Ratusan Burung Ilegal Disembunyikan dalam Toilet Bus
›
Ratusan Burung Ilegal...
Iklan
Ratusan Burung Ilegal Disembunyikan dalam Toilet Bus
Di tengah pandemi Covid-19, sejumlaah praktik ilegal yang berdampak merusak lingkungan masih terus marak. Salah satunya perburuan satwa dilindungi yang mengancam keseimbangan ekosistem.
Oleh
IRMA TAMBUNAN
·3 menit baca
JAMBI, KOMPAS—Perdagangan ilegal burung dilindungi tak terhenti oleh pandemi Covid-19 sekalipun. Jumat (14/8/2020) pagi, petugas Balai Konservasi Sumber Daya Alam Jambi menggagalkan upaya perdagangan ilegal burung menuju Lampung.
Petugas sebelumnya memperoleh informasi soal indikasi keberadaan ratusan burung di tengah aktivitas bongkar muat barang di salah satu loket bus RA yang melayani tujuan antarkota antarprovinsi. Petugas pun langsung meluncur ke lokasi.
Sewaktu memeriksa seisi bus, ditemukan dalam toilet bus sebanyak 515 cica daun (Chloropsis aurifrons) dan kolibri ninja (Nectrarinia calcostetha). “Bus datang dari arah Pekanbaru untuk transit di Jambi. Rencananya akan menuju Lampung,” kata Rakhmat Saleh Simbolon, Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Jambi.
Adapun cica daun merupakan burung yang dilindungi undang-undang. Kolibri ninja meskipun tidak berstatus dilindungi, peredarannya harus dilengkapi oleh dokumen surat angkut tumbuhan dan satwa dalam negeri (SATSDN). Karena petugas tidak mendapati dokumen yang dimaksud, pihaknya menyatakan pengangkutan jenis burung tersebut ilegal.
Temuan burung berstatus dilindungi dan pengangkutan burung tanpa dilengkapi dokumen resmi dalam toilet bus RA di Jambi merupakan yang kedua kalinya diungkap aparat setempat. Pertengahan Juli lalu, BKSDA Jambi menggagalkan peredaran burung dengan modus yang sama saat bus melintas di Jalan Lingkar Barat Jambi.
Peredarannya harus dilengkapi oleh dokumen surat angkut tumbuhan dan satwa dalam negeri (SATSDN).
Saat mengecek aktivitas bongkar muat di loket bus itu, petugas mendapati delapan kotak berisi burung yang disimpan dalam toilet bus. Jumlahnya 240 ekor gelatik batu (Parus major) langsung diamankan petugas patroli.
Menurut Rakhmat, meskipun saat itu supir beralasan bahwa burung gelatik batu tidak dilindungi undang-undang dan non appendiks convention on international trade in endangered species of wild fauna and flora (CITES), peredarannya menjadi ilegal karena tidak dilengkapi oleh dokumen SATSDN.
Kejar pembeli
Sejauh ini, pihaknya baru dapat menyelamatkan burung, namun belum berhasil mengungkat penjual maupun pembeli burung-burung tersebut. Dari hasil memeriksaan, sopir mengaku tidak mengetahui kepada siapa burung-burung itu akan dikirim. “Antara penjual dan pemesan tidak bertemu langsung, sehingga sulit mengejar pembelinya,” katanya. Namun, pihaknya masih berupaya pula menggali keterangan dari petugas loket bus.
Berdasarkan data evaluasi 10 tahun perdagangan satwa liar dilindungi yang diolah Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dan Wildlife Conservation Society, diketahui bahwa dari 217 jenis satwa dilindungi yang paling banyak diperdagangkan, mayoritas berasal dari kelas aves yakni 42,8 persen. Sisanya mamalia, 33,6 persen, reptil 13,2, dan lainnya. Perdagangan aves dan mamalia didominasi sebagai satwa peliharaan dan untuk dekorasi.
Perdagangan burung sebagai hewan peliharaan sebanyak 188 kasus dan satwa dekorasi 48 kasus. Jenis yang paling marak diperdagangkan dari ordo Psittaciformes dengan anggota jenis Kakatua dan Nuri. Keduanya banyak diperdagangkan karena dikenal memiliki bulu yang indah serta tingkat kepintaran yang lebih tinggi dibandingkan dengan jenis burung lainnya (Pires, 2012).
Aktivis Animals Indonesia, Suwarno, menyebutkan perdagangan burung masih ada meskipun diindikasikan menurun seiring berkurangnya intensitas transportasi publik antardaerah. Sebelumnya, burung-burung asal Sumatera banyak dikirim ke wilayah Jawa. Perdagangannya marak lewat jalur media sosial.
Dua tahun terakhir, petugas menggagalkan pengiriman 67.000 burung dari Sumatera yang hendak diperdagangkan secara ilegal. Dalam setahun, 1 juta lebih burung liar lenyap. Dari 80 kasus, sebagian besar digagalkan di Pelabuhan Bakauheni, Lampung Selatan,” kata Direktur Eksekutif FLIGHT Protecting Indonesia’s Birds Marison Guciano, sebagaimana diberitakan Kompas, Minggu (31/5/2020).