Sinergi Penelitian Perguruan Tinggi-Industri Jawab Kebutuhan Pasar
›
Sinergi Penelitian Perguruan...
Iklan
Sinergi Penelitian Perguruan Tinggi-Industri Jawab Kebutuhan Pasar
Perguruan tinggi dan industri diharapkan meningkatkan sinergi penelitian. Dengan demikian, keduanya bisa menghasilkan produk bermanfaat bagi pasar.
Oleh
Mediana
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan berencana mengeluarkan skema dana pendamping dan dana kompetitif untuk mendukung kolaborasi riset perguruan tinggi dengan industri. Skema bantuan pembiayaan direalisasikan pada periode 2020-2021.
Sekretaris Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kemendikbud Paristiyanti Nurwardani menyampaikan hal itu di sela-sela penandatanganan nota kesepahaman Ditjen Pendidikan Tinggi dengan Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi), Rabu (12/8/2020), di Jakarta.
Dana pendamping atau matching fund merupakan bantuan dana yang diberikan oleh salah satu pihak untuk melengkapi atau memperkuat sebuah program. Sementara dana kompetitif (competitive fund) berdasarkan proses pemilihan proposal riset yang sudah dievaluasi dari peninjau. Pendanaan didasarkan pada manfaat aplikasi.
Menurut Paristiyanti, Mendikbud Nadiem Anwar Makarim telah berkoordinasi dengan Kementerian Keuangan untuk membahasnya. Skema tersebut dipastikan di luar dana operasional.
Penelitian semestinya bukan sebatas karena memenuhi tugas dan fungsi.
”Penelitian semestinya bukan sebatas karena memenuhi tugas dan fungsi (dosen). Amanah tridarma perguruan tinggi adalah penelitian dan pengembangan yang bermanfaat bagi masyarakat. Pendekatan riset bisa sesuai kebutuhan pasar dan industri yang sedang berkembang,” ujarnya.
Selama enam bulan terakhir sejak pandemi Covid-19 melanda, sivitas akademika tampak aktif meneliti dan melahirkan produk. Tercatat ada sekitar 1.300 produk inovasi dihasilkan.
Sekretaris Jenderal Badan Pengurus Pusat (BPP) Hipmi Bagas Adhadirga memandang pentingnya triple helix atau sinergi pemerintah, industri, dan perguruan tinggi untuk memajukan produk dalam negeri. Dia berharap, birokrasi di kampus disederhanakan sehingga memudahkan pelaku industri menjual produk hasil penelitian dan pengembangan perguruan tinggi.
Dia mencontohkan, di bidang kesehatan, hampir 95 persen produk yang beredar di dalam negeri berasal dari impor. ”Industri selalu mengalami perubahan zaman sehingga membutuhkan inovasi. Inovasi bisa diperoleh melalui riset bersama perguruan tinggi. Ada banyak turunan pembahasan dari kerja sama riset itu, misalnya ongkos proses dan hak paten hasil penelitian,” kata Bagas.
Dia menyampaikan, jumlah wirausaha di Indonesia saat ini baru berkisar 5 persen dari total penduduk. BPP HIPMI berharap, persentase wirausaha dapat meningkat hingga 15 persen dari total penduduk pada 2045. Harapan ini bisa terwujud dengan mengajak mahasiswa memiliki mempunyai kemampuan wirausaha.
Ketua Bidang X Bagian Pendidikan, Riset, Sosial, Pemuda, dan Olahraga BPP Hipmi Harmen Saputra memandang hasil penelitian antara perguruan tinggi dan industri sering kali belum selaras. Sejumlah hasil penelitian perguruan tinggi tidak sampai industri atau sebaliknya. Maka, keduanya butuh bersinergi.
Tujuan pendidikan
Wakil Rektor untuk Program Inovatif Universitas Katolik Soegijapranata Yohanes Budi Widianarko, saat dihubungi terpisah, mengatakan, penelitian yang dilakukan oleh perguruan tinggi tidak semuanya bersifat menghasilkan produk. Ada penelitian yang diperuntukkan pendidikan.
Dia memandang, idealnya memang semua penelitian sivitas akademika bisa menjadi produk yang berguna bagi industri ataupun pasar. Kondisi ideal seperti itu menuntut pengembangan perguruan tinggi yang sejak awal misinya adalah riset.
Meski demikian, setiap perguruan tinggi mempunyai basis riset. Ada jajaran rektorat yang berperan di bidang kerja sama menjalin kolaborasi keluar, termasuk dengan pelaku industri. ”Pernikahan industri dengan perguruan tinggi tidak bisa dipaksakan. Keduanya harus duduk bersama dan mau berbagi risiko. Saling percaya. Apabila dikaitkan dengan konteks riset, berbagi risiko artinya keduanya menyepakati konsekuensi yang harus ditanggung apabila penelitian gagal,” ujarnya.
Yohanes mengakui, urusan pendanaan penelitian selalu menjadi isu. Agar hasil penelitian produk sesuai dengan kebutuhan dunia usaha dan industri, maka pemerintah mendistribusikan dana bantuan kepada mereka. Setelah itu, pelaku usaha dan industri menggandeng perguruan tinggi. Konsekuensinya pendekatan seperti ini adalah membuka kompetisi antarperguruan tinggi.
Selain itu, kata Yohanes, masih terdapat kendala mekanisme kucuran dana bantuan penelitian dari pemerintah. Dia menilai, teknis pendistribusiannya sering kali belum ramah dengan tahapan riset.