Mari Cerdas secara Emosional
Dalam interaksi sosial, kecerdasan emosional sangat diperlukan. Terdapat lima komponen kecerdasan emosional, yakni kesadaran diri, regulasi diri, motivasi, empati, dan keterampilan sosial.
Agar dapat menjalin dan mempertahankan relasi secara baik dengan orang lain, diperlukan suatu kemampuan yang acap kali dinamakan kecerdasan emosional. Seperti apa karakteristik orang yang cerdas secara emosional dan dapatkah kecerdasan macam ini dikembangkan?
Kecerdasan emosional adalah kemampuan individu mengenali emosi diri sendiri ataupun orang lain, memahami berbagai perasaan yang berbeda, menggunakan informasi emosional untuk mengarahkan pemikiran dan perilakunya, serta mengelola dan/atau menyesuaikan berbagai emosi untuk beradaptasi dengan lingkungan atau mencapai suatu tujuan (Wikipedia).
Meskipun istilah ini pertama kali muncul pada 1964, baru menjadi populer dalam buku Emotional Intelligence (1995) yang ditulis Daniel Goleman seorang jurnalis sains.
Komponen
Menurut Valencia Higuera (2018), ada lima komponen kecerdasan emosional, meliputi:
- Kesadaran diri. Suatu kualitas yang menunjukkan tingkat kesadaran akan perasaan dan motif dirinya. Orang ini tahu bagaimana emosinya memengaruhi diri sendiri dan orang lain. Dia tidak membiarkan emosi itu mengendalikan dirinya.
- Regulasi diri. Orang dengan kemampuan mengatur diri sendiri tidak membuat keputusan impulsif. Dia berhenti sebentar dan memikirkan konsekuensi dari suatu tindakan sebelum melanjutkan.
- Motivasi. Orang dengan kecerdasan emosional tampak produktif dan bersemangat. Dia memikirkan gambaran besar dan menilai bagaimana tindakannya akan berkontribusi pada kesuksesan jangka panjang.
- Empati. Suatu kualitas yang cenderung tidak mementingkan diri sendiri, sebaliknya dapat merasakan kondisi orang lain tanpa terlarut ke dalamnya. Dia cenderung menjadi pendengar yang baik, perlahan dalam menilai, serta memahami kebutuhan dan keinginan orang lain. Dengan komponen ini, dia sering dianggap sebagai teman yang setia dan penyayang.
- Keterampilan sosial. Komponen yang membuat seseorang lebih mudah berkolaborasi dan bekerja dalam tim. Dia cenderung menjadi pemimpin yang hebat karena keterampilan komunikasi yang kuat dan kemampuan untuk mengelola relasi dengan orang lain.
Bisakah dipelajari?
Valencia Higuera dan para ahli psikologi mengatakan, beberapa orang dilahirkan dengan karunia kecerdasan emosional, tetapi yang lain harus mempelajarinya. Apa pun itu, kemampuan untuk mengenal diri sendiri dan memahami emosi orang lain dapat memberikan dampak positif pada hubungan Anda dan membantu keberhasilan dalam setiap bidang kehidupan. Namun, hal ini juga dapat dipelajari dengan latihan. Berikut beberapa cara:
1. Meningkatkan frekuensi interaksi dengan orang lain. Berempati tidak datang secara alami untuk setiap orang. Upayakan untuk menempatkan diri Anda pada posisi orang lain. Dengan melakukan itu, Anda terlatih merasakan situasi mereka dan memahami mengapa mereka merespons dengan cara tertentu.
2. Mempraktikkan kerendahan hati dan membiarkan orang lain memiliki kesempatan sukses untuk pencapaian mereka. Pelajari cara mencapai tujuan Anda tanpa mengharapkan perhatian atau pujian.
3. Berupaya meningkatkan cara menangani situasi sulit. Jika sering kesal, stres, atau sedih, berlatihlah tetap tenang. Tanyakan pada diri beberapa pertanyaan untuk memahami akar emosi Anda. Tetap tenang mungkin mengharuskan Anda menjauh dari situasi atau menarik napas dalam-dalam. Kuncinya adalah belajar bagaimana mengendalikan emosi dan tidak membiarkan emosi Anda mengendalikan Anda.
4. Bertanggung jawab atas tindakan Anda. Kritik yang membangun adalah bagian dari kehidupan. Ketimbang menyalahkan atau membuat alasan, dengarkan umpan balik. Akui sudut pandang orang lain, kemudian lakukan perbaikan atau penyesuaian yang diperlukan.
