Setelah Presiden Joko Widodo berkata pada awal Mei 2020 bahwa kita perlu “berdamai dengan” virus SARS-CoV-2, hebohlah sejagad raya. “Ah, ane tenang-tenang aje, kok. Situ lebay, deh.” Eits, bentar, deng. Itu namanya gaya bahasa hiperbol, artinya kiasan yang melebih-lebihkan. Namanya kiasan, tentu jangan diambil hati, eh, jangan diambil arti harfiahnya.
Nah, bagi orang yang biasa membaca luas [masuk "rest area" dulu, ya? Membaca luas bukan membaca banyak. Ada orang mengonsumsi banyak dan hanya hal-hal serupa, misalnya, soto hoaks, gorengan hoaks, sirip ikan hoaks, dst. Mata memelotot banyak baca, tapi otak agak kontet kurang gizi. Membaca luas berarti mengasup yang manis asin pahit asam pedas dan--priiit …maaf--sudah waktu keluar lagi. Marilah kita baca luas-luas supaya lebih, kalau belum, paham arti membaca luas dengan cerdas.] ungkapan “berdamai dengan” dengan sendirinya membawa serta maknanya yang khas dan kaya.
“Berdamai dengan”, kata Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi V versi internet gratis yang bergengsi itu tidak ada sublemanya. Yang ada “berdamai” saja, dengan dua arti: “berbaik kembali; berhenti bermusuhan” dan “berunding untuk mencari kesepakatan”. Pantaslah gonjang-ganjing semesta Nusantara. Masa, sih, berbaik kembali dengan virus berbahaya? Berhenti bermusuhan dengan pembunuh nirkasatmata?
Meluncurlah komen dan komentar yang seakan-akan kritis dari orang-orang yang tidak biasa membaca luas itu. Masa, sih, kata si pentolan yang alam pikirnya penuh perang, ngajak damai si virus? Emang bisa berunding dengan virus untuk sepakat? Bagaimana kalau si virus tak mau damai? Tentu saja virus tidak bisa harfiah diajak konferensi meja bundar, entah tatap muka atau lewat internet. Tapi, dengan gaya bahasa kiasan personifikasi, virus diberikan karakteristik manusia. Seolah-olah virus bisa diajak bicara. Seakan-akan virus bisa diajak gencatan senjata.
Ha-ha-ha. Bukankah ini adalah pengakuan bahwa virus itu tidak bisa dikalahkan? Nanti dulu. Pernyataan presiden itu ada kualifikasinya: “sampai ditemukannya vaksin yang efektif”. Jadi, sifatnya sementara, sampai kemenangan teraih.
Padanannya dalam bahasa Inggris adalah “to make peace with”. "To make peace" berarti melakukan (sesuatu) sehingga tercapai keadaan damai atau tenang. Ungkapan itu mengacu pada tindakan membuat kedamaian atau ketenangan. Perhatikanlah bahwa definisi ini bersifat aktif: melakukan atau membuat. Jadi, “berdamai dengan” bukan mengaku kalah atau mengalah, melainkan melakukan sesuatu sampai tercapai suatu ekuilibrium ketika manusia hidup damai atau tenang. Bukan menyerah pada nasib, melainkan mengelola nasib.
“Berdamai dengan” non-manusia berarti belajar hidup dengan sesuatu yang sebelumnya adalah sumber ketegangan atau ancaman. Dalam konteks sekarang, itu berarti mengusahakan sesuatu (yang baru) sampai manusia bisa hidup dalam ketenangan, mencapai tujuan atau bekerja efektif tanpa mengalami stres dan kekhawatiran seperti sebelumnya, sampai si virus berhenti menjadi ancaman besar.
“Berdamai dengan” sesuatu adalah gaya bahasa personifikasi yang bersifat global, dikenal dalam banyak bahasa, biasa dan sering dipakai dalam tulisan-tulisan umum termasuk novel dan berita media. Khalayak tertentu yang salah mengira presiden sedang mengumumkan perjanjian dagang dengan negeri coronavirus kiranya perlu mendalami beragam gaya bahasa yang sangat memperkaya batin. Bukan hiperbol—ada satu vaksin otak yang sudah ribuan tahun diketahui efektif: Luaskanlah bacaanmu.
SAMSUDIN BERLIAN
Penggelut Makna Kata