538 Anak di Jateng Positif, Adaptasi Kebiasaan Baru Jangan Terfokus pada Orangtua
›
538 Anak di Jateng Positif,...
Iklan
538 Anak di Jateng Positif, Adaptasi Kebiasaan Baru Jangan Terfokus pada Orangtua
Membiasakan anak-anak untuk mengenakan masker, menjaga jarak, dan mencuci tangan dinilai lebih sulit ketimbang orang dewasa. Karena itu, para orangtua perlu menggunakan cara dan bahasa yang dapat diterima oleh anak.
Oleh
ADITYA PUTRA PERDANA
·3 menit baca
SEMARANG, KOMPAS — Adaptasi kebiasaan baru jangan hanya terfokus pada orang dewasa, tetapi juga anak-anak. Pasalnya, mereka pun rentan tertular Covid-19 di lingkungan keluarga, sekolah, ataupun masyarakat. Di Jawa Tengah, misalnya, sudah ada 538 anak dengan rentang usia 0-11 tahun terkonfirmasi Covid-19.
Anggota Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Jateng, Setya Dipayana, mengatakan, selama ini sejumlah pihak lebih banyak membahas adaptasi kebiasaan baru (AKB) menghadapi pandemi Covid-19 bagi kalangan orang dewasa. Namun, jarang dibahas protokol kesehatan untuk anak-anak.
”Sebab, mengajari anak-anak untuk menerapkan protokol kesehatan bukan hal mudah. Kita harus mengedukasi dan membuat sebuah kebiasaan baru untuk anak-anak kita,” katanya pada webinar ”Anak-anak dalam Pusaran Kluster Keluarga Covid-19”, Jumat (18/9/2020).
Setya menambahkan, membiasakan anak-anak untuk mengenakan masker, menjaga jarak, dan mencuci tangan lebih sulit ketimbang orang dewasa. Oleh karena itu, para orangtua perlu menggunakan cara dan bahasa yang dapat diterima oleh anak.
Menurut dia, contoh paling sederhana ialah dengan membiasakan anak untuk segera mandi setiap habis dari luar. ”Kemudian disampaikan, setelah memegang gagang pintu dan lainnya, biasakan cuci tangan. Jadi, dibiasakan mulai dari lingkungan sekitar,” ujar Setya.
Ketua Tim Ahli Gugus Tugas Covid-19 Jateng Anung Sugihantono menuturkan, dari sistem pencatatan dan pelaporan Covid-19 Jateng, Kamis (17/9/2020) pukul 11.00, tercatat 538 anak (usia 0-11 tahun) yang terkonfirmasi Covid-19.
Rinciannya, usia 0-5 tahun sebanyak 334 anak (129 perempuan, 205 laki-laki) dan usia 6-11 tahun sebanyak 204 anak (93 perempuan, 111 laki-laki. Sementara di Indonesia, lanjut Anung, menurut data pusat hingga Rabu (16/9), terdapat 15.000 anak yang terkonfirmasi Covid-19.
”Inilah saatnya kita bertanggung jawab terhadap diri kita, keluarga kita, lingkungan, dan bangsa kita,” kata Anung.
Para orangtua perlu menggunakan cara dan bahasa yang dapat diterima oleh anak.
Tatap muka
Anung menuturkan, bagi anak-anak, idealnya tidak dulu dimulai aktivitas pembelajaran tatap muka. Namun, jika memang terpaksa atas desakan orangtua, harus tetap ada izin dan lampiran surat keterangan dari orangtua. Transportasi anak pun wajib diperhatikan.
”Anak-anak harus dikawal ketat selama melakukan pembelajaran tatap muka di sekolah. Itu agar mereka tidak saling bercengkerama berdekat-dekatan saat tidak berada di lingkungan sekolah,” ucap Anung.
Setya menuturkan, lantaran tingkat kematian (CFR) Covid-19 masih tinggi, IDAI tidak setuju dengan pemberlakuan pembelajaran tatap muka. Selain karena masih rentannya penularan, fasilitas tes usap untuk deteksi dini Covid-19 juga masih kurang.
Psikolog dari Universitas Katolik Soegijapranata Semarang, Kuriake Kharismawan, mengatakan, orangtua dituntut mampu menciptakan ruang-ruang khusus bagi anak pada masa pandemi Covid-19 ini. Itu penting agar hasrat mereka untuk melawan dapat diarahkan.
Orangtua dituntut mampu menciptakan ruang-ruang khusus bagi anak pada masa pandemi Covid-19 ini. Itu penting agar hasrat mereka untuk melawan dapat diarahkan.
Selain itu, pemerintah dan pemangku kepentingan harus memfasilitasi agar energi anak-anak tersalurkan positif. ”Selama ini, banyak orangtua yang takut terjadi sesuatu kepada anaknya. Namun, ketakutan itu dibungkus luapan amarah karena anak tak mau ikuti arahan, seperti saat pembelajaran jarak jauh. Seharusnya tersalurkan positif,” ujarnya.