Cara Anak Muda Hadapi Pandemi
Anak muda atau remaja memiliki pengalaman khusus ketika menghadapi pandemi Covid-19 ini. Sejumlah dampak pandemi Covid-19 banyak memengaruhi sekaligus menjadi tantangan bagi kaum muda.
Anak muda atau remaja memiliki pengalaman khusus ketika menghadapi pandemi Covid-19 ini. Sejumlah dampak pandemi Covid-19 banyak memengaruhi sekaligus menjadi tantangan bagi kaum muda.
Sebut saja soal kondisi ekonomi orangtua, perasaan bosan karena harus tinggal di rumah, khawatir tertinggal pelajaran, timbul perasaan tidak aman, merasa takut karena terkena penyakit, dan merindukan teman-teman adalah deretan kondisi yang dihadapi anak muda saat pandemi ini.
Namun, anak muda saat ini dituntut untuk bangkit dan tidak hanya mengasihani diri sendiri dengan berlaku sebagai korban. Anak muda diharapkan muncul menjadi pembawa ide, gagasan, dan agen perubahan.
Pandemi Covid-19 berdampak pada sebagian besar aktivitas masyarakat, termasuk pada kelompok terkecil, yaitu keluarga dan anak. Perubahan pada aktivitas sehari-hari bagi anak dan remaja selama pandemi ini tidak hanya berdampak pada aspek fisik mereka saja, tetapi juga pada aspek kesehatan jiwa karena perubahan-perubahan tersebut terjadi dalam waktu yang cukup cepat.
Pandemi ini juga dapat berdampak kepada aspek psikososial dari anak dan remaja, di antaranya adalah perasaan bosan karena harus tinggal di rumah, khawatir tertinggal pelajaran, timbul perasaan tidak aman, merasa takut karena terkena penyakit, merindukan teman-teman, dan khawatir tentang penghasilan orangtua.
University College London (UCL), Imperial College, dan University of Sussex (You Cope) dalam laporan bulan Juli 2020 menemukan perubahan dan masalah kesehatan mental yang dialami oleh sampel dari 1.507 responden, berusia 16-24 tahun, di Inggris yang mengisi kuesioner selama lockdown.
Hampir satu dari dua responden tanpa masalah kesehatan mental sebelumnya melaporkan gejala depresi tingkat tinggi dan satu dari tiga gejala kecemasan sedang hingga berat yang dilaporkan. Satu dari dua responden melaporkan makan berlebihan sebagai respons terhadap suasana hati mereka selama karantina wilayah.
Sekitar setengah dari peserta meminta bantuan jika diperlukan untuk masalah pribadi atau emosional dari pasangan, teman, atau orangtua, satu dari tiga responden akan meminta bantuan dari profesional kesehatan mental.
Survei terhadap 2.036 anak muda pada 6 Juni-5 Juli yang dilakukan oleh YoungMinds juga menunjukkan kemiripan. Sekitar 80 persen responden sepakat pandemi Covid-19 telah memperburuk kesehatan mental anak muda.
Bahkan, 87 persen merasa kesepian atau terisolasi meskipun banyak yang bisa tetap berhubungan dengan teman-temannya. Setidaknya 31 persen dari yang membutuhkan dukungan kesehatan mental sebelum krisis menyatakan tidak dapat mengakses dukungan meski masih membutuhkannya.
Remaja menghadapi transisi yang mengubah hidup, baik dalam hal menghadapi ujian maupun naik ke pendidikan lebih lanjut, universitas, atau pekerjaan. Mereka semakin rentan terhadap ketidakpastian yang disebabkan oleh pandemi. Remaja yang seharusnya menjadi lebih mandiri, nyatanya harus kembali menghabiskan seluruh waktu mereka dengan orangtua mereka di rumah.
Proses belajar di beberapa tingkatan yang harus dilakukan di rumah juga tidak berjalan mulus, seperti yang terjadi di Indonesia. Studi dari Wahana Visi Indonesia tentang Studi Penilaian Cepat Dampak Covid-19 dan Pengaruhnya terhadap Anak Indonesia menunjukkan faktor risiko dari masalah kesehatan jiwa pada anak dan remaja di masa pandemi.
