Istilah Normal Baru Melenakan Kawula Muda di Keramaian
›
Istilah Normal Baru Melenakan ...
Iklan
Istilah Normal Baru Melenakan Kawula Muda di Keramaian
Sebagian kawula muda menganggap Istilah normal baru adalah pelonggaran. Karena itu, mereka masih kerap berada di keramaian meski pandemi belum terkendali.
Oleh
FRANSISKUS WISNU WARDHANA DANY
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sebagian kawula muda menganggap situasi normal baru berarti bisa bebas untuk nongkrong. Akibatnya, mereka mengabaikan protokol kesehatan. Tak pelak, banyak di antaranya terpapar virus korona jenis baru dan berpotensi menularkan kepada keluarga di rumah.
Epidemiolog Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Iwan Ariawan, mengingatkan, banyak pelajar dan mahasiswa tertular Covid-19. Ada 1.302 pelajar dan mahasiswa positif Covid-19 dari hasil analisis 6.416 kasus atau 29 persen total kasus positif di Jakarta. Sisanya, 1.446 orang, belum atau tidak bekerja, 928 tenaga kesehatan, 696 karyawan swasta, dan 611 pekerja di sektor perdagangan.
Juhi Kasmara Rahayu (17) waswas potensi penularan virus korona jenis baru (SARS-CoV-2) pada anak muda. Walakin, sepekan terakhir dia sudah dua kali mengunjungi pusat keramaian. Siswi sekolah menangah atas itu bersantap malam di pusat perbelanjaan area Menteng, Jakarta Pusat, dan kongko di Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.
”Takut tetapi bosan juga tidak nongkrong. Paling antisipasinya (saat nongkrong) bawa antiseptik dan lebih sering dipakai. Orangtua juga ingatkan jangan ramai-ramai dan cuci tangan,” ucap Rahayu, Jumat (14/8/2020).
Saat kongko, situasi cukup ramai. Sepengamatannya, orang-orang asyik bercengkerama. Ada yang mengenakan masker, hanya kenakan masker saja, posisi masker tidak tepat karena menutup dagu, dan tidak mengenakan masker.
Kondisi normal baru beserta cara adaptasinya mendorong Fajar Wicaksono (20) untuk kongko. Terakhir, dirinya mengunjungi salah satu kafe di Setiabudi, Jakarta Selatan. Kafe tidak ramai karena ada pembatasan kapasitas 50 persen. Pengelola menyediakan banyak cairan antiseptik untuk membersihkan tangan.
”Sudah normal baru. Ada protokolnya (cara adaptasi) juga, kan. Ya, nongkrong sama teman-teman,” kata Fajar. Ia hanya kongko dengan orang yang sama. Sebab, ada keyakinan bahwa cara itu meminimalkan paparan SARS-CoV-2. Tidak lupa ia membekali diri dengan masker dan antiseptik.
Leni Utami (24) juga hanya kongko dengan orang yang sama dan di rumah. Sepekan terakhir, karyawan swasta itu dan teman-teman saling meyambangi kediaman satu sama lain. Mereka meyakini kongko dengan cara tersebut lebih aman. ”Di rumah lebih sepi dan hanya bertemu orang yang sama. Kalau di tempat umum belum berani, takut terpapar virus,” ujar Leni.
Di sisi lain, tidak sedikit anak muda yang tetap waspada terhadap paparan SARS-CoV-2. Ignatya Evelin (21) salah satunya. Mahasiswi salah satu universitas di Jakarta Utara itu hanya keluar rumah untuk urusan perkuliahan dan penting lainnya.
Misalnya, saat ke kampus untuk mengumpulkan tugas akhir awal pekan ini. Kampus yang lengang karena kuliah daring mendadak ramai. Rektorat menerapkan protokol kesehatan ketat, yakni antrean dalam barisan maksimal 4 orang dengan jarak 1-1,5 meter wajib mesker, dan ada mika akrilik untuk pembatas.
Hal itu tidak serta-merta membuatnya lengah. Ia menunggu situasi lengang untuk mengumpulkan skripsi. ”Tidak berani ramai-ramai walaupun ada jaga jarak. Kalau makan di luar juga begitu. Lebih baik bungkus dan bawa pulang,” ucap Evelin. Demikian juga saat menerima paket. Ia mendisinfeksi paket terlebih dahulu sebelum dibawa masuk ke dalam rumah.
Menurut epidemiolog dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia Iwan Ariawan, Kamis (13/8/2020), anak muda, khususnya pelajar dan mahasiswa rentan tertular karena paling banyak bergerak atau keluar dan relatif abai dengan protokol kesehatan.
Orang tanpa gejala
Anak muda kemungkinan besar tanpa gejala atau bergejala ringan sehingga tingkat kematiannya relatif rendah. Epidemiolog dari Griffith University, Dicky Budiman, menuturkan, sejumlah riset menunjukkan sekalipun bisa pulih, banyak orang yang terinfeksi mengalami dampak permanen pada organ tubuh mereka sehingga akan menjadi beban kesehatan sepanjang hidup.
Namun, sekalipun tingkat kematian rendah, anak muda yang terpapar Covid-19 bisa menularkan ke kelompok rentan. ”Kalau mau memutus rantai penularan, kita harus fokus pada anak-anak muda yang kebanyakan jadi orang tanpa gejala ini,” kata Dicky.
Penularan pada anak muda juga bisa dari orangtua karena dibukanya perkantoran. Apalagi banyak perkantoran telah menjadi kluster penularan. ”Ini seharusnya jadi peringatan juga. Sebelum sekolah dibuka saja, anak-anak yang tertular mendominasi, apalagi nanti kalau sekolah dibuka, risiko ledakan kasus bisa jauh lebih besar,” ujarnya.