Lindungi UMKM dengan Keamanan Siber dan Literasi Digital
›
Lindungi UMKM dengan Keamanan ...
Iklan
Lindungi UMKM dengan Keamanan Siber dan Literasi Digital
Perubahan perilaku konsumen dan pelaku usaha yang kini lebih banyak beralih ke platform digital harus didukung tidak hanya dengan penguatan sistem keamanan, tetapi juga literasi digital agar tak menjadi korban penipuan.
Oleh
SHARON PATRICIA
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Perubahan perilaku konsumen di masa pandemi Covid-19 yang beralih ke platform digital turut membuat para pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah konvensional bertransformasi. Untuk itu, tidak hanya keamanan siber yang dibutuhkan, literasi digital juga harus ditingkatkan dalam ekosistem digital.
Berdasarkan data Pandemi Covid-19 Menghasilkan Gaya Hidup Digital Baru yang dihimpun Center for Digital Society (CfDS) Universitas Gadjah Mada (UGM), gaya hidup baru yang terbesar adalah konsumen telah mencoba metode belanja digital (92 persen). Selain itu, konsumen yang menggunakan jasa pesan makanan secara digital juga meningkat dari 68 persen menjadi 85 persen di masa pandemi.
Data ini sejalan dengan data internal Gojek yang menunjukkan pada Maret hingga Agustus 2020 ada lebih dari 250.000 pedagang (merchant) menjadi mitra GoFood. Dari jumlah tersebut, hasil riset dari Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia menyebutkan, 94 persen pedagang yang baru bergabung ke GoFood merupakan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) berskala mikro dan 43 persen adalah bisnis pemula.
Chief Information Security Officer Gojek Group George Do menyampaikan, digitalisasi para pelaku UMKM dengan menjadi mitra GoFood dari yang sebelumnya berada di ranah konvensional membuat layanan Gojek berkembang pesat. Penyesuaian dengan perubahan perilaku baik oleh pengguna maupun mitra membuat keamanan sistem Gojek terus diperkuat.
Sistem keamanan diperkuat dengan melakukan berbagai pembaharuan inovasi teknologi di bawah payung Gojek Shield sesuai inisiatif #AmanBersamaGojek. Inovasi ini dilakukan secara menyeluruh di platform mitra driver dan mitra merchant agar dapat terus memberikan layanan yang terbaik.
”Tugas kami selalu menjaga keamanan digital untuk semua pengguna dan mitra dalam ekosistem Gojek agar bisa berusaha dengan lebih tenang tanpa perlu khawatir dari sisi keamanan digitalnya. Apalagi kini masyarakat semakin bergantung pada layanan digital untuk kebutuhan sehari-hari selama masa pandemi,” ujar George, Jumat (18/9/2020).
Paparan ini mengemuka dalam diskusi media bertajuk “#AmanBersamaGojek Semasa Pandemi Covid-19-Inovasi Keamanan bagi Platform Mitra Ekosistem”. Hadir pula sebagai narasumber, antara lain, Senior Vice President of Information Technology Governance, Risk, and Compliance GoPay Genesha Saputra; Vice President Public Affairs Gojek Siti Astrid Kusumawardhani; dan peneliti CfDS UGM, Tony Seno Hartono.
Inovasi terbaru di sisi platform mitra driver, kata George, yaitu verifikasi wajah untuk memastikan kesesuaian data dan informasi mengenai identitas mitra driver. Lapisan keamanan tambahan ini bisa melindungi mitra dari berbagai upaya pengambilalihan akun secara ilegal oleh pihak tak bertanggung jawab.
Fitur verifikasi wajah wajib digunakan oleh mitra driver yang ingin masuk (login) ke aplikasi untuk menjalankan order. Inovasi ini melengkapi inovasi lainnya, yaitu penyamaran nomor telepon (number masking), tombol darurat (emergency button), dan bagikan perjalanan (share trip).
