Sal Priadi: Kebetulan Berbuah Baik
Sal Priadi sempat menghindar untuk bergelut di dunia musik. Belakangan, ia justru menemukan musik menjadi medium penerjemah aneka gagasannya.
Menjejak awal usia 20-an, ia resah. Kebingungan menentukan arah hidup, saat satu per satu hal yang dijalani seolah tak mencapai finis. Tak disangka, musik yang semula dihindari justru berhasil menjadi medium penerjemah aneka gagasannya yang sempat dirasa tak mampu terwujud.
Lewat perjumpaan virtual pada Jumat (7/8/2020) siang berlatar belakang halaman rumahnya, Salmantyo Ashrizky Priadi atau dikenal sebagai Sal Priadi (28) mengungkapkan keengganannya terjun ke dunia musik. Nama besar kakeknya, penyanyi Priyo Sigit, dan kiprah pamannya menggawangi majalah musik ‘Hot Chord’ menjadi alasan dirinya tak ingin mencicip dunia musik.
“Semua di sekeliling aku itu musik. Jadi, aku enggak mau tuh musik. Sok denial gitu. Pengennya ambil jalur indie aja yang enggak mainstream. Padahal ya waktu itu enggak tau juga mau jadi apa,” tutur pria yang sempat dipaksa ikut kursus piano, tetapi selalu kabur dari kelas ini.
Meski begitu, dirinya terpacu juga untuk menjajal belajar gitar secara otodidak karena melihat para sepupunya piawai memainkan gitar. Saat mengenyam pendidikan SMP di Jakarta, Sal mulai tergoda membuat band dengan teman sekolahnya untuk mengisi acara sekolah.
Berlanjut ketika SMA di Malang, ia membentuk band beraliran emo. “Main instrumen aja. Dari dulu enggak punya keberanian, enggak ada kesempatan juga untuk nyanyi. Tapi kebetulan tiap kali ngeband itu, aku kebagian nulis lagu,” ujarnya.
Sejak saat itu, ia rajin menulis dan menumpahkan pengalamannya, cerita teman-temannya, hingga imajinasinya dalam buku catatan. Kebiasaan membaca karya fiksi dan non-fiksi turut mengasah pemilihan kata dalam tulisannya. Ini berlanjut hingga ia kuliah.
Tak sekadar menulis, Sal kerap berupaya memvisualisasikan tulisannya. Hal itu yang mendorongnya ingin memilih jurusan Desain Komunikasi Visual. Namun rencana ini ditentang oleh sang ibu. Ia pun akhirnya mengambil jurusan Hukum di Universitas Pelita Harapan dan hanya bertahan empat semester.
Sal merasa menemukan cita-citanya, yaitu menjadi pengusaha, setelah hengkang dari kampus sebelumnya dan masuk Sekolah Bisnis Manajemen. Usaha rintisan di bidang teknologi pun dijalaninya bersama rekannya usai merampungkan pendidikan.
“Tapi tiap kali sumpek dan pusing (mengurus start-up) larinya ke studio teman dan bikin musik di sana. Malah banyakan main musiknya. Startup-nya enggak jadi jalan,” tuturnya.
Pada masa ini, ia merasa kehilangan arah dan tujuan hidup. Ia merasa apa yang diupayakannya tak pernah terlihat hasilnya. Kadang ia pun merasa tak dimengerti orang-orang di sekelilingnya.
“Kepentok sana sini. Akhirnya mutung di tengah. Saat itu, tinggal di kota kecil yang juga enggak banyak pilihan. Ambil hukum enggak kelar. Ambil bisnis manajemen mau bikin startup enggak jadi. Bingung mau jadi apa,” kisahnya.
Meski begitu, tulisan demi tulisan terus tercipta. Tulisan itu pun menjelma lagu yang semula hanya dinyanyikan di depan teman-temannya. Magnet bernama musik terus menariknya ke kutub yang sulit ia hindari.
Berbekal dukungan teman-temannya, lagu bertajuk "Kultusan" diunggah lewat soundcloud dan didengar banyak anak muda di berbagai daerah di Indonesia. Panggung pertamanya --acara kampus pada 2016 dengan bayaran Rp 800.000-- membuatnya takjub, ternyata banyak yang mengenal dan bisa menerima lagunya.
Hal ini tak serta merta membuatnya menyebut diri sebagai musisi. Bahkan, lagu berjudul "Ikat Aku di Tulang Belikatmu" yang masuk nominasi AMI Awards 2018 pun disebutnya sebagai satu dari seribu keberuntungan.
Menurut dia, musik kebetulan menjadi media awal untuk menerjemahkan tulisan yang dibuatnya sejak lama. Karena itu, orang pun mengenalnya sebagai musisi. Sal merasa kekuatannya ada pada tulisan dan gagasan, bukan pada kecanggihan teknik memainkan alat musik.
