man-pui Sally Chan serta pengamat kebijakan publik University of Pennsylvania AS, Kathleen Hall Jamieson—terhadap 115.330 kicauan Twitter bersama data survei dari 3.005 responden orang dewasa di AS selama September 2018-Mei 2019 mengenai vaksin. Penelitian ini telah dipublikasikan di jurnal ternama Vaccine pada Senin (10/8/2020).

https://cdn-assetd.kompas.id/HxqPThZmSECKRyMqoo0qe9BNNAs=/1024x762/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2020%2F08%2F43ab6e5c-9e71-4c95-bc2b-4b783901ea89_jpg.jpg
king's college london/ipsos mori

Mereka yang menyatakan tidak bersedia untuk divaksin juga tergabung pada kelompok yang, antara lain, percaya masker itu buruk bagi kesehatan (37 persen), menilai Covid-19 dibesar-besarkan (36 persen), tidak percaya masker akan melindungi dari Covid-19 (34 persen), dan percaya bahwa pemerintah hanya ingin mengontrol melalui masker (34 persen).

Untuk itu, Albarracin meminta pemerintah untuk mendorong masyarakat berdiskusi langsung dengan teman dan keluarga untuk mempromosikan pentingnya vaksin.

”Pemerintah bisa mengajak masyarakat untuk saling berdiskusi mengenai vaksin. Tidak harus secara langsung menyuruh untuk menerima, tetapi setidaknya masyarakat harus memahami betapa pentingnya vaksin,” kata Albarracin.

Editor:
khaerudin
Bagikan
Logo Kompas
Logo iosLogo android
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 8062 6699
Layanan Pelanggan
Kompas Kring
+6221 2567 6000