Momentum Transformasi Saat Krisis
Gaung optimisme untuk bangkit dari krisis jadi pesan utama yang disampaikan Presiden Jokowi saat pidato kenegaraan pada sidang bersama DPR dan DPD. Pandemi Covid-19 diharapkan menjadi momentum momentum perubahan.
Dalam pidato kenegaraan berdurasi 29 menit 15 detik, Presiden Jokowi 14 kali menyinggung kata krisis dan 9 kali menyebut kata momentum. Pandemi Covid-19 memberi warna dominan dalam pidato Presiden Jokowi.
Gaung optimisme untuk bangkit dari krisis menjadi pesan utama yang disampaikan Presiden Joko Widodo dalam pidato kenegaraan pada sidang bersama DPR dan DPD tahun ini. Pandemi Covid-19 diharapkan dapat menjadi momentum yang menghasilkan perubahan secara fundamental di berbagai lini kehidupan masyarakat.
Pidato kenegaraan yang dibacakan pada 14 Agustus 2020 ini memiliki warna berbeda jika dibandingkan dengan pidato kenegaraan lima tahun terakhir. Dalam pidato berdurasi 29 menit 15 detik ini, pembangunan yang biasanya menjadi fokus tidak begitu banyak disinggung. Padahal, kata pembangunan sering kali diucapkan Presiden Jokowi dalam setiap pidato kenegaraan sejak Agustus 2015.
Baca Juga: Presiden Jokowi: Momentum Kebangkitan untuk Melompat Maju
Pada pidato kali ini, dari 2.398 kata yang disampaikan, Presiden Jokowi menyebut kata yang berkaitan dengan pembangunan 10 kali. Beberapa kata di antaranya disampaikan ketika menyinggung kawasan super-koridor ekonomi di pantai utara Jawa dan pemerataan pembangunan di seluruh pelosok negeri. Penyebutan kata pembangunan tahun ini, misalnya, lebih sedikit dibandingkan tahun 2016 (36 kali) dan tahun 2017 (22 kali).
"Pesan perubahan itu ditunjukkan dari banyaknya Presiden Jokowi menyebut kata yang berkaitan dengan pandemi, seperti krisis, kesehatan, dan momentum, di pidatonya"
Kondisi ini menyiratkan adanya suatu perubahan arah kebijakan dalam jangka pendek sebagai respons atas ancaman krisis akibat pandemi Covid-19. Pesan perubahan itu ditunjukkan dari banyaknya Presiden Jokowi menyebut kata yang berkaitan dengan pandemi, seperti krisis, kesehatan, dan momentum, di pidatonya.
Dari 60 paragraf teks pidato yang disampaikan oleh Presiden Jokowi, hampir separuh di antaranya berkaitan langsung dengan momentum krisis dan pandemi Covid-19. Sementara teks pidato lainnya berkaitan dengan kinerja sejumlah lembaga, program pemerintah, dan langkah yang diambil di tengah pandemi Covid-19. Inilah pertama kali Presiden Jokowi menyinggung satu topik tentang krisis dalam porsi yang begitu besar dalam sebuah pidato kenegaraan.
Perbedaan juga terdapat dalam konteks kata ekonomi yang disinggung sebanyak 14 kali. Jika pada pidato di tahun-tahun sebelumnya kata ekonomi merujuk pada pembangunan, di tahun ini kata ekonomi lebih mengarah pada konteks ancaman krisis. Tampak secara jelas, Presiden Jokowi ingin membentuk suatu pemahaman bersama tentang kondisi yang dihadapi oleh bangsa ini.
Perubahan
Dalam pidatonya, Presiden Jokowi menyinggung kata krisis sebanyak 14 kali dan momentum 9 kali. Dibandingkan kata lainnya, krisis dan momentum menjadi kata utama yang sering disebutkan dalam kaitannya dengan upaya untuk bangkit dari dampak pandemi Covid-19.
Ini bukanlah pertama kalinya Presiden Jokowi menyinggung tentang krisis dan momentum dalam pertemuan kenegaraan. Sebelumnya, dalam rapat terbatas di hadapan jajaran menteri Kabinet Indonesia Maju, Presiden juga menyinggung tentang krisis dan momentum yang perlu dimanfaatkan di tengah kondisi ekonomi global yang saat ini tengah terpukul.
Momentum yang dimaksud oleh Presiden Jokowi berkaitan dengan dua hal. Dari sisi eksternal, kondisi krisis perlu dimanfaatkan untuk mengatasi ketertinggalan Indonesia dari negara lain. Resesi yang dialami oleh banyak negara memberi kesempatan bagi setiap negara untuk menata ulang kebijakan dan sistem perekonomian sesuai kondisi saat ini. Bagi Indonesia, kondisi ini perlu dimanfaatkan untuk penataan ulang perekonomian agar dapat bersaing dengan negara lain di masa yang akan datang.
