932 Kasus Covid-19 Ditemukan di Kantor Kementerian
›
932 Kasus Covid-19 Ditemukan...
Iklan
932 Kasus Covid-19 Ditemukan di Kantor Kementerian
Kluster penularan Covid-19 di perkantoran Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta meluas. Di 30 kantor kementerian ditemukan 932 kasus positif. Pemerintah diminta terbuka mengenai setiap temuan kasus untuk memudahkan pelacakan.
Oleh
Ahmad Arif
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kluster penularan Covid-19 di perkantoran wilayah Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta meluas. Sejumlah 932 kasus positif ditemukan di 30 kantor kementerian, dengan temuan terbanyak di kantor Kementerian Kesehatan. Kluster penularan juga ditemukan di berbagai instansi pemerintah lain, termasuk Pasukan Pengamanan Presiden atau Paspampres, selain juga kantor swasta.
Pemutakhiran data dari Pemerintah Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta pada Jumat (18/9/2020) pagi menunjukkan, jumlah kasus positif di kantor Kemenkes mencapai 252 orang dan di kantor Litbang Kesehatan Kemenkes sejumlah 50 orang. Ini merupakan kluster terbesar di antara 30 kantor kementerian lain yang telah ditemukan adanya kasus positif Covid-19.
Kasus positif di Kementerian Perhubungan menempati peringat kedua terbanyak di level kementerian, yaitu 175 kasus, disusul Kementerian Komunikasi dan Infromasi 65 kasus, Kementerian Pertahanan 64 kasus, Kementerian Keuangan 57 kasus, dan Kemenpora 41 kasus. Rata-rata di hampir semua kantor kementerian ditemukan kluster dengan jumlah kasus yang telah ditemukan dari satu hingga puluhan.
Di luar kantor kementerian, kasus terbanyak ditemukan di kantor Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dengan 106 kasus positif, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Pusat 89 kasus, kantor Pangkalan Penjagaan Laut dan Pantai (PPLP) Tanjung Priok 88 kasus positif, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Jakarta Timur 73 kasus, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) 44 kasus, Litbang Kementerian Dalam Negeri 33 kasus, Komisi Pemilihan Umum (KPU) 30 kasus.
Selain itu, kluster penularan juga ditemukan di perkantoran aparat keamanan. Misalnya di Paspampres sebanyak 27 kasus, Samsat Polda DKI Jakarta 20 kasus, Polsek Cilincing 15 kasus, dan Polres Jakarta Utara 10 kasus.
Sementara itu, perkantoran di tingkat Provinsi DKI Jakarta, kasus terbanyak ditemukan di Sudin Ketahanan Pangan dan Kelautan Jakarta Utara dengan 25 kasus, Jamkesda DKI Jakarta 18 kasus, DPRD Jakarta 16 kasus. Kasus-kasus ini juga ditemukan di sejumlah kantor kecamatan.
Untuk kantor badan usaha milik negara (BUMN), kasus terbanyak di antaranya ditemukan di PT Pegadaian sebanyak 34 kasus, Kimia Farma Pusat 31 kasus, BRI Kemayoran 30 kasus, dan Bank BTN Pusat 24 kasus.
Seperti disampaikan Deputi Gubernur DKI Jakarta Bidang Pengendalian Kependudukan dan Permukiman Suharti, kluster di perkantoran ini awalnya diketahui dari hasil pemeriksaan laboratorium, yang diikuti dengan pelacakan kasus. Data hasil pelacakan kemudian dikoordinasikan ke dinas kesehatan daerah lain karena sebagian karyawan bermukim di luar Jakarta. Menurut Suharti, pada awalnya banyak perkantoran yang menutupi kasus ini.
Sekretaris Jenderal Kemenkes Oscar Primadi menuturkan, tingginya kasus di kantor Kemenkes karena pelacakan dilakukan secara masif. Ia mengklaim, protokol kesehatan dijalankan secara ketat. Setiap hari, desinfeksi dilakukan di semua ruang kantor. Jumlah staf yang masuk kantor dibatasi 25 persen dari total kapasitas (Kompas, 18/9/2020).
Epidemiolog Indonesia di Griffith University, Dicky Budiman, mengingatkan, meluasnya penularan di perkantoran disebabkan oleh keterlambatan penemuan kasus, yang disebabkan karena ketertutupan informasi. Harusnya, begitu ada kasus perkantoran, langsung lapor ke dinas kesehatan terkait sehingga bisa segera dilakukan penelusuran dan diisolasi.
Meluasnya penularan di perkantoran disebabkan oleh keterlambatan penemuan kasus, yang disebabkan karena ketertutupan informasi.
Menurut Dicky, semua negara yang berhasil mengendalikan pandemi bersikap transparan terhadap hasil penelusuran kontak dan informasi kluster. Ini misalnya dilakukan di Korea Selatan, Australia, Selandia Baru, dan Vietnam. Setiap kasus yang diumumkan disertai riwayat perjalanannya, lokasi-lokasi singgah, dan jenis moda yang digunakan.
”Seperti di Australia, orang-orang yang dianggap berisiko karena berada di tempat dan waktu yang sama dengan kasus positif wajib melapor untuk kemudian diperiksa secara gratis. Jika dia tidak melapor, tetapi kemudian ditemukan berdasarkan tracing, bisa didenda,” tuturnya.
Masalah, di Indonesia hingga saat ini penambahan kasus yang diumumkan tidak pernah disertai riwayat perjalanan. ”Tidak harus nama orang yang positif yang diumumkan, cukup tempat dan waktunya. Kalau itu diumumkan, masyarakat bisa ikut aktif memeriksakan diri dan mempermudah tracing,” ujarnya.