Warga Kota Depok Minta Pemerintah Pusat dan Daerah Serius Tangani Lonjakan Kasus
›
Warga Kota Depok Minta...
Iklan
Warga Kota Depok Minta Pemerintah Pusat dan Daerah Serius Tangani Lonjakan Kasus
Dua minggu terakhir terjadi lonjakan kasus positif sehingga Kota Depok masuk 13 besar zona merah. Status itu bergeser ke zona oranye pada 3-9 Agustus. Namun, di Jawa Barat, penularan Covid-19 Depok tetap tertinggi.
Oleh
AGUIDO ADRI
·4 menit baca
DEPOK, KOMPAS — Pelonggaran aktivitas di masa pandemi Covid-19 mengakibatkan peningkatan kasus di Kota Depok masih terus terjadi. Warga berharap ada langkah serius dari pemerintah untuk menangani lonjakan kasus positif di Kota Depok.
Kota Depok kini kembali masuk zona oranye setelah sebelumnya sempat masuk 13 kabupaten/kota yang masuk atau mengalami perubahan status zona oranye (risiko penularan sedang) ke zona merah (risiko penularan tinggi) secara nasional pada rentang 27 Juli-2 Agustus 2020.
Wali Kota Depok Mohammad Idris mengatakan, dalam dua minggu terakhir terjadi lonjakan kasus positif sehingga masuk 13 besar zona merah. Namun, status zona merah itu kembali berubah ke zona oranye pada 3-9 Agustus.
”Peningkatan kasus konfirmasi positif di Jabodetabek dan Kota Depok khususnya dalam dua minggu terakhir karena peningkatan kasus banyak bersumber dari aktivitas perkantoran dan tempat kerja lainnya sehingga berpotensi terjadi penularan pada lingkungan keluarga di rumah. Hampir 60 persen warga Depok bersifat komuter dan saat ini pergerakan orang di wilayah Jabodetabek sudah cukup tinggi,” kata Idris, saat dikonfirmasi, Rabu (12/8/2020).
Meski sudah kembali masuk zona oranye, Kota Depok belum aman dari penularan Covid-19. Hingga kini, Kota Depok masih menjadi satu-satunya kota di Provinsi Jawa Barat dengan laporan kasus positif tertinggi, yaitu mencapai 1.456 kasus.
Terbaru, pelonggaran aktivitas di masa pandemi Covid-19 menyebabkan penambahan kasus positif, salah satunya di Mal Margo City. Idris mengatakan, satu pegawai supermarket Giant di Mal Margo City, Depok, Jawa Barat, terkonfirmasi positif Covid-19.
”Dinas Perdagangan dan Perindustrian Kota Depok sudah menginvestigasi temuan kasus positif di Giant Margo City. Dari investigasi, ada 75 karyawan kontak erat dengan karyawan positif itu. Saat ini, 75 karyawan tersebut isolasi mandiri dan menjalankan tes usap,” kata Idris.
Atas temuan kasus positif di pusat perbelanjaan, Idris meminta pihak manajemen Giant Margo City untuk melakukan tes cepat kepada semua pegawai. Selain itu, Idris meminta manajemen untuk proaktif melaporkan setiap perkembangan yang terjadi kepada Gugus Tugas Kota Depok agar dapat diambil langkah cepat dan tepat untuk keselamatan pengunjung serta pekerja.
”Kami akan mengawasi pelaksanaan protokol kesehatan secara ketat di Giant Margo City sampai dengan adanya kebijakan lebih lanjut yang akan diambil setelah diketahui hasil pemeriksaan tes usap,” ucap Idris.
Terkait kasus positif di Mal Margon City, Marketing Communication Manager Margo City Reza Ardiananda mengatakan, pada 26 Juli 2020, satu karyawan Giant tidak lolos pemeriksaan pengecekan suhu tubuh. Terhitung sejak hari itu, karyawan tersebut tidak diizinkan bekerja atau masuk ke area Mal Margo City dan diminta untuk isolasi mandiri sebagai bagian dari protokol pencegahan Covid-19.
”Karyawan yang bersangkutan berinisiatif melakukan tes usap dan hasilnya terindikasi positif Covid-19 pada 5 Agustus silam,” kata Reza.
Setelah mengetahui ada kasus positif, lanjut Reza, pihaknya menutup sementara tenant Giant dan melakukan pembersihan, dekontaminasi, serta disinfektan menyeluruh pada area toko, kantor, dan gudang.
Idris melanjutkan, untuk mengantisipasi penularan kasus melalui
penularan dari luar ataupun transmisi lokal, Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Kota Depok akan semakin mengintensifkan gerakan bermasker, menjaga jarak fisik, dan mencuci tangan melalui peran kecamatan dan kelurahan.
Pemkot Depok juga akan kembali mengoptimalkan peran Kampung Siaga Covid-19 (KSC) berbasis Rukun Warga (RW) dalam membantu upaya pencegahan penularan Covid-19, dengan rencana bantuan dana stimulan operasional KSC sebesar Rp 2 juta.
”Kami juga akan mengoptimalkan program pembatasan sosial kampung siaga (PSKS) dalam upaya memutus mata rantai penularan Covid-19 pada RW yang termasuk memiliki risiko penularan tinggi,” tutur Idris.
Minta perhatian serius
Mulyana Septa (42), warga Depok Jaya, Pancoran Mas, merasa aneh dengan perkembangan situasi penanganan Covid-19 di Kota Depok. Ia menilai tidak ada keseriusan dari pemerintah pusat dan pemerintah daerah dalam upaya antisipasi penularan yang terus meningkat.
”Kasus positif pertama kali muncul di Depok. Pemberitaan begitu heboh dan itu membuat warga cemas. Tapi, dari kasus pertama dan kasus kedua mereda, hingga saat ini ternyata tidak ada langkah besar atau kebijakan penanganan kesehatan dari pemerintah. Sampai akhirnya Depok saat ini jadi kota di Jawa Barat dengan kasus tertinggi. Depok jadi perhatian karena banyak kasus besar. Apa ini tidak juga jadi perhatian pemerintah untuk lakukan sesuatu,” kata Septa.
Wito Adrianto (38), warga Pondok Cina, Beji, menilai, pemerintah tidak hadir penuh untuk melindungi warga. Justru warga yang harus menghadapi sendiri situasi sulit di masa pandemi Covid-19. Keabaian pemerintah dalam penanganan pandemi Covid-19 juga berdampak pada keabaian warga menjalankan protokol kesehatan.
”Niat pemerintah untuk kembali menjalankan roda ekonomi tidak beriringan dengan menjalankan dan melindungi kesehatan kita (warga). Kan, saat ini kita yang tanggung sendiri konsekuensi pelonggaran PSBB. Tak patuh protokol kesehatan, kita yang disalahkan. Lha, pemerintah yang buat aturan, sudah menjalankan aturannya belum? Pemerintah sudah benar melindungi kita belum? Jangan apa-apa kita yang disalahkan,” kata Wito.