Dari sisi internal, kata momentum berkaitan dengan transformasi yang dapat dilakukan pada segala lini, terutama pada bidang kesehatan. Percepatan reformasi kesehatan menjadi hal yang disinggung Presiden sebagai langkah utama transformasi.
Pada sisi preventif, pencegahan penyakit, pola hidup sehat, serta ketahanan dan kapasitas layanan kesehatan menjadi agenda reformasi bidang kesehatan yang didengungkan Presiden. Sementara dari sisi kuratif, pengembangan rumah sakit serta industri obat dan alat kesehatan menjadi agenda lainnya yang juga turut dirumuskan.
Dalam pidato ini, Presiden Jokowi secara tersirat menegaskan pentingnya mengambil pelajaran dari pandemi Covid-19. Selain dari sisi kesehatan, sektor pangan juga menjadi perhatian utama Presiden terkait transformasi. Kondisi ini bisa jadi berkaitan dengan ancaman krisis pangan di tengah pandemi, sesuai peringatan dari Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO).
Pekerjaan rumah melakukan transformasi juga diarahkan pada sektor lainnya, seperti ekonomi, pendidikan, hukum, pemerintahan, sosial, dan kebudayaan. Kecepatan menjadi kata kunci yang disampaikan Presiden dalam melakukan transformasi. Kata kunci ini menjadi syarat yang harus dipenuhi jika ingin berhasil memanfaatkan momentum di tengah pandemi.
Transformasi yang dimaksud tidak hanya berkaitan dengan program, tetapi juga cara kerja yang efisien, fleksibel, dengan memprioritaskan penggunaan teknologi. Selain itu, kolaborasi juga perlu dikedepankan pada setiap kinerja pemerintah dalam berbagai bidang.
Transformasi yang didengungkan oleh Presiden bermuara pada semangat optimisme yang coba untuk digelorakan. Semangat ini salah satunya tecermin saat Presiden menyinggung lompatan besar yang perlu dilakukan demi mempersiapkan 100 tahun kemerdekaan Indonesia.
Lompatan itu bisa saja dimulai saat ini jika Indonesia berhasil melakukan banyak perubahan saat beradaptasi di tengah pandemi. Sayangnya, Presiden Jokowi dalam pidatonya tak menjelaskan secara lebih rinci langkah yang perlu diambil untuk mencapai lompatan besar yang dimaksud.
Kesamaan semangat
"Indonesia tentu memiliki peluang untuk keluar dari jeratan krisis dan mengatasi ketertinggalan dari sejumlah negara pada berbagai bidang. Jika berhasil memanfaatkan situasi dalam ranah yang positif, bukan hal mustahil Indonesia berhasil melakukan lompatan besar dan pada akhirnya menjadi setara dengan negara-negara maju seperti yang diharapkan oleh Presiden Jokowi"
Jika dibandingkan dengan pidato pertama Presiden pada periode pemerintahan sebelumnya, terdapat satu kesamaan semangat yang dibawa dengan pidato pertama pada periode kedua pemerintahan saat ini. Kesamaan tersebut adalah gaung optimisme yang disampaikan di tengah kondisi sulit.
Baca Juga: Pidato Peringatan HUT RI dari Soekarno sampai Jokowi
Pada tahun pertama pemerintahan Kabinet Kerja, tantangan hadir akibat perlambatan ekonomi global. Kini, tantangan itu kembali terlihat nyata di tahun pertama Kabinet Indonesia Maju. Wajar jika Presiden Jokowi kembali menggaungkan optimisme melalui jalan transformasi pada pidato kenegaraan tahun ini.
Di tengah tantangan yang dihadapi, Indonesia tentu memiliki peluang untuk keluar dari jeratan krisis dan mengatasi ketertinggalan dari sejumlah negara pada berbagai bidang. Jika berhasil memanfaatkan situasi dalam ranah yang positif, bukan hal mustahil Indonesia berhasil melakukan lompatan besar dan pada akhirnya menjadi setara dengan negara-negara maju seperti yang diharapkan oleh Presiden Jokowi.
Tentu harapan ini perlu diiringi oleh kerja nyata seperti kata yang paling banyak diungkapkan oleh Presiden dalam pidato tahun ini. Seperti yang disebutkan dalam pidatonya juga, Presiden mengajak bangsa Indonesia untuk memaknai bahwa situasi krisis jangan membuahkan kemunduran. Justru momentum krisis ini harus dibajak untuk melakukan lompatan kemajuan.