Kerabat memandang sosok Jakob Oetama identik dengan kesederhanaan. Prinsip hidup itu justru yang membuat Jakob disukai banyak orang.
Oleh
ADITYA DIVERANTA/SHARON PATRICIA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Mendiang salah seorang pendiri Kompas, Jakob Oetama, adalah sosok yang sangat dekat dengan kesederhanaan. Kedekatannya dengan hal sederhana selalu teringat oleh kerabat dekat, baik dalam berbagai buku maupun tuturan.
Wartawan senior Kompas, Ninok Leksono, selalu ingat pernyataan soal asal-usul hidup Jakob Oetama yang sederhana. Dalam Yuk, Simak Pak Jakob Berujar (2016), Jakob selalu bilang dengan rendah hati, dia berasal dari keluarga guru dan hanya ingin jadi guru, kemudian menjadi wartawan. Jakob pun merasa cukup beruntung karena diberi rahmat sebagai pengusaha sukses.
Kesederhanaan juga disebut oleh Frans Seda dalam Kompas, Dari Belakang ke Depan (2007). Frans justru mengenal sosok Jakob mulanya adalah seorang yang pemalu.
”Kesempatan dan ketekunan yang membuat Jakob menjadi pengusaha sukses. Meski begitu, Jakob tidak keblinger dalam kesuksesan. Dia tetap setia dan terus mengembangkan profesinya sebagai wartawan,” ujar Frans dalam buku itu.
Menurut Ninok, prinsip kesederhanaan Jakob pun tertuang dalam falsafah perusahaan Kompas Gramedia, yaitu kehati-hatian dalam pengelolaan uang. Dalam pengelolaan tersebut, selalu ada ruang memberi bagi kalangan yang membutuhkan. Bukan sekadar memberi, tetapi ”memberi hingga terasa”.
Memberi hingga terasa adalah cerminan sosok Jakob Oetama yang dermawan. Hal tersebut dirasakan oleh Slamet Haryanto (49), petugas kebersihan di Gedung Kompas Gramedia. ”Waktu itu saya baru sekitar dua tahun kerja, tetapi saya enggak sangka Pak Jakob benar-benar memperhatikan setiap karyawan, termasuk saya meskipun hanya karyawan kecil. Saya enggak akan melupakan Pak Jakob,” ujar Slamet.
Kesederhanaan pula yang membuat Jakob terus bersyukur. Jika ada satu kata yang mungkin Jakob Oetama sering sebut, terutama di tahun-tahun terakhir dirinya hadir di rapat redaksi, maka itu adalah kata ”bersyukur”.
Melalui ungkapan bersyukur-praci dina, tiap hari kebahagiaan itu lahir. Melalui ungkapan lain pula, yaitu providentia Dei, Jakob merasa bahwa semua keberhasilan yang diraih itu tidak lepas dari kesertaan Tuhan. Yang Maha Kuasa ada dan menyertai semua karyanya. Ninok mengamini ucapan Jakob. Dia percaya bahwa bukan dengan bahagia, maka orang bersyukur. Justru sebaliknya, dengan bersyukur, maka orang akan bahagia.
Mantan wartawan Kompas, Shindunata, menuturkan, kesederhanaan membuat Jakob Oetama mudah berempati terhadap mereka yang papa dan miskin. Hal itu pun akhirnya tecermin dalam gaya jurnalismenya, yaitu menghibur yang papa dan menegur yang kaya.
”Kata Pak Jakob, Kompas jangan hanya berisi tentang berita orang-orang besar dan ternama. Orang-orang miskin dan terpinggirkan harus juga menjadi isi pemberitaannya,” ucapnya (Kompas, 10/9/2020).
Pada Jakob, kekayaan seakan adalah kesia-siaan karena ia tak pernah bisa benar-benar menikmatinya. Sementara kesederhanaan adalah harta, yang selalu memberinya inspirasi, semangat, dan kreasi. Memang kekayaan yang sekarang dimilikinya bukanlah target hidup, melainkan buah yang mengalir dari kesederhanaannya.
Karena kesederhanaan itu pula, banyak orang yang menyenangi Jakob. Kini saat Jakob berpulang, banyak orang akan merindukannya. Selamat jalan, Jakob Oetama.