5. Jika Anda pengguna media sosial kelas berat, berhentilah sejenak dari situ selama satu atau dua minggu dan fokuslah pada interaksi tatap muka langsung. Dengan begitu, keterampilan sosial Anda terlatih.
6. Pelajari kebiasaan orang-orang yang cerdas secara emosional, dan Anda akan mencapai hal-hal yang benar-benar diinginkan.
Sehubungan dengan cara yang keenam, Bill Murphy Jr. (2020) menemukan beberapa kebiasaan kuat pada mereka yang memiliki kecerdasan emosional yang tinggi.
a. Berusaha mendukung
Orang yang cerdas secara emosional terbiasa mendukung orang lain. Meski terdengar altruistis, namun bisa pula tampil strategis bahkan cerdas. Mereka mungkin baik, sopan, bahkan tanpa pamrih. Mereka terlibat dengan orang lain secara efektif, kata-kata dan tindakannya disampaikan dengan cara yang mendukung orang lain, ketimbang mendukung diri sendiri. Membuat orang lain mempunyai perasaan yang lebih baik, bahkan tanpa mereka menyadarinya.
b. Memperhatikan bahasa
Mereka sangat berniat dalam pilihan kata dan reaksi kepada orang lain, tidak pernah berkata, ”Saya tahu bagaimana perasaan Anda.” Padahal, sebenarnya mereka dapat memahami pengalaman orang lain. Mereka belajar bahwa terkadang tidak masalah dengan apa yang orang lain katakan, tetapi lebih mementingkan apa yang didengar dan dipahami oleh lawan bicara. Mereka terbiasa meningkatkan kesempatan bahwa pesan yang disampaikan akan diterima sesuai keinginan orang lain.
c. Tidak berasumsi
Umumnya kita kurang sabar dan merasa tidak aman. Meski terus belajar mengatasinya, kita cenderung memendamnya dan berasumsi tentang sesuatu yang belum tentu benar karena hal itu sesuai dengan hal-hal yang kita yakini, harapkan atau takutkan akan menjadi benar. Ini adalah reaksi alami dan emosional, tetapi hal ini justru mencegah untuk memperoleh keinginan kita, karena kita mempersenjatai diri dengan fakta-fakta yang menyimpang.
Orang yang cerdas secara emosional terbiasa berhenti dan berpikir, ”Apakah saya mengasumsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terbukti?” ”Bagaimana saya akan bereaksi secara berbeda jika saya mengakui bahwa saya tidak tahu?”
d. Merangkul kesunyian
Menghadapi situasi dilematis ataupun konflik, mereka tidak segera memutuskan untuk bertindak. Mereka menunggu beberapa saat dalam diam, hingga kemudian masalah terpecahkan dengan sendirinya, tanpa benar-benar melakukan apa pun. Ini dapat berfungsi dalam negosiasi strategis tingkat tinggi, namun juga bisa berfungsi sebagai taktik dalam percakapan sederhana. Ketika Anda ”memeluk” kesunyian, orang lain kadang akan berasumsi sendiri dan akhirnya mengisi kekosongan yang menguntungkan Anda.
e. Tahu saat fokus pada orang lain
Orang yang cerdas secara emosional memahami jika dapat memusatkan perhatian penuh pada orang yang berbicara padanya, mereka dapat membantu mengisi beberapa celah dengan pesan positif seperti, ”Saya penting bagi orang ini.” Atau ”Saya menghargai mengetahui fakta itu.” Hal ini biasanya berarti positif pula bagi orang tersebut.
f. Mengakui kekurangan diri
Bukan mengakui kekurangan pada orang lain saja, tetapi mereka juga terbiasa mengakuinya pada diri sendiri. Karenanya mereka tidak segan bertanya, meminta bantuan maupun umpan balik jika perlu. Hal ini membuat mereka ada dalam posisi yang jauh lebih baik untuk sukses.
g. Tidak menganggap yang terburuk
Jika menghadapi suatu peristiwa negatif, mereka tidak mengasumsikan bahwa hal terburuklah yang terjadi, hanya menghindari asumsi yang akan membuat mereka sia-sia dan belajar untuk merasa nyaman dengan fakta bahwa ada suatu celah temporer dalam dasar pengetahuannya. Mereka hanya mengakui apa yang tidak diketahui.
Mari cerdas secara emosional.