Agar bisa diedarkan secara luas di dunia, semua calon vaksin Covid-19 harus memenuhi syarat prakualifikasi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yang mencakup aspek mutu, keamanan, dan efikasi.
Oleh
ADHITYA RAMADHAN
·3 menit baca
GENEVA, RABU — Organisasi Kesehatan Dunia mengatakan bahwa setiap calon vaksin Covid-19 yang disetujui oleh WHO harus memenuhi aspek keselamatan yang jelas. Oleh karena itu, WHO akan meninjau vaksin Covid-19 yang telah disetujui pemakaiannya oleh Rusia.
”Kami menjalin kontak yang erat dengan otoritas kesehatan Rusia dan membahas kemungkinan prakualifikasi WHO atas vaksin ini,” kata juru bicara WHO, Tarik Jasarevic, Rabu (12/8/2020). ”Prakualifikasi vaksin apa pun harus mencakup peninjauan dan penilaian yang cermat atas semua data keamanan dan efikasinya,” kata Tarik.
”Setiap negara memiliki badan pengawasnya sendiri yang memberikan izin edar penggunaan vaksin atau obat-obatan di wilayahnya,” kata Tarik.
WHO sendiri melakukan proses prakualifikasi semua vaksin dan obat. Produsen harus memenuhi prakualifikasi WHO sebagai bukti akan kualitas. ”Untuk mendapatkannya, ada peninjauan dan penilaian semua data aspek keamanan dan efikasi yang diperoleh selama uji klinis. WHO akan melakukan ini terhadap semua calon vaksin,” kata Tarik.
Sebelumnya, Presiden Rusia Vladimir Putin mengumumkan bahwa Rusia menjadi negara pertama di dunia yang memberikan izin edar pada vaksin Covid-19 bernama Sputnik V yang dikembangkan oleh Gamaleya Research Institute bekerja sama dengan Kementerian Pertahanan Rusia.
Putin menyebut vaksin tersebut aman. Untuk meyakinkan publik, ia menyampaikan bahwa anak perempuannya telah mendapat vaksin tersebut.
Pejabat Pemerintah Rusia menyampaikan, mereka akan memberikan vaksin itu kepada petugas medis lalu guru pada akhir bulan Agustus ini atau awal September nanti secara sukarela. Vaksinasi yang lebih luas kepada warga Rusia rencananya dilakukan bulan Oktober.
Vaksin Sputnik V tersebut diberikan dalam dua dosis dan mengandung dua serotipe adenovirus yang masing-masing membawa antigen S virus korona yang akan memicu kekebalan tubuh.
Saat ini terdapat 168 calon vaksin Covid-19 di dunia. Dari jumlah itu, 28 di antaranya telah masuk dalam tahap uji klinis. Enam dari 28 calon vaksin Covid-19 itu sedang menjalani uji klinis tahap III. Calon vaksin Covid-19 yang dikembangkan oleh Gamaleya termasuk ke dalam 28 vaksin yang sedang diuji klinis tahap I.
Kirill Dmitriev, Kepala Dana Investasi Rusia yang mendanai proyek pengembangan vaksin Gamaleya, mengatakan, uji klinis tahap III akan dimulai Rabu ini. Harapannya, produksi massal sudah bisa dilakukan mulai bulan September dan sudah ada 20 negara yang memesan lebih dari 1 miliar dosis.
Pandemi Covid-19 telah memobilisasi dana dan penelitian untuk mendapatkan vaksin yang bisa mencegah miliaran orang di dunia tertular virus korona.
”Kami mendorong pengembangan vaksin Covid-19 dilakukan dengan cepat. Kami berharap beberapa calon vaksin akan terbukti aman dan efektif,” kata Tarik. Namun, ”mempercepat proses tidak berarti mengorbankan keamanannya”.
Diragukan
Di Berlin, Jerman, kepada koran grup RND, juru bicara Kementerian Jerman menyampaikan bahwa ”tidak ada data mutu, efikasi, dan keamanan dari vaksin buatan Rusia”. Keselamatan pasien harus menjadi prioritas tertinggi.
Bahkan, keinginan Rusia untuk menjadi negara pertama yang membuat vaksin Covid-19 tanpa adanya uji klinis yang luas disebut oleh banyak pakar imunologi dan penyakit menular sebagai langkah yang ”sembrono”. Para pakar belum menemukan data hasil uji klinis Sputnik V yang sudah dipublikasi di jurnal ilmiah.
Ayfer Ali, pakar penelitian obat di Warwick Business School, Inggris, mengatakan, persetujuan penggunaan vaksin yang supercepat bisa berarti bahwa potensi efek samping vaksin itu tidak diketahui. Ini bisa berdampak serius.
Francois Balloux, pakar dari Genetics Institute di University College London, menyebut Rusia ”sembrono dan mengambil keputusan yang bodoh”. Vaksinasi massal menggunakan vaksin yang belum diuji dengan benar adalah tidak etis.
”Masalah apa pun yang muncul dari kampanye vaksinasi Rusia akan menjadi bencana bagi kesehatan tetapi juga memperburuk sikap penerimaan masyarakat atas vaksinasi,” tutur Balloux. (AFP/REUTERS)