Atlet perlu diberi kesempatan bertanding sebanyak-banyaknya agar tak kehilangan suasana, sentuhan, dan mental bertanding. Namun, hal ini tak boleh mengabaikan kesehatan serta keselamatan mereka.
Oleh
Redaksi
·2 menit baca
Penundaan Piala Thomas dan Uber menunjukkan pemangku kepentingan bulu tangkis memahami keselamatan dan kesehatan atlet yang terutama.
Hantaman pandemi Covid-19 pada dunia olahraga dialami juga oleh cabang bulu tangkis. Praktis seusai All England 2020, Maret lalu, turnamen bulu tangkis internasional terhenti. Para pebulu tangkis Indonesia yang tampil di All England harus menjalani karantina mandiri selama dua pekan di Pelatnas Cipayung untuk memastikan kondisi mereka sehat. Turnamen dalam kalender BWF World Tour, dengan dua hingga tiga turnamen dalam sebulan, ditunda atau dibatalkan.
Kondisi ini memukul atlet, pelatih, ofisial pertandingan, dan organisasi olahraga. Menyusul bergulirnya kembali kompetisi sejumlah cabang, seperti sepak bola, tenis, dan bola basket, di sejumlah negara, Federasi Bulu Tangkis Dunia (BWF) pun berupaya mengembalikan turnamen bulu tangkis. Piala Thomas dan Uber, kejuaraan dunia bulu tangkis beregu putra dan putri yang telah ditunda dua kali, dijadikan momentum untuk menyelenggarakan turnamen bulu tangkis dengan menerapkan protokol kesehatan di masa pandemi.
Namun, upaya menghidupkan turnamen menemui pukulan besar saat sedikitnya lima negara peserta, termasuk Indonesia yang menjadi unggulan utama di Piala Thomas, membatalkan partisipasi. Pandemi Covid-19 yang belum terkendali dan kekhawatiran pemain akan keselamatannya menjadi alasan utama Indonesia mundur. Sejumlah pemain dari negara yang tidak menyatakan mundur secara pribadi menolak bermain.
Hal itu akhirnya memaksa BWF untuk ketiga kalinya menunda penyelenggaraan Piala Thomas dan Uber. Meski telah berupaya menyiapkan protokol ketat untuk keselamatan pemain, BWF menghormati keputusan sejumlah negara dan pemain untuk tidak berpartisipasi. Prioritas agar kompetisi kembali bergulir diakui tidak lebih penting daripada kesehatan serta keselamatan atlet dan komunitas bulu tangkis.
Upaya BWF menerapkan sistem ”gelembung” di Denmark rupanya belum cukup menjamin keamanan para atlet. Dalam hal ini, bulu tangkis perlu belajar pada penyelenggara turnamen tenis Amerika Serikat Terbuka, yang cukup berhasil menyelenggarakan turnamen dalam ”gelembung” yang aman bagi atlet dan ofisial di hotel dan arena pertandingan di New York. Hal ini yang coba diterapkan Thailand, calon tuan rumah turnamen World Tour Asia pada November, yang menempatkan arena tak jauh dari hotel atlet dan menutup kawasan tersebut dari masyarakat umum.
Bulu tangkis adalah cabang olahraga yang menjadi andalan utama Indonesia untuk berprestasi di tingkat internasional. Kondisi para atlet perlu mendapatkan perhatian khusus, termasuk memberikan kesempatan bertanding sebanyak-banyaknya agar tidak kehilangan suasana, sentuhan, dan mental bertanding di lapangan. Namun, hal ini tidak boleh mengabaikan kesehatan dan keselamatan mereka, yang menjadi prioritas utama.