Cerita Kepala Disdukcapil Kota Bekasi yang Tak Mudah Berjuang Sembuh dari Covid-19
›
Cerita Kepala Disdukcapil Kota...
Iklan
Cerita Kepala Disdukcapil Kota Bekasi yang Tak Mudah Berjuang Sembuh dari Covid-19
Mengabaikan protokol kesehatan berarti mempermudah virus korona baru penyebab Covid-19 masuk ke tubuh. Padahal, berjuang untuk sembuh dari Covid-19 sangat tak mudah.
Oleh
STEFANUS ATO
·4 menit baca
Meremehkan ancaman virus korona baru penyebab Covid-19 berarti mempertaruhkan keselamatan nyawa. Mereka yang berhasil sembuh dari Covid-19 meski dengan gejala ringan pun butuh perjuangan yang tak mudah. Kekuatan mental, berpikir positif, dan dukungan orang-orang sekitar jadi kunci utama menang melawan Covid-19.
Kepala Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Bekasi Taufiq R Hidayat merupakan salah satu dari belasan aparatur sipil negara Kota Bekasi yang dinyatakan positif Covid-19 pada pertengahan Juli 2020. Ia membutuhkan waktu sekitar 10 hari berjuang mengalahkan ancaman Covid-19. Kekuatan mental dan berpikir positif demi menjaga daya tahan tubuh tetap stabil jadi kunci penting untuk mengusir Covid-19 dari tubuh.
Taufiq dinyatakan terinfeksi Covid-19 pada 15 Juli 2020 setelah menjalani tes usap tenggorokan pada 13 Juli 2020. Ia memutuskan menjalani tes usap setelah mengalami gejala hidung tersumbat, batuk, pilek, sakit kepala, dan rasa pusing. Gejala yang dideritanya berbeda dengan sakit kepala pada umumnya sebab ada rasa nyeri seperti ditusuk benda tajam di bagian kulit kepala.
”Pertama kali dinyatakan Covid-19 itu shock, tetapi saya sudah mempersiapkan diri tiga hari sebelum dinyatakan positif. Saya sudah isolasi diri karena merasakan gejala-gejala yang aneh dalam tubuh saya," katanya di Kota Bekasi, Rabu (12/8/2020).
Ia pun kemudian menjalin komunikasi dengan tim dokter Rumah Sakit Umum Daerah Kota Bekasi dan bersepakat menjalani perawatan dengan cara isolasi mandiri. Selama menjalani isolasi di kediamannya, berbagai gejala bergantian ia alami hingga kembali dinyatakan negatif Covid-19.
Berbagai gejala itu mulai dari kondisi tubuhnya yang berubah menjadi lebih hangat saat pertama kali diumumkan positif. Situasi itu kemudian berubah lagi pada hari berikutnya, yakni tubuhnya menjadi dingin.
”Badan saya dingin, tetapi begitu diukur, suhu tinggi, 39 derajat celsius. Saya kemudian dikasih obat oleh tim dokter dan suhu tubuh mulai perlahan normal meski masih naik turun,” ujarnya.
Terbebas dari gejala tubuh yang dingin, Taufiq kembali merasakan gejala nyeri tulang dan diare. Pada saat yang bersamaan, indra pengecapnya pun berubah. Semua makanan yang dikonsumsi tak berasa selain rasa pahit.
Kondisi itu menyebabkan berat badannya turun 4 kilogram dari berat badan normal. Semua gejala itu kemudian perlahan hilang saat dinyatakan negatif Covid-19 pertama saat menjalani tes usap pada 23 Juli 2020.
”Satu hal yang saya syukuri, saya tidak merasakan gejala sesak napas. Hal yang paling fatal itu sesak napas, makanya tim dokter selalu berpesan untuk berpikir positif agar imun tetap kuat. Saya cepat pulih itu juga tidak terlepas dari kekuatan mental,” ujarnya.
Bagi Taufiq, saat dinyatakan positif Covid-19, ia memulai perang melawan musuh yang sudah ada di dalam tubuhnya. Tak ada cara lain untuk segera bebas dari ancaman Covid-19, selain terus berupaya berpikir positif, patuh mengonsumsi obat-obat yang diberikan dokter, serta rutin mengonsumsi minuman herbal.
”Ketika sudah dinyatakan positif, kita tidak bisa menghindar. Saya hanya ikuti protokol (isolasi mandiri), minum obat dari dokter, dan rutin berjemur diri,” katanya.
Ketika sudah dinyatakan positif, kita tidak bisa menghindar. Saya hanya ikuti protokol (isolasi mandiri), minum obat dari dokter, dan rutin berjemur diri.
Proses sembuh dari Covid-19 hingga masa pemulihan melalui isolasi mandiri ia jalani selama 21 hari. Beraktivitas dengan mengurung diri sendiri di rumah tak mudah sebab dapat memicu stres. Situasi ini, jika dibiarkan berlarut-larut, akan memengaruhi daya tahan tubuh.
”Jadi, selain berdoa, saya selalu cari aktivitas yang bisa buat senang, mulai dari nonton televisi sampai Youtube. Video-video tentang makanan juga banyak saya tonton untuk menggugah selera makan karena, walaupun mulut saya pahit, saya harus tetap makan,” katanya.
Ia selama menjalani isolasi mandiri pun tak ada warga sekitar yang mengetahui bahwa dirinya positif Covid-19. Hanya pihak-pihak dalam lingkaran Satuan Tugas Covid-19 Kota Bekasi yang mengetahui penyakit yang sedang dideritanya. Hal ini ia lakukan untuk menghindari stigma masyarakat yang menganggap Covid-19 sebagai aib dan dapat berdampak ke psikis.
”Stigma ini harusnya jangan diperbesar di masyarakat, tetapi saling dukung. Kalau ada yang isolasi mandiri, masyarakat harusnya membangun kepedulian,” ucapnya.
Tak melihat strata
Taufiq bersyukur dapat memenangi pertarungan melawan Covid-19 yang ada dalam tubuhnya. Hal ini tidak terlepas dari kepatuhan menjalani isolasi mandiri, rutin mengikuti saran dokter dengan mengonsumsi berbagai jenis obat, rajin berjemur, dan selalu berpikir positif.
”Ini bukan bohong, ini nyata. Barangnya kita tidak tahu, di mana adanya dan saya tidak pernah tahu terpapar dari mana dan kena dari siapa,” katanya.
Ia pun meminta masyarakat Kota Bekasi dan masyarakat Indonesia pada umumnya untuk tidak menganggap remeh virus tersebut. Sebab, meski gejala yang dia alami termasuk gelaja ringan, pengalaman jadi penyintas Covid-19 sangat menyiksa.
”Tolong masyarakat jangan menganggap remeh virus ini. Dia tidak melihat strata, siapa saja bisa kena. Perjuangan untuk sembuh dari Covid-19 juga tidak mudah,” ujarnya.
Kisah para penyintas Covid-19 berjuang untuk sembuh dari Covid-19 dilakukan melalui proses yang tak mudah. Ketika tubuh sudah terinfeksi Covid-19, perang melawan Covid-19 bukan lagi soal menjaga jarak, pakai masker, atau rajin mencuci tangan, melainkan kemampuan daya tahan tubuh.