“Kekuatan gue adalah menjadikan tulisan dan gagasan yang gue punya menjadi rupa. Hari ini, rupanya adalah musik. Itu yang gue temukan duluan. Tapi kelak gue punya keinginan, tulisan gue ini punya rupa yang lain, bisa audiovisual atau pertunjukan, atau yang lain. Karena memang apa yang gue jalani semua saat ini, semua berangkat dari tulisan,” ungkapnya.
Sal kerap mengeksplorasi panggung dengan lagu-lagunya menjadi sebuah pertunjukan yang bercerita. Bahkan, video klip yang diluncurkan melalui akun youtube maupun instagram pun kental dengan aksi teatrikal yang dilakukan Sal. Padahal, Sal mengaku tak memiliki dasar teater.
Menurut dia, semua ada dalam imajinasinya. Tiap kali menulis, konsep yang dibayangkan bukan sekadar audio, melainkan juga rasayang ingin disampaikan, tampilannya, pakaian yang dikenakan, lokasi pengambilan gambarnya, hingga gambaran warna dan artwork. Setiap karya pun bisa membungkus pemikirannya menjadi cerita yang utuh.
Yang Terbaik
Krisis diri dan kebingungan yang sempat menghampirinya perlahan terkikis. Penerimaan terhadap karyanya menjadi cambuk baginya untuk serius melanjutkan perjalanan musik yang pernah ia hindari. Apalagi saat ia mengetahui lagunya memberi pengaruh dan berdampak positif pada orang-orang yang mendengarkannya.
“Sempat muncul lagi, mau jalani ini apa enggak? Karena tujuanku bukan karir awalnya, bukan untuk terkenal. Sampai suatu waktu, ada orang datang ke backstage. Dia dengerin lagu aku dan kata dia bisa meredakan panic disorder yang dia miliki. Aku kaget, tapi senang. Ternyata laguku ada impact ke orang yang dengar. Dari situ, aku mantap untuk keep on doing what I’m doing.”
Pada Januari 2020, album perdananya Berhati resmi dirilis. Rentetan single yang dirintisnya sejak 2012 hingga 2019 tersusun dalam album tersebut. Belum lama ini, Sal juga kembali merilis single baru berjudul "Irama Laot Teduh" yang merupakan bagian dari rangkaian Kumpulan Lagu Cinta yang akan dikeluarkannya per seri.
“Tiap seri nanti berisi tiga lagu,” kata pria yang baru saja menjadi seorang ayah ini.
Berbeda dengan lagu-lagu pada album Berhati yang beraura gelap dan patah hati. Kumpulan Lagu Cinta, lanjut dia, akan lebih dinamis dan tidak memiliki batasan tertentu. Kehadiran istri dan sang buah hati rupanya juga membuat karya Sallebih berwarna dan "berbunga-bunga". Namun, tampilan yang nyeni, lirik puitis, hingga aransemen musik bergaya 1970an dan 1980an tetap dipertahankan.
Sekilas mendengar beberapa hits milik Sal akan mengingatkan pada lagu milik Chrisye. Ternyata, sosok Chrisye, Eross Djarot, Yocky Suryoprayogo, Guruh Soekarno Putra, dan Dian Pramana Putra memang idola yang cukup memberi pengaruh pada Sal.
Di tengah persaingan luas, perlu usaha lebih kuat dalam berkarya. “Sekarang ini, ibarat prasmanan. Selera lu apa bisa ditemuin. Semua orang bisa rilis karyanya lewat banyak media. Tapi ini jadi tantangan juga biar yang dihasilkan enggak ngasal. Harus dipikirin dengan matang semuanya, effort-nya lebih besar,” ujarnya.
Bagi Sal, kebetulan rupanya membawa ia pada kejutan baik.
==========
Salmantyo Ashrizky Priadi
Lahir: Malang, 30 April 1992
Istri: Sarah Deshita
Pendidikan:
- SD Al Hikmah, Surabaya
- SMP Misykat Al-Anwar, Jombang
- SMA Tjokroaminoto, Malang
- Fakultas Hukum, Universitas Pelita Harapan (2010-2012)
- Young Entrepreneur Academy (2012-2013)
- Diskografi:
Single:
- Kultusan (Desember 2017)
- Ikat Aku di Tulang Belikatmu (Juni 2018)
- Melebur Semesta (Desember 2018)
- Jangan Bertengkar Lagi Ya? OK? Ok! (Februari 2019)
- Amin Paling Serius (Mei 2019)
- Irama Laot Teduh (2020)
Album:
- Berhati (2020)
- Kumpulan Lagu Cinta Vol.1 (2020)
- Penghargaan:
- Nominasi Artis Solo Pria Pop Terbaik AMI Awards 2018