Kebakaran Hutan Kembali Terjadi di Manggarai Barat
›
Kebakaran Hutan Kembali...
Iklan
Kebakaran Hutan Kembali Terjadi di Manggarai Barat
Kebakaran kembali terjadi di Wingkol, Desa Warloka, Kecamatan Komodo, Manggarai Barat. Kejadian ini membakar lahan seluas 3 hektar.
Oleh
Kornelis Kewa Ama
·3 menit baca
LABUAN BAJO, KOMPAS — Kebakaran terjadi di Wingkol, Desa Warloka, Kecamatan Komodo, Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur. Terjadi di luar kawasan Taman Nasional Komodo, kejadian ini membakar lahan seluas 3 hektar.
Selama Juli 2020, terdapat 251 titik panas di 21 kabupaten di NTT. Kebakaran ini diduga sengaja dilakukan orang tertentu untuk mendapatkan pakan ternak dan pembukaan lahan baru.
Kepala Kepolisian Resor Manggarai Barat Ajun Komisaris Besar Bambang Hari Wibowo di Kupang, Jumat (14/8/2020), menyebutkan, kebakaran diperkirakan terjadi pada Kamis (13/8/2020) pukul 17.00 Wita. Pukul 21.00, kobaran api mulai mengecil dan dapat dikendalikan.
Pada pukul 23.00, api benar-benar dikendalikan aparat Polsek Komodo dan Polres Manggarai Barat. Belum diketahui penyebab kebakaran tersebut. Tidak ada korban jiwa dan juga tidak ada permukiman atau fasilitas umum yang terbakar.
Kepala Balai Taman Nasional Komodo Lukita Awang mengatakan, kebakaran terjadi di luar kawasan TN Komodo. ”Itu kebakaran di Pulau Flores daratan, Manggarai Barat, bukan di dalam kawasan TN Komodo,” katanya.
Menurut Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika Stasiun Metereologi El Tari, Kupang, Agung Sudiono, selama Juli 2020 terdapat 251 titik panas di 21 kabupaten di NTT. Tidak semua titik panas terpantau satelit.
”Jumlah titik panas bukan merupakan jumlah kebakaran di lapangan. Beberapa kejadian kebakaran dalam radius 500 meter dapat saja terdeteksi sebagai satu titik panas. Atau, sebaliknya satu kebakaran kecil tetapi suhu sangat panas dapat dideteksi lebih dari satu titik panas,” kata Sudiono.
Ia mengatakan, BMKG memiliki kewajiban membagikan setiap informasi tentang cuaca laut, iklim, gempa bumi, dan titik panas kepada masyarakat, termasuk pemerintah daerah.
Direktur Yayasan Tukelakang NTT Marianus Minggo mengatakan, masalah hutan belum jadi persoalan serius bagi pemda. Pemprov NTT lebih fokus pada pariwisata, tetapi mengabaikan masalah lingkungan. Padahal, pariwisata memiliki korelasi dengan keindahan alam atau lingkungan sekitar.
Ia mengatakan, jumlah 251 titik api selama bulan Juli 2020 itu sangat memprihatinkan. Daerah NTT terkenal dengan kekeringan yang berdampak pada gagal panen dan rawan pangan, tetapi masalah kebakaran hutan dianggap lumrah oleh pemda.
”Jika satu titik panas memiliki luasan sekitar 100 hektar lahan terbakar, maka ada 25.100 hektar lahan terbakar. Lahan 25.100 hektar yang terbakar itu bagi wilayah seperti NTT sangat luas dan bisa berdampak paling buruk bagi seluruh ekosistem,” kata Marianus.
Ketua Forum Daerah Aliran Sungai NTT Mikhael Riwu Kaho mengatakan, pembangunan tujuh bendungan di NTT sejak 2018 sampai hari ini belum berdampak. Dua dari tujuh bendungan yang sudah diresmikan tahun 2018 dan tahun 2019 itu belum termanfaatkan karena belum cukup terisi air.
Dosen Kehutanan Universitas Nusa Cendana, Kupang, ini, mengatakan, kebakaran berdampak terhadap minimnya curah hujan di sekitar bendungan. Semestinya sebelum bendungan itu dibangun, dinas kehutanan setempat terlebih dahulu melakukan penghijauan di sekitar kawasan bendungan. Ketika bendungan sudah siap digunakan, kawasan hutan sekitar bendungan sudah bisa menghasilkan air untuk bendungan.