Moderator Komunitas Jalansutra, Lidia Tanod, merasa punya utang kepada Bondan Winarno. Buku yang ia tulis bersama mendiang pakar kuliner itu belum rampung. Lidia seakan dipesankan Bondan untuk menyelesaikan buku itu.
Oleh
DWI BAYU RADIUS
·2 menit baca
Lidia Tanod bertekad menyelesaikan 100 Mak Nyus Sumatera Utara. Semula, buku itu hendak dituntaskan saat Bondan Winarno, sesama praktisi kuliner, masih hidup. ”Saya merasa punya utang untuk merampungkannya. Seperti ada amanat dari Bondan,” ujarnya di Jakarta, Kamis (6/8/2020).
Ia bersama Bondan dan Harry Nazarudin telah mengerjakan empat buku seri 100 Mak Nyus sebelum Bondan meninggal tahun 2017. ”Penginnya satu buku terbit setiap tahun. Kami mau bahas Sumut karena merupakan melting pot (kuali peleburan). Enggak cuma makanan dan rasa, tapi kulturnya sangat kaya,” ucap Lidia.
Moderator Komunitas Jalansutra, wirausaha, dan penulis 11 buku kuliner itu lantas menyebut pengaruh Arab, China, India, dan Melayu terhadap aneka santapan khas Sumut. ”Kami sudah menentukan kuliner-kuliner yang akan diulas. Jadi, kayak punya tabungan,” ujar Lidia.
Usul untuk survei ke Sumut sempat mengemuka sebelum Bondan dioperasi, tetapi ia menolak karena yakin kondisinya sedang sangat prima. ”Ternyata, beliau malah pergi. Seharusnya, kami pergi dengan Harry. Kalau nanti buku itu terbit, tentu nama Bondan tetap dicantumkan,” ujar Lidia.
Pandemi lantas merebak. Iktikad Lidia tersendat lantaran kecemasan karena harus bolak-balik ke Sumut dan berkumpul di tengah keramaian. ”Kalau masih ada umur, Bondan tentu akan membereskan bukunya. Belum tahu kapan, tapi suatu waktu saya mau menyelesaikannya,” kata Lidia.
Ia juga sangat tertarik dengan Bangka. Mirip Sumut, makanan di pulau tersebut berkorelasi kuat dengan perpaduan tradisi Melayu, peranakan, dan Sumatera. ”Makanan Bangka banyak banget. Saya baru dari sana, Januari lalu. Suatu waktu harus kembali lagi,” ucapnya.