Albert Gilon, Budidaya Rumput Laut Sejahterakan Masyarakat Pesisir NTT

KOMPAS/KORNELIS KEWA AMA

Albert Gilon

Budidaya rumput laut tidak mudah. Pembudidaya harus punya keterampilan dan pengetahuan khusus. Albert Gilon (60) memiliki keduanya dan tidak segan membaginya kepada orang lain. Sejauh ini, ratusan orang pengembang budidaya rumput laut di Nusa Tenggara Timur dan provinsi lain telah ia latih.

Sayang, pelatihan budidaya rumput laut (Eucheuma cottonii) terpaksa berhenti selama masa pandemi Covid-19 demi menghindari kerumunan. Namun, laki-laki yang disapa Gilon, itu, tetap rajin mengontak para ketua kelompok pembudidaya rumput laut yang terpencar di berbagai daerah.

“Saya tidak suka kalau apa yang telah saya latihkan itu gagal total karena pandemi ini. Meski ada serangan hama rumput laut seperti ice-ice, mereka harus tetap berusaha. Tidak mungkin semua rumput laut yang dibudidayakan gagal total. Pasti masih ada yang bisa dipanen,” kata Gilon saat ditemui di Desa Tablolong, Kecamatan Kupang Barat, Kabupaten Kupang, Rabu (9/9/8/2020).

Gilon mulai menjadi pembudidaya rumput laut sejak 2005 setelah mengikuti pelatihan yang digelar Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Kupang. Bupati Kupang periode 1999-2009, Ibrahim Agustinus Medah, memang punya kepedulian terhadap potensi rumput laut.

Tahun 2009, Gilon dikirim mengikuti pelatihan di Balai Pelatihan dan Penyuluhan Perikanan di Banyuwangi, Jawa Timur selama dua pekan. “Pulang dari Banyuwangi, saya membagikan pengetahuan itu kepada para nelayan di desa-desa pesisir Kabupaten Kupang seperti Tablolong, Babau, Semau, Pitay, Nembrala, dan seluruh wilayah Rote Timur, Kabupaten Rote Ndao,” tambahnya.

Baca juga:

Bantuan Bibit Rumput Laut Vital bagi Ribuan Keluarga Pesisir di NTT

Pada 2013, ketika Sabu Raijua menjadi kabupaten sendiri, Gilon diminta memberi pelatihan kepada pembudidaya rumput laut di desa Raedewa, Ledeana, dan desa Raenalulu.

Dibagi cuma-cuma

Bibit unggul rumput laut dari luar NTT didatangkan ke Kupang, kemudian dibagikan cuma-cuma kepada masyarakat. Hal itu dilakukan di bawah bimbingan kepala dinas kelautan dan perikanan saat itu.

Bibir rumput laut unggul di NTT diambil di Babau, Kabupaten Kupang dan di beberapa tempat di Lembata. Bibit tersebut dapat dipanen pada umur 25-35 hari. Untuk kualitas lebih tinggi, rumput laut dipanen di usia 45 hari.

Sejak menjadi pendamping budidaya rumput laut pada 2013, Gilon telah membagi pengetahuan itu kepada 530 pengembang rumput laut yang tergabung dalam 50-an kelompok tani di NTT. Hampir semua wilayah NTT didatangani Gilon, seperti Lembata, Alor, Flores Timur, Ende, dan Sikka. Sebagai provinsi kepulauan, NTT punya potensi menjanjikan di bidang rumput laut.

KOMPAS/KORNELIS KEWA AMA

Albert Gilon memperlihatkan rumput laut miliknya yang dijemur di Tablolong. Kupang.

Tidak hanya di NTT, Gilon juga menjadi pendamping pembudidaya rumput laut sampai di Kepulauan Anambas, Sulawesi Utara; Maluku; dan Sorong, Papua Barat. Jumlah mereka sekitar 300 orang.

Setelah pelatihan sekitar satu pekan, ia terus memantau peserta melalui telepon seluler milik para ketua kelompok tani di setiap provinsi. Setiap kesulitan yang dihadapi pembudidaya, ia carikan solusinya agar budidaya yang mereka lakukan berjalan lancar.

“Saya melatih bagaimana merangkai rumput laut, menandai benih unggul, jarak setiap tangkai bibit yang dirangkai pada tali, memilih bibit rumput laut ynag baik, bagaimana posisi tali harus dibentangkan, panjang tali, dan meletakkan pelampung sebagai penanda tali sehingga tidak dilalui perahu nelayan,” kata Gilon.

Baca juga:

Rumput Laut Tumpuan Ketahanan Ekonomi Masyarakat Pesisir Kupang

Pelatihan itu juga menyangkut perawatan dan pemeliharaan rumput laut seperti cara membersihkan rumput laut dari tumbuhan liar dan lumpur yang menempel, memeriksa tali gantungan, mencegah penyakit dan dan limbah minyak. Jika tejadi kerusakan, harus segera diperbaiki.

Hal yang perlu diwaspadai adalah teripang, larva bulu babi, dan ikan-ikan herbivora. Namun, hama-hama itu mudah ditangani. Yang sulit adalah menangani penyakit ice-ice yang menyerang dan menghancurkan ladang rumput laut di NTT sejak lima tahun terakhir ini.

“Belum satu pun pembudidaya menemukan cara mengatasi penyakit ini. Tetapi kami tetap membudidaya rumput laut bersama teman-teman. Tidak semua rumput laut yang dibudidayakan itu gagal,” katanya.

Ia selalu menyempatkan waktu memantau rumput laut hasil latihan yang diberikan. Kedatangannya itu biasanya saat rumput laut berusia 20-25 hari. Pada usia itu, Gilon yakin rumput laut sudah bisa tumbuh dengan baik sampai masa panen.

KOMPAS/KORNELIS KEWA AMA

Lens Lewue (54) salah satu pembudidaya rumput laut di desa Tablolong, Kupang, yang dibina Albert Gilon. Lens Lewue sedang mendorong rumput laut usai panen di pantai itu, Rabu (9/9/2020).

“Ketika saya hubungi, mereka katakan rumput laut sudah dipanen dan berhasil. Saat itu saya bangga. Hasil bimbingan saya tidak sia-sia karena telah membantu mereka sekaligus pemda. Pekerjaan saya sebagai operator budidaya rumput laut didukung pemerintah,” kata Gilon.

Rumput laut menjadi bahan untuk berbagai olahan makanan, kosmetik, farmasi, tekstil, dan obat-obatan. Rumput laut dari NTT telah diekspor ke sejumlah negara. Saat ini, harga rumput laut kering Rp 17.000 per kilogram (kg). Ini termasuk tinggi dibanding tiga tahun terakhir yang hanya Rp 7.000 – Rp 10.000 per kg.

Lewat budidaya rumput laut, masyarakat pesisir pantai bisa hidup membangun rumah permanen, menyekolahkan anak-anak, dan urusan lainnya. “Rumput laut mensejahterakan kami,” kata Gilon.

Baca juga :

Ekspor Perdana Langsung dari NTT ke Argentina

Albert Gilon

Tempat/Tgl Lahir                : Tablolong, Kupang, 11 Juli 1960

Pendidikan                           : SMEA Kupang

Istri                                        : Porsiana Korang

Anak-anak                            : Deny (32), Ernest (26), Ardiana (17), George (15)