Oknum jaksa Pinangki ditengarai menerima 500.000 dollar AS dari Joko S Tjandra. Imbalan lebih besar, mencapai 10 juta dollar AS, diduga dijanjikan pula untuk Pinangki.
Oleh
Norbertus Arya Dwiangga Martiar/Nikolaus Harbowo
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Oknum jaksa Pinangki Sirna Malasari yang ditahan Kejaksaan Agung disebut sebagai tokoh kunci dalam kasus Joko Soegiarto Tjandra. Ia ditengarai sebagai orang yang mendesain rencana agar Joko lepas dari jerat hukum kasus pengalihan hak tagih utang Bank Bali tahun 2009.
Adapun uang sebesar 500.000 dollar AS yang diduga telah diterimanya dari Joko ditengarai hanya sebagian kecil dari imbalan yang jauh lebih besar jika Joko berhasil lepas dari jerat hukum.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung (Kejagung) Hari Setiyono, Rabu (12/8/2020), mengatakan, Pinangki ditangkap dan ditahan pada Selasa (11/8/2020) malam. Penangkapan itu dilakukan setelah penyidik menetapkannya sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi terkait Joko Tjandra. Dugaan pidana yang terjadi, yaitu penerimaan hadiah atau janji.
”Dugaannya sekitar 500.000 dollar AS (sekitar Rp 7 miliar),” katanya.
Selanjutnya, penyidik akan terus mengembangkan kasus itu. Selain menelusuri kemungkinan keterlibatan pihak lain, juga aliran dananya.
Pinangki sebelumnya dilaporkan Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) ke Komisi Kejaksaan (Komjak). Pelaporan itu berdasarkan dua foto yang diperoleh MAKI yang menunjukkan pertemuan Pinangki dan Joko Tjandra saat masih buron. Pertemuan terjadi pada 12 dan 25 November 2019 di Kuala Lumpur, Malaysia. Di salah satu foto terlihat pula Anita Kolopaking, kuasa hukum Joko.
Berbekal laporan itu, Jaksa Agung Muda Bidang Pengawasan memeriksa Pinangki. Ia lantas dicopot dari jabatannya karena diketahui sembilan kali pergi ke luar negeri tanpa izin pimpinan. Adapun dugaan korupsi oleh Pinangki ditangani Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus.
Imbalan lebih besar
Berdasarkan informasi yang diperoleh Kompas, Pinangki diduga dijanjikan oleh Joko imbalan sebesar 10 juta dollar AS atau sekitar Rp 145 miliar untuk membereskan persoalan hukum kasus pengalihan hak tagih utang Bank Bali yang menjerat Joko tahun 2009.
Imbalan ini disamarkan dalam bentuk pembelian aset pembangkit listrik milik salah satu pengusaha yang ditawarkan Pinangki kepada Joko.
Selain itu, Pinangki diduga menerima uang tunai 500.000 dollar AS untuk menjalankan rencana yang telah disusun. Dari jumlah tersebut, diduga ada 50.000 dollar AS (sekitar Rp 730 juta) yang dialirkan kepada Anita. Pinangki pun ditengarai berperan mengenalkan Joko dan Anita. Pinangki dan Anita merupakan teman kuliah pada 2009.
Kuasa hukum Joko Tjandra, Otto Hasibuan, mengatakan, kliennya belum pernah cerita soal adanya aliran dana kepada Pinangki atau pihak lain. Soal Pinangki pun Joko belum pernah cerita. ”Besok (hari ini) saya rencananya ketemu beliau. Besok saya coba tanyakan,” ujarnya.
Andi Putra Kusuma, kuasa hukum Anita, juga perlu menanyakannya kepada Anita. Sejauh yang dia tahu, hanya ada kontrak kerja untuk Anita mengurus peninjauan kembali (PK) kasus Joko. Nilai kontrak yang diajukan 200.000 dollar AS. Namun, dia tidak tahu apakah uang itu sudah dicairkan atau belum.
Anita telah ditahan dan ditetapkan penyidik Bareskrim Polri sebagai tersangka dalam kasus surat jalan untuk Joko Tjandra. Ia menjadi tersangka bersama Brigadir Jenderal (Pol) Prasetijo Utomo yang menerbitkan surat itu.
Ketua Komjak Barita Simanjuntak menilai tepat jika Pinangki ditetapkan sebagai tersangka. Berdasarkan informasi yang diperoleh dan telaahannya atas kasus yang menyeret Pinangki, oknum jaksa itu punya peran signifikan dan strategis dalam membantu Joko lepas dari jerat hukum kasus tahun 2009. Bahkan, ia menyebut Pinangki sebagai tokoh kunci.
”Kalau Anita perannya pelaksana lapangan, tetapi oknum P ini desainernya,” ujarnya.
Ia menduga Pinangki mendapatkan peran signifikan itu karena Joko melihatnya punya jaringan kuat di kalangan penegak hukum. ”Sebab, tidak mudah untuk bisa bertemu Joko Tjandra, kecuali Joko yakin betul Pinangki punya akses ke mana-mana. Itu yang memberi garansi bahwa dia (Joko) mau menerima Pinangki,” katanya.
Barita berharap pengusutan kasus tersebut tak berhenti pada Pinangki. Sebab, ia yakin Pinangki tak bekerja sendiri.
Untuk itu, ia berharap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terlibat.
”Dengan kasus disupervisi KPK, akan menjadi cara paling cepat agar kasus ini tidak berhenti di operatornya saja. Jadi, tidak ada ewuh pakewuh atau sungkan karena kasus ini tidak bisa hanya dilihat bahwa Pinangki bekerja sendiri,” ujar Barita.
Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Kurnia Ramadhana, mendorong hal yang sama. ”Jika kualitas penanganan perkara dan waktu penanganannya panjang, KPK perlu ambil alih karena bisa diduga kejaksaan melindungi rekan sejawatnya,” katanya.