17 Hektar Cagar Alam Wae Wu\'ul di Manggarai Barat Terbakar
›
17 Hektar Cagar Alam Wae...
Iklan
17 Hektar Cagar Alam Wae Wu\'ul di Manggarai Barat Terbakar
Kebakaran kembali terjadi di Manggarai Barat, kali ini terjadi di lokasi Cagar Alam Wae Wu’ul Kecamatan Komodo. Hutan savana cagar alam seluas 17 hektar terbakar dan tidak ada korban jiwa
Oleh
Kornelis Kewa Ama
·4 menit baca
LABUAN BAJO, KOMPAS - Kebakaran kembali terjadi di Manggarai Barat, kali ini terjadi di lokasi Cagar Alam Wae Wu’ul Kecamatan Komodo. Hutan savana cagar alam seluas 17 hektar terbakar. Tidak ada korban jiwa dalam peristiwa ini. Selam bulan Juli 2020 terdapat 251 titik panas di NTT.
Kepala Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Nusa Tenggara Timur (NTT) Timbul Batubara dalam siaran pers yang diterima Kompas di Kupang, Jumat (14/8/2020) malam menyebutkan, tim BKSDA NTT masih melakukan mapping up dan pemetaan, perhitungan luas kebakaran, dan menghimpun informasi dari masyarakat atas kebakaran itu.
“Perhitungan sementara luas kebakaran hutan savana cagar alam Wae Wu’ul di Kecamatan Komodo Kabupaten Manggarai Barat sekitar 17 hektar termasuk seluruh vegetasi yang ada di dalam lokasi itu. Kebakaran terjadi pada Kamis, 13 Agustus malam hari sekitar pukul 20.30 Wita. Sumber api sampai hari ini belum diketahui,”kata Timbul.
Kebakaran terjadi di dua titik, yakni satu titik berada di luar kawasan Cagar Alam Wae Wu’ul dan satu titik lagi di dalam kawasan cagar alam. Luas cagar alam Wae Wu’ul sekitar 3.000 hektar terdapat di kecamatan Komodo. Ini merupakan habitat satwa liar seperti rusa, babi, dan kuda liar.
Perhitungan sementara luas kebakaran hutan savana cagar alam Wae Wu’ul di Kecamatan Komodo Kabupaten Manggarai Barat sekitar 17 hektar termasuk seluruh vegetasi yang ada di dalam lokasi itu (Timbul Batubara)
Menurut Timbul, ketika mendengar informasi terjadi kebakaran di cagar alam itu, ia langsung memerintahkan kepala resort Wae Wu’ul, kepala seksi wilayah III, dan kepala bidang BKSDA wilayah III untuk segera ke lokasi, melakukan upaya pemadaman. Tim ini membutuhkan waktu dua jam untuk sampai di titik lokasi kejadian. Lokasi titik api berada di perbukitan sehingga menyulitkan proses pemadaman.
Setelah dengan susah payah mencapai titik api, tim menemukan api hampir padam karena tidak ada lagi rumput savana, kecuali hamparan batu-batuan. Tim langsung melakukan mapping up, dan memastikan api telah padam karena saat itu suasana masih dalam keadaan gelap, malam.
Sementara itu Kepala Polres Manggarai Barat Ajun Komisaris Besar Polisi Bambang Hari Wibowo mengatakan, begitu mendengar informasi ada kebakaran di dalam kawasan cagar alam Wae Wu’ul, tim gabungan yang terdiri dari Polres Manggarai Barat, Brigade Mobil Detasemen Subden 4 Detasemen Pelopor, Satuan Direktorat Polairud Polda NTT, dan Polhut Balai TN Komodo langsung menuju tempat kejadian.
Mereka melakukan pemadaman di dua lokasi berbeda, di Wingkol Desa Warloka Kecamatan Komodo. Kawasan ini merupakan salah satu titik destinasi wisata alam di Manggarai Barat.
“Tim ini menuju ke lokasi kejadian melalui laut, dan butuh waktu satu setengah jam perjalanan. Saat tiba di lokasi kejadian, pukul 00.30 Wita, kondisi api hampir padam. Api yang masih tersisa langsung dipadamkan tim. Setelah api benar-benar padam, tim kembali ke Labuan Bajo pada hari Jumat pukul 03.00 Wita,”katanya.
Ia mengatakan, belum diketahui penyebab kebakaran. Tetapi di tengah puncak kemarau seperti sekarang, jika ada yang iseng membuang puntung rokok, api dengan mudah menyebar. Sebagian besar kawasan cagar alam, hanya berupa padang savana.
Polisi akan melakukan penyelidikan di lapangan, terutama mencari informasi melalui pemilik hak ulayat setempat. Informasi dari masyarakat sangat penting untuk dipelajari dan diidentifikasi. Tidak ada korban jiwa dalam kejadian itu.
Titik panas
Kepala Badan Metereologi Klimatologi dan Geofisika Stasiun Metereologi El Tari Kupang, Agung Sudiono mengatakan, selama Juli 2020 terdapat 251 titik panas di 21 kabupaten di Nusa Tenggara Timur (NTT). Tidak semua titik panas terpantau sateli. Satelit memotret permukaan bumi tergantung dari kapan satelit itu melintas di wilayah yang dipotret. Pada saat pemotretan itu titik panas akan terpantau jika terjadi kebakaran. Tetapi saat terjadi kebakaran, satelit tidak memotret makan titik panas tidak terpantau.
“Jumlah titik panas bukan merupakan jumlah kebakaran di lapangan. Beberapa kejadian kebakaran dalam radius 500 meter dapat saja terdeteksi sebagai satu titik panas. Atau sebaliknya, satu kebakaran kecil tetapi suhu sangat panas, dapat dideteksi lebih dari satu titik panas,”kata Sudiono.
Ia mengatakan, BMKG memiliki kewajiban membagikan setiap informasi tentang cuaca laut, iklim, gempa bumi, dan titik panas kepada masyarakat termasuk stakeholders seperti Pemda untuk ditindaklanjuti. Lebih dari itu bukan kewenangan BMKG.
Direktur Yayasan “Tukelakang” NTT Marianus Minggo mengatakan, masalah hutan di NTT bukan persoalan serius Pemda. Pemda lebih fokus pada pariwisata, tetapi mengabaikan masalah lingkungan, sementara pariwisata memiliki korelasi dengan keindahan alam atau lingkungan sekitar.
Ia mengatakan, jumlah 251 titik api selama bulan Juli 2020, itu sangat memprihatinkan. Daerah NTT terkenal dengan kekeringan yang berdampak pada gagal panen dan rawan pangan, tetapi masalah kebakaran hutan dianggap lumrah oleh Pemda, hanya karena alasan untuk mendapatkan pakan ternak di musim kemarau dan persiapan pembukaan lahan baru.
“Jika satu titik panas memiliki luasan sekitar 100 hektar lahan terbakar, maka ada 25.100 hektar lahan terbakar. Lahan 25.100 ha yang terbakar itu, bagi wilayah seperti NTT sangat luas dan berdampak paling buruk bagi seluruh ekosistem setempat. Tentu fauna dan flora endemic NTT ikut terganggu. Jumlah ini belum termasuk kebakaran pada bulan Juni dan Agustus 2020,” kata Marianus.