Taktik Merdeka dari Covid-19
Lima bulan berjibaku dengan virus korona baru, Indonesia nyaris terdorong ke bibir jurang resesi ekonomi. Pandemi Covid-19 tak hanya memukul sektor kesehatan, tetapi juga menghancurkan sektor ekonomi.
Pasca-penanganan Covid-19 dan pemulihan ekonomi yang seolah berjalan sendiri-sendiri, pemerintah kini mengubah strategi. Ibarat rem dan gas, komite penanganan pun dibentuk.
Pandemi Covid-19 tak hanya memukul sektor kesehatan, tetapi juga meluluhlantakkan sektor perekonomian. Lima bulan berjibaku dengan virus korona baru membuat Indonesia nyaris terdorong ke bibir jurang resesi ekonomi.
Badan Pusat Statistik sebelumnya mencatat, pertumbuhan ekonomi pada kuartal II-2020 minus 5,32 persen atau turun 8,29 persen daripada pertumbuhan ekonomi pada kuartal I sebesar 2,97 persen.
Meski pertumbuhan ekonomi nasional masih lebih baik dibandingkan negara-negara lain, khususnya ASEAN, kondisi itu tetap membuat pemerintah meningkatkan kewaspadaan. Apalagi, negeri tetangga, Singapura, sudah terjungkal ke jurang resesi dengan pertumbuhan ekonomi minus 13,2 persen.
Baca juga: Harapan pada Komite Covid-19
Sadar akan ancaman krisis ekonomi, Presiden Joko Widodo buru-buru menyebar program stimulus bagi masyarakat. Demi memulihkan ekonomi nasional, anggaran Rp 695,2 triliun pun disiapkan. Tak hanya bantuan sosial berupa paket kebutuhan pokok, bantuan langsung tunai dan subsidi listrik juga diberikan kepada masyarakat terdampak Covid-19.
Presiden Joko Widodo buru-buru menyebar program stimulus bagi masyarakat. Demi memulihkan ekonomi nasional, anggaran Rp 695,2 triliun pun disiapkan. Tak hanya bantuan sosial berupa paket kebutuhan pokok, bantuan langsung tunai dan subsidi listrik juga diberikan kepada masyarakat terdampak Covid-19.
Ada pula program Kartu Prakerja bagi korban pemutusan hubungan kerja. Belakangan, Presiden juga memberi bansos bagi karyawan berpenghasilan di bawah Rp 5 juta per bulan. Bagi para pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah juga disiapkan bantuan modal kerja darurat Rp 2,4 juta yang akan dibagikan ke 13 juta UMKM.
Hampir di setiap pertemuan dengan para menteri dan kepala daerah, Presiden selalu mengingatkan agar anggaran pemerintah segera dibelanjakan. Lambatnya realisasi belanja ikut menyumbang pertumbuhan ekonomi negatif. Presiden pun memutuskan melonggarkan aktivitas perekonomian lewat kampanye tatanan normal baru yang dikoreksi jadi adaptasi kebiasaan baru. Sejumlah protokol disusun agar masyarakat tetap aman dari Covid-19 meski beraktivitas.
Meski demikian, wabah Covid-19 semakin tak terkendali. Kini, kasus positif Covid-19 naik di atas 1.500 kasus per hari. Presiden lalu memperbaiki taktik ”berperang” melawan Covid-19. Pada 20 Juli, Presiden membentuk Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional. Ibarat rem dan gas, tim khusus itu dibentuk untuk menyelaraskan penanganan dampak pandemi dari sisi kesehatan, selain menggenjot perekonomian.
Payung hukum komite yang dipimpin Menteri BUMN Erick Thohir itu adalah Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2020. Komite itu membawahkan Satgas Penanganan Covid-19 yang dipimpin Doni Monardo serta Satgas Pemulihan dan Transformasi Ekonomi Nasional yang diketuai Wakil Menteri BUMN Budi Gunadi Sadikin.
Dalam bincang-bincang Satu Meja The Forum di Kompas TV, Rabu (12/8/2020), Juru Bicara Presiden Fadjroel Rachman menjelaskan, Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional punya tugas jangka pendek mencegah resesi serta menjaga rasa aman dan sehat. Salah satu caranya menggunakan stimulus fiskal dengan cepat dan efektif agar perekonomian berputar lagi.
