Pencoretan dua atlet panahan terbaik nasional, Riau Ega dan Diananda Choirunisa, dari pelatnas Olimpiade Tokyo terus menuai pro kontra. PB Perpani dimintai meninjau ulang pencoretan itu dengan melihat prestasi mereka.
Oleh
ADRIAN FAJRIANSYAH
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Pengurus Besar Persatuan Panahan Indonesia (Perpani) perlu mempertimbangkan prestasi maupun perjuangan tiga atlet Jawa Timur yang dicoret dari daftar pelatnas Olimpiade Tokyo. Riau Ega dan Diananda Choirunisa, misalnya, telah menyumbangkan tiket nomor individual recurve putra dan putri untuk ke Olimpiade Tokyo tahun depan.
”Pencoretan Riau Ega dan Diananda dari pelatnas panahan sangat disayangkan. Sejauh ini, mereka tetap pemanah terbaik yang menjadi tumpuan Indonesia ke Tokyo tahun depan,” ujar Fritz Simanjuntak, pengamat olahraga, dihubungi dari Jakarta, Jumat (14/8/2020).
Fritz mengatakan, kapasitas Riau Ega dan Diananda tidak bisa diragukan. Ega telah meraih sejumlah prestasi di level internasional, antara lain empat medali emas, dua perak, dan tiga perunggu dari SEA Games 2011 Indonesia hingga SEA Games 2019 Filipina; perunggu di Asian Games 2018 Indonesia; dua perunggu Piala Dunia Panahan 2015 China; satu perunggu Piala Dunia 2018; serta lolos ke Olimpiade Brasil 2016.
Setali tiga uang, Diananda telah meraih tiga medali emas, tiga perak, satu perunggu dari SEA Games 2013 Myanmar hingga SEA Games 2019; perak Asian Games 2018; dan perunggu Piala Dunia 2018 di China.
”Rentetan prestasi itu menunjukkan bahwa nasionalisme mereka untuk Indonesia tidak perlu diragukan lagi. Mereka selalu berusaha untuk mengharumkan nama Indonesia di setiap kejuaraan internasional yang diikuti,” kata Fritz.
Menurut Fritz, PB Perpani perlu lebih bijaksana untuk Riau Ega dan Diananda demi kepentingan prestasi Indonesia, terutama di Olimpiade Tokyo. Lagi pula, ucapnya, belum ada pelapis atau pengganti yang sepadan untuk kedua atlet panahan itu saat ini.
Permintaan khusus dari Riau Ega dan Diananda terkait kehadiran pelatih pilihan mereka, yaitu Denny Trisyanto, menurut Fritz, juga tidak ada salahnya dipertimbangkan. ”Pelatnas di satu tempat, dalam hal ini di Jakarta, tidak terlalu mendesak. Selain wabah Covid-19 yang masih mengancam untuk melakukan perjalanan, toh belum ada kejuaraan dalam waktu dekat,” tukas Fritz kemudian.
Permintaan khusus dari atlet nasional bukan suatu hal yang haram, sepanjang demi kepentingan prestasi dan Indonesia.(Fritz Simanjuntak)
Permintaan khusus dari atlet nasional bukan suatu hal yang haram, sepanjang demi kepentingan prestasi dan Indonesia. ”Dahulu, pebulutangkis Taufik Hidayat juga ada permintaan khusus agar bisa dilatih Mulyo Handoyo untuk bisa menunjang prestasinya. Saat itu, PP PBSI bersedia memenuhi permintaan tersebut,” tutur Fritz.
Sekretaris Kementerian Pemuda dan Olahraga Gatot S Dewa Broto berkata, tidak ada aturan yang melarang atlet memiliki permintaan khusus dalam mengikuti pelatnas. Selain Taufik, ada pebulutangkis Tommy Sugiarto yang ingin berlatih mandiri jelang Olimpiade 2016.
”Ketika itu, PP PBSI lebih bijaksana memenuhi permintaan tersebut karena mementingkan prestasi Indonesia di ajang yang akan diikuti,” ujarnya.
Atas dasar itu, Gatot menilai, pencoretan tiga pemanah Jawa Timur dari pelatnas kali ini bukan masalah antara atlet dan PB Perpani, apalagi karena rendahnya nasionalisme para atlet tersebut. Kasus itu, ungkapnya, lebih disebabkan masalah komunikasi antara PB Perpani dan Perpani Jawa Timur yang selama ini menaungi ketiga atlet itu. Selain Ega dan Choirunisa, pemanah Jatim lainnya yang dicoret adalah Asiefa Nur.
Menurut Gatot, pihaknya tidak mau campur tangan terkait masalah pencoretan atlet tersebut. Namun, ia mengakui perlunya solusi jalan tengah agar tidak mengorbankan para atlet maupun prestasi Indonesia.
Maka, Gatot berharap tetap ada komunikasi lanjutan antara PB Perpani dengan ketiga atlet maupun pengurus Perpani Jatim. ”Tidak menutup kemungkinan, Riau Ega dan Diananda tetap berlatih di Jatim dengan pemantauan pelatnas dari jarak jauh. Atau, mereka ikut pelatnas di Jakarta tetapi terus dipantau pelatih dari Jawa Timur secara jarak jauh,” kata Gatot.
Wakil Ketua I PB Perpani Bidang Organisasi Sony Gatot Hariyanto menjelaskan, tiga pemanah Jawa Timur, terutama Riau Ega, telah melampaui kapasitasnya sebagai atlet. Dalam Anggaran Dasar dan kebijakan organisasi PB Perpani, tugas atlet hanya fokus pada latihan.
Bahkan, nasionalisme para atlet Jawa Timur itu maupun Perpani Jawa Timur juga sempat dipertanyakan. Mereka dianggap lebih mementingkan kepentingan dan status daerah ketimbang kebutuhan nasional yang jauh lebih luas.
”Dalam aturan PB Perpani, Perpani daerah merupakan kepanjangan tangan Perpani pusat. Sama halnya dengan KONI daerah merupakan kepanjangan tangan KONI pusat. Para anggota pengurus olahraga maupun KONI daerah punya tanggungjawab mendukung persiapan Indonesia dalam suatu kejuaraan,” tuturnya.
Menyiapkan pengganti
Ketua Umum PB Perpani Illiza Sa’aduddin Djamal menegaskan, pihaknya sudah siap menerima segala konsekuensi dari pencoretan tiga pemanah Jawa Timur itu, termasuk jika gagal berprestasi di Olimpiade. Menurutnya, PB Perpani telah berulang kali berupaya mengajak ketiga atlet itu bergabung dengan pelatnas di Jakarta.
Kini, PB Perpani ingin fokus menantap ke depan. Mereka telah menyeleksi 13 atlet untuk menggantikan ketiga pemanah Jatim tersebut. Mereka yakin atlet lainnya bisa menggantikan posisi ketiga pemanah itu. Pemanah asal Yogyakarta, Hendra Purnama, misalnya, diyakini bisa menggantikan Riau Ega. Ia telah membuktikannya dengan raihan dua emas SEA Games Filipina 2019. Ini adalah prestasi terbaik dibandingkan atlet-atlet panahan Indonesia lainnya ketika itu.
”Peristiwa ini menjadi lecutan kami untuk melakukan pembinaan lebih merata agar tidak terlalu bergantung dengan salah satu atlet atau daerah saja,” pungkas Illiza.