Salah satu yang dikhawatirkan adalah meningkatnya tekanan psikososial. Bahkan, 47 persen merasa bosan tinggal di rumah dan 35 persen khawatir ketinggalan pelajaran, 34 persen merasa takut terkena Covid-19 walaupun sudah berada di rumah, 20 persen merindukan bertemu dengan teman-temannya, dan 10 persen merasa khawatir soal penghasilan orangtua.
Korban
Anak muda menjadi salah satu pihak yang menjadi korban akibat pandemi Covid-19. Banyak anak muda yang tidak cukup tanggap akan kondisi kesehatannya. Lebih parahnya, tidak mampu mendapatkan akses, memahami, bahkan menggunakan informasi untuk melindungi kesehatan dan kesejahteraan mereka. Terlebih jika harus mengunjungi tenaga kesehatan dan menghadapi alur rujukan sistem kesehatan yang rumit.
Literasi digital yang dimiliki anak muda tidak serta merta membuat mereka kritis terhadap informasi terkait kesehatan yang diterimanya. Sering kali informasi yang diperoleh tidak akurat, termasuk soal pandemi Covid-19. Akibatnya, mereka berpeluang mendapatkan informasi yang menyesatkan sehingga salah dalam menyikapi pandemi.
Belum lagi persoalan psikologis yang muncul akibat pandemi, seperti menurunnya semangat untuk menjalankan aktivitas, mudah marah, dan cepat kehilangan konsentrasi yang akan sangat berbahaya jika berlangsung berkepanjangan. Terlebih, resesi yang mengancam di depan mata semakin meningkatkan ketidakpastian masa depan 600 juta anak muda yang kemungkinan tidak akan dapat diserap pasar.
Agen Perubahan
Terlepas dari berbagai dampak Covid-19 pada kehidupan anak muda, banyak yang tidak pasrah menjadi korban, tetapi aktif menjadi agen perubahan. Walaupun yang dilakukan pengaruhnya tidak membawa dampak besar, tetap bermanfaat. Tantangan dalam krisis mendorong para pemuda untuk berfikir secara kreatif dan inovatif.
Bahkan, dalam kondisi kekurangan alat pelindung diri, para pemuda dari kalangan profesional dan mahasiswa bersedia menjadi sukarelawan membantu para tenaga medis di garda depan pandemi. Para pemuda juga turut membantu memerangi pandemi dengan berkontribusi lewat pengembangan tindakan penyelamatan jiwa, mendukung intervensi medis yang dapat diimplementasikan dan direplikasi dengan cepat, seperti menciptakan ventilator sederhana dan murah.
Selain mereka yang berada di sektor kesehatan, anak muda lainnya mengambil peran dalam bidang komunikasi, advokasi, kampanye cuci tangan, serta melawan hoaks dan stigma di komunitas mereka seperti yang dilakukan oleh Generasi Unlimited (Gen-U) dari sejumlah sekolah di Kota Surabaya, Jawa Timur.
Salah satunya yang dilakukan oleh Dek Didi, yang terpuruk dalam usaha pariwisata di Bali kemudian membuat aplikasi pasar daring (online market) Lapak Sayur Online yang menghubungkan langsung produsen sayur dengan konsumennya.
Anak muda juga dapat membantu mengurangi dampak dan konsekuensi dari krisis dalam jangka panjang lewat inisiatif yang kuat dan inklusif. Seperti yang dilakukan dalam koalisi Gerakan #GardaMudaBerantasCOVID19 dan Gerakan #patungaIDE oleh Perkumpulan Warga Muda.
Pilihan ada di tangan para pemuda, yang digadang-gadang sebagai generasi penerus bangsa. Namun, sekecil apa pun dampak dari inisiatif atau ide yang diberikan akan sangat berarti untuk mendorong bangkitnya bangsa dari keterpurukan akibat pandemi. (LITBANG KOMPAS)