”Maka itu, sekarang ada di kepala kabinet, cegah resesi, cegah resesi, tetap produktif, aman Covid,” kata Fadjroel dalam forum yang dipandu wartawan senior Kompas, Budiman Tanuredjo, itu. Acara itu dihadiri politikus PDI-P, Hendrawan Supratikno; budayawan Agus Noor; dan Direktur Eksekutif Indef Tauhid Ahmad.
Terlambat
Pandemi membuat hampir semua negara mengalami masa-masa sulit, tak terkecuali Indonesia. Hampir semua negara tak siap menghadapi dua persoalan sekaligus, kesehatan dan ekonomi, pada saat yang sama.
Indonesia, menurut Tauhid, tergolong terlambat merespons pandemi beserta dampak sosial dan ekonominya. ”Pandemi ini, kan, sejak Februari, Maret sudah terjadi. Sementara kalau kita lihat stimulus ekonomi baru efektif bulan Juni. Ini relatif terlambat,” tuturnya.
Pembentukan Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional bisa jadi keputusan tepat, tetapi terlambat. Semestinya, lanjut Tauhid, komite sudah dibentuk sejak awal pandemi pada Maret. Lambatnya respons pemerintah membuat kondisi ekonomi terus memburuk.
Hal itu setidaknya terlihat dari survei Litbang Kompas yang menunjukkan 65,2 persen responden mengalami penurunan pendapatan saat pandemi. Hanya 34,1 persen responden yang tak mengalami penurunan pendapatan. Setali tiga uang, survei SMRC pun menunjukkan bahwa 68,8 persen responden mengaku kondisi ekonomi rumah tangga lebih buruk selama pandemi. Hanya 20 persen yang mengaku perekonomian keluarga lebih baik.
Hendrawan melihat, sebenarnya arah kebijakan pemerintah menyiapkan stimulus untuk menjaga daya beli masyarakat sudah tepat. Namun, implementasinya kurang efektif karena masih ada persyaratan yang menyulitkan. ”Misalnya relaksasi UMKM mensyaratkan NPWP sehingga banyak teman sektor informal tak bisa memanfaatkan,” ujarnya.
Dahulukan pandemi
Ini saya rasa ada yang salah karena yang pertama cegah resesi. Harusnya cegah pandemi karena problemnya pandemi.
Karena itu, menurut Tauhid, pemerintah harus memprioritaskan penanganan kesehatan dibandingkan ekonomi. Sebab, jika kondisi kesehatan membaik, otomatis perekonomian akan kembali bergerak. Saat ini pemerintah terlihat cenderung mendahulukan penanganan dampak ekonomi. ”Ini saya rasa ada yang salah karena yang pertama cegah resesi. Harusnya cegah pandemi karena problemnya pandemi,” ujarnya.
Baca juga: Pemulihan Ekonomi dan Penurunan Kasus, Tantangan Berat Komite Terpadu Covid-19
Namun, Fadjroel menampik. Pemerintah juga melakukan berbagai upaya pengendalian Covid-19, mulai dari pelacakan, pengetesan, perawatan, sampai mengupayakan vaksin, selain menjaga ekonomi. Program yang dicanangkan Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional, kata Fadjroel, cukup jelas, yakni Indonesia Sehat, Indonesia Bekerja, dan Indonesia Tumbuh. Karena itu, pemerintah optimistis ekonomi Indonesia akan kembali tumbuh positif pada kuartal III-2020.
Meski sektor kesehatan dan ekonomi masih terpuruk, ternyata kepercayaan masyarakat terhadap Presiden Jokowi masih cukup tinggi. Survei SMRC juga membuktikan, mayoritas masyarakat, yakni 78,6 persen responden, percaya Jokowi bisa membawa Indonesia terbebas dari Covid-19 dan dampaknya.
Di sinilah sebenarnya kepemimpinan Jokowi diuji. Taktik yang jitu perlu diambil untuk keluar dari krisis kesehatan dan ekonomi. Di pundak Jokowi-lah rakyat menggantungkan harapan segera merdeka pula dari pandemi Covid-19.