Di Tengah Pandemi, Ruang Gerak Dunia Baru Perkuliahan Makin Terbatas
›
Di Tengah Pandemi, Ruang Gerak...
Iklan
Di Tengah Pandemi, Ruang Gerak Dunia Baru Perkuliahan Makin Terbatas
Mahasiswa baru baik di perguruan tinggi negeri maupun swasta merasa cemas menghadapi perkuliahan pertama mereka di tahun akademik 2020/2021. Kecemasan utama mereka terletak pada keterbatasan ruang gerak membangun relasi.
Oleh
Mediana
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pelaksanaan pembelajaran tahun akademik 2020/2021 dipastikan tetap menggunakan metode daring. Bagi mahasiswa baru, perkuliahan dalam suasana pandemi Covid-19 membatasi ruang adaptasi dan upaya mereka untuk membangun relasi sosial baru.
Jessenia Sarah yang baru saja diterima di Fakultas Ekonomi Bisnis Universitas Gadjah Mada Yogyakarta mengatakan, jadwal masa orientasi mundur membuatnya punya waktu lebih panjang mempersiapkan mental dan gawai untuk kuliah daring.
Dia diterima di fakultas ini melalui jalur kelas internasional atau IUP. Jessenia mengikuti bimbingan belajar di Yogyakarta selama dua minggu pada Desember 2019. Pada saat itu, dia sekaligus sudah mulai mencari tahu suasana Yogyakarta sembari mencari kos.
”Setelah diterima Maret 2020, saya dan teman-teman sempat memesan kos, bayar uang muka, tetapi belum memasukkan barang. Memilih Yogyakarta karena ingin mencari suasana dan lingkungan baru,” katanya saat dihubungi Kamis (13/8/2020), di Jakarta.
Pengalaman pembelajaran jarak jauh (PJJ) daring di masa akhir kelas tiga SMA sangat membantu dia punya gambaran kuliah daring, dari mulai mengakses Zoom, pentingnya pengumpulan tugas tepat waktu, sampai manajemen waktu yang benar-benar harus diatur sendiri. Dia mengaku khawatir menghadapi dunia baru, apalagi pandemi membuatnya tak bisa mengenal langsung teman-teman baru.
Pihak kampus sejauh ini sudah mengumumkan akan ada masa orientasi secara daring. Group percakapan di aplikasi pesan instan sudah dibuat.
”Jadi lebih ke diri sendiri yang harus mencari celah untuk bersosialisasi di luar lingkungan pembelajaran. Misalnya, mengadakan malam keakraban via Zoom,” ujar Jessenia, alumnus salah satu SMA swasta di Jakarta.
Lain cerita dengan Odilia Sonya yang sejak lama mengidamkan bisa kuliah ke luar negeri. Saat ini, dia telah tercatat sebagai mahasiswa baru di Tokyo International University. Tokyo International University dipilih karena para mahasiswanya berasal dari mancanegara. Dia berharap bisa mendapatkan ilmu sekaligus bisa menambah wawasan budaya baru.
Dia mendaftar pada Januari 2020. Sejumlah dokumen persyaratan harus dia penuhi. Hal yang membuatnya sempat tegang adalah menerjemahkan isi dokumen dan wawancara dengan pihak Tokyo International University. Dia pun bekerja keras untuk mendapatkan beasiswa.
”Waktu itu ada interview juga dengan orang Tokyo International University-nya yang membuatku cukup deg-degan karena salah satu orang yang mewawancara adalah asli Jepang,” katanya.
Odilia mengatakan, dirinya lebih suka pembelajaran tatap muka di kelas. Apabila mengikuti pembelajaran metode daring, dia terkadang susah fokus. Akan tetapi, karena pandemi Covid-19, sebagai mahasiswa dia tidak bisa berbuat apa-apa selain mencoba menyesuaikan diri sebaik mungkin.
Beberapa bulan terakhir sebelum kelulusan SMA, dia sempat mengalami PJJ daring yang pada awalnya sangat tidak nyaman meski perlahan-lahan mulai bisa menikmatinya. Dia juga belajar disiplin waktu dan berkomitmen terus belajar.
Khawatir sekali dengan sosialisasi teman-teman baru. Bagaimanapun juga sosialisasi lewat internet jauh berbeda dibandingkan ketika bertemu langsung. (Odilia Sonya)
”Khawatir sekali dengan sosialisasi teman-teman baru. Bagaimanapun juga sosialisasi lewat internet jauh berbeda dibandingkan ketika bertemu langsung. Saya juga sekarang baru sempat kenalan sama teman-teman dari Indonesia karena baru mulai orientasi satu kampus pekan depan,” katanya.
Adrist, siswa asal Jakarta dan sudah diterima sebagai mahasiswa baru di Fakultas Hukum Universitas Indonesia (UI), menyampaikan, dia mempersiapkan kebutuhan PJJ daring, seperti komputer jinjing dan kuota internet. Hal yang tak kalah penting disiapkan adalah mental.
Adaptasi masa dari SMA ke kuliah berbeda. Kuliah akan membuatnya bertemu dengan lingkungan benar-benar baru.
”Karena pandemi Covid-19, ruang gerak saya buat beradaptasi dunia baru perkuliahan menjadi terbatas,” katanya.
Adrist mengaku memang bercita-cita masuk fakultas hukum. Sejak duduk di bangku kelas X SMA, dia sudah memasang target bisa masuk kampus yang memiliki fakultas hukumnya bagus. Setelah mencari informasi ke sana-kemari, dia memutuskan mendaftar seleksi di perguruan tinggi negeri.
Masih terus menyempurnakan
Ketua Majelis Rektor Perguruan Tinggi Negeri Indonesia (MRPTNI) Jamal Wiwoho saat dihubungi terpisah memandang keberhasilan PJJ metode daring ditentukan oleh infrastruktur akses jaringan, kuota internet, dan daya beli paket data. Ketiganya merupakan kebutuhan primer.
Faktor berikutnya adalah kebijakan pemerintah, substansi konten, model metode, kultur, dan sumber dana. Dia mengakui realitasnya masing-masing perguruan tinggi masih terus menyempurnakan proses uji coba PJJ.
”Belum punya satu roadmap yang sama,” ujarnya.
Terlepas dari itu semua, keselamatan dan kesehatan sivitas akademika adalah nomor satu. Membuka perkuliahan tatap muka di kampus di tengah pandemi Covid-19 yang belum usai akan sangat berisiko.
Dia mengakui kuatnya budaya komunal di Indonesia. Karena itu, apabila dosen hanya memberikan bahan ajar dan tugas serta tidak hadir berinteraksi langsung, dosen bersangkutan kadang dianggap malas.
Menurut Jamal, bukan hanya mahasiswa yang gelisah akibat PJJ daring, melainkan juga dosen. Dosen yang biasanya menyusun presentasi untuk disampaikan langsung, kini harus membuat presentasi bagus dengan cara penyampaian yang menarik.
”Pintar saja tidak cukup. Dosen harus paham cara berkomunikasi dengan mahasiswa,” katanya.
Di sisi lain, pendanaan memegang peranan vital keberhasilan mengikuti PJJ daring. Padahal, tidak semua mahasiswa berasal dari ekonomi keluarga yang beruntung.
”Kebijakan memberikan keringanan pembayaran uang kuliah tunggal diberikan kepada mahasiswa yang membutuhkan. Kebijakan ini sudah cukup adil,” katanya.