Lalu Lintas Meningkat di Masa Transisi, Transportasi ”Bersih” Perlu Dihadirkan
›
Lalu Lintas Meningkat di Masa ...
Iklan
Lalu Lintas Meningkat di Masa Transisi, Transportasi ”Bersih” Perlu Dihadirkan
Pelonggaran PSBB di wilayah Jabodetabek mendorong peningkatan lalu lintas transportasi. Situasi ini menuntut adanya penyediaan transportasi bersih dan ramah lingkungan.
Oleh
ERIKA KURNIA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pelonggaran pembatasan sosial berskala besar atau PSBB di wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi mendorong peningkatan lalu lintas transportasi. Situasi ini menuntut adanya penyediaan transportasi bersih dan ramah lingkungan, yang didukung komitmen pembenahan bersama.
Peningkatan lalu lintas di beberapa kota di wilayah Jabodetabek tersebut dilaporkan platform navigasi Waze, Jumat (14/8/2020). Melalui keterangan tertulis, disebutkan bahwa lalu lintas di beberapa kota melonjak hingga rata-rata 24,3 persen.
Pelonggaran PSBB pada 18 Juni sampai 22 Juli 2020 meningkatkan kilometer per hari yang ditempuh pengguna Waze, khususnya di Jakarta dan sekitarnya, dibandingkan saat PSBB berlangsung. Kemacetan lalu lintas di Tangerang meningkat 32,7 persen, Bekasi 22,5 persen, Jakarta 21,7 persen, dan Tangerang Selatan 20,1 persen.
”Peningkatan lalu lintas di Kota Tangerang relatif lebih tinggi. Hal ini dapat dikaitkan dengan peningkatan jumlah karyawan yang pulang pergi ke ibu kota Jakarta untuk bekerja pasca-pelonggaran kebijakan pembatasan,” kata Marlin R Siahaan selaku Country Manager Waze Indonesia.
Melihat tren tersebut, ia menjelaskan, Waze menstimulasi pengemudi agar terus mengikuti arahan Pemerintah Indonesia, di mana saat ini masih dalam tahap transisi adaptasi kebiasaan baru.
”Kita harus tetap waspada dengan mengikuti semua protokol kesehatan yang diperlukan dan mempraktikkan jarak sosial, terutama saat bepergian maupun saat bekerja di kantor,” katanya.
Sementara itu, sebagai solusi berlalu lintas yang ramah lingkungan, Grab Indonesia meresmikan peluncuran kembali skuter listrik GrabWheels di beberapa titik di DKI Jakarta sebagai tahap awal. Sesuai Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 45 Tahun 2020 mengenai Kendaraan Tertentu dengan Menggunakan Penggerak Motor Listrik, GrabWheels juga harus menjalankan protokol keamanan dan kesehatan.
President Grab Indonesia Ridzki Kramadibrata mengatakan, GrabWheels menghadirkan solusi alternatif perjalanan first mile and last mile atau perjalanan dari tempat asal menuju tempat transit transportasi massal. Dengan demikian, para pengguna alat mobilitas pribadi dan pengguna jalan kaki diharapkan bisa ikut membangun ekosistem transportasi yang lebih baik.
Masyarakat dapat kembali mengendarai GrabWheels di jalur khusus yang sudah ditentukan oleh peraturan seperti jalur sepeda. ”GrabWheels bisa menjadi solusi yang semakin diminati masyarakat tetapi juga memberi dampak positif bagi lingkungan dan ekosistem transportasi,” katanya.
Berdasarkan riset Sekolah Bisnis dan Manajemen Institut Teknologi Bandung (SBM ITB), sebanyak 35 persen responden memiliki ketertarikan untuk mengendarai alternatif transportasi seperti skuter listrik.
Studi Perjalanan Multimodal Komuter Jabodetabek oleh SBM ITB terhadap 5.064 responden di Jabodetabek pada akhir 2019 dan awal 2020 menunjukkan, dalam menempuh perjalanan dari tempat asal menuju tempat transit transportasi massal, layanan seperti ojek daring, motor pribadi, mikrotrans, dan jalan kaki banyak digunakan mencapai 100 juta perjalanan setiap harinya.
Dari jumlah itu, sebanyak 62 persen memilih kendaraan roda dua. Sisanya menggunakan kendaraan pribadi dan beragam transportasi massal.
Pengamat transportasi, Djoko Setijowarno, saat dihubungi Kompas, Jumat, menilai, penyediaan transportasi terintegrasi yang bersih dan aman di masa pandemi perlu didukung komitmen bersama pemangku kebijakan, khususnya di kota-kota kecil.
”Angkutan umum yang bagus hanya di Jakarta saja. Kepala daerah di sekitarnya atau daerah lain harus lebih dirangkul oleh swasta dan pemerintah pusat untuk menghadirkan transportasi terintegrasi,” katanya.
Menurut dia, masa pandemi menjadi momentum bagi pemerintah pusat dan daerah untuk mengintegrasi pemikiran. Selama ini, transportasi publik di daerah sulit terbangun karena tidak adanya kepemimpinan yang visioner.
Ia mencontohkan moda transportasi mikrotrans atau angkot yang menjadi andalan di banyak daerah. Moda transportasi itu sulit diatur penyediaan protokol kesehatannya karena banyak dimiliki pribadi. Selain itu, banyak angkot yang tidak bisa menjangkau perumahan warga, yang pada akhirnya mendorong penggunaan kendaraan pribadi.
”Ini pekerjaan rumah kita bersama. Saya harap akademisi turun mengembangkan daerah,” katanya.