69 Persen Masyarakat Alami Masalah Psikologis akibat Covid-19
›
69 Persen Masyarakat Alami...
Iklan
69 Persen Masyarakat Alami Masalah Psikologis akibat Covid-19
Berbagai tekanan banyak dirasakan oleh masyarakat di tengah pandemi Covid-19. Mulai dari ketakutan akan kehilangan orang terdekat, rasa frustrasi dan bosan terus berada di rumah, hingga kekhawatiran kehilangan pekerjaan.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pandemi Covid-19 berdampak buruk pada kesehatan mental masyarakat. Setidaknya, sebanyak 69 persen orang mengeluhkan masalah psikologis selama masa pandemi ini. Tanpa intervensi yang tepat, masalah tersebut dapat mengancam produktivitas seseorang di masa depan.
Sekretaris Jenderal Asian Federation of Psychiatric Association Nova Riyanti Yusuf di Jakarta, Rabu (12/8/2020), mengatakan, pandemi Covid-19 tidak hanya berdampak pada kesehatan fisik seseorang, tetapi juga kesehatan mental. Beban depresi seseorang semakin meningkat, terutama terkait masalah sosial dan ekonomi.
”Berbagai tekanan banyak dirasakan oleh masyarakat di tengah pandemi Covid-19. Itu antara lain ketakutan akan kehilangan orang terdekat karena tertular Covid-19, rasa frustrasi dan bosan untuk terus berada di rumah, juga ketakutan kehilangan pekerjaan dengan situasi ekonomi saat ini,” kata Nova yang karib dengan sapaan Noriyu, akronim nama lengkapnya.
Berdasarkan swaperiksa yang dilakukan oleh Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia per 14 Mei 2020, sebanyak 69 orang dari 2.364 responden mengalami masalah psikologis di masa pandemi Covid-19. Dari jumlah itu, 68 persen mengalami kecemasan, 67 persen mengalami depresi, dan 77 persen mengalami trauma psikologis. Bahkan, sebanyak 49 persen berpikir akan kematian.
Noriyu menuturkan, upaya preventif terjadinya gangguan kesehatan jiwa di masyarakat harus semakin digalakkan. Hal ini juga termasuk pada strategi pelayanan dan intervensi pascapandemi berlangsung. Kesehatan jiwa belum menjadi prioritas pemerintah. Target pencegahan bunuh diri pun tidak masuk dalam cetak biru pencapaian target Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) di Indonesia.
Pengajar di Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, Lathifah Hanum, menambahkan, kesehatan jiwa pada anak sekolah, orangtua, dan guru juga rentan terganggu di masa pandemi Covid-19. Sistem pembelajaran jarak jauh membuat sebagian besar anak merasa bingung dan sulit untuk mengikuti pembelajaran. Persoalan ini semakin berat dialami oleh anak yang memiliki keterbatasan dalam mengakses internet.
Selain itu, tekanan psikologis juga dialami oleh orangtua. Banyak tuntutan yang harus dihadapi selama masa pandemi, seperti tuntutan pekerjaan rumah, mendampingi anak belajar, dan tuntutan pekerjaan kantor. Tidak sedikit pula orangtua yang mengalami konflik rumah tangga karena kesulitas finansial akibat pandemi.
”Berbagai persoalan ini harus disadari oleh masyarakat. Jika tekanan terlalu besar, sebaiknya segera mencari bantuan. Layanan konseling sudah banyak tersedia, baik dari pemerintah maupun organisasi masyarakat,” tutur Lathifah.
Direktur Pencegahan dan Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa dan Napza Kementerian Kesehatan Fidiansjah mengatakan, dukungan kesehatan jiwa dan psikososial terkait pandemi Covid-19 telah disediakan oleh pemerintah. Itu mulai dari penyediaan layanan spesialis di fasilitas pelayanan kesehatan di masyarakat sampai layanan konseling secara daring. Advokasi layanan dasar kesehatan jiwa juga terus digalakkan melalui berbagai media informasi.
”Sejumlah tenaga kesehatan di puskesmas memang belum semuanya terlatih untuk mendeteksi dini masalah kesehatan jiwa. Untuk mengatasi gap tersebut, layanan telekonseling serta layanan telepon bisa dimanfaatkan, antara lain lewat hotline 118 extension 8,” katanya.