Sementara inovasi keamanan untuk mitra merchant di platform GoBiz telah dilengkapi dengan fitur verifikasi PIN, OTP (kode rahasia one time password), dan fitur Kelola Pengguna GoBiz untuk melindungi data pribadi usaha mitra merchant. Calon mitra juga bisa menjadi mitra usaha Gojek dengan aman dan mudah tanpa perantara melalui inovasi terbaru, yaitu Fitur Daftar Mandiri GoBiz.
Rasa aman tersebut tecermin dari hasil riset terbaru yang dilakukan Gojek, mayoritas mitra driver (92 persen) menyatakan, akun mitra driver mereka kini lebih aman, salah satunya dengan adanya fitur verifikasi wajah. Begitu pun dengan mayoritas mitra merchant GoFood (93 persen) merasa aman dalam memanfaatkan GoBiz sebagai platform untuk berjualan dan pembayaran non-tunai.
”Gojek sudah berupaya dan berinvestasi ke sistem keamanan digital. Tetapi, semua enggak ada artinya kalau tidak dibarengi dengan edukasi dan pendidikan (digital) bagi pengguna dan mitra agar tetap terlindungi,” ujar George.
Edukasi
Genesha Saputra menambahkan, usaha Gojek tidak berhenti di teknologi saja. Platform karya anak bangsa ini terus melakukan edukasi komprehensif kepada mitra driver, mitra merchant dan masyarakat yang dirangkum dalam kata JAGA.
Baik pengguna maupun mitra Gojek, kata Genesha, sesuai dengan kata JAGA, didorong untuk Jangan mentransfer apa pun di luar aplikasi Gojek. Selain itu, Amankan data pribadi yang bersifat rahasia, antara lain tanggal lahir, nama ibu kandung, dan identitas kartu tanda penduduk; Gunakan PIN dalam bertransaksi; dan Adukan kepada pihak berwenang apabila mengalami penipuan.
”Edukasi ini penting mengingat literasi digital masyarakat Indonesia yang masih rendah dan berbanding terbalik dengan penggunaan aplikasi digital yang makin meningkat. Kami percaya keamanan adalah tanggung jawab kita bersama,” kata Genesha.
Siti Astrid Kusumawardhani menambahkan, literasi digital kepada pengguna maupun mitra Gojek dilakukan dengan berbagai kanal. Mulai dari komunitas, media sosial, aplikasi, surat elektronik (e-mail), hingga komunikasi lewat akun resmi Gojek.
”Semua ini kami lakukan agar mereka (para pengguna dan mitra) paham tentang apa itu keamanan digital. Mereka pun diharapkan mampu menerapkannya dengan mudah melalui fitur Shield yang kami sediakan,” ujarnya.
Tony Seno Hartono menyampaikan, edukasi tentang keamanan digital di Indonesia memang sangat diperlukan. Sebab, kejahatan digital yang berbasis manipulasi psikologis (social engineering) masih terjadi, bahkan di masa pandemi.
Terlebih, mayoritas pengguna teknologi di Indonesia masih berada pada tingkat dasar dan menengah. Artinya, masih banyak yang belum kompeten untuk aktif memperbarui diri dengan informasi keamanan digital dan penipuan.
”Tipe manipulasi psikologis ini tidak memanfaatkan kerentanan sistem namun memanfaatkan kelengahan dan kelemahan kompetensi digital si pengguna teknologi. Dengan semakin banyaknya pelaku usaha yang bermigrasi ke online, maka para pelaku manipulasi psikis ini pun mengincar merek,” tutur Tony.
Dengan begitu, penting bagi pengguna internet untuk menghindari kata sandi yang mudah ditebak dan jangan membagikan kata sandi kepada siapa pun. Selalu memperbarui diri dengan informasi mengenai penipuan dan keamanan digital.
Untuk setiap informasi baru, Tony mengajak untuk selalu cek informasi tersebut ke laman atau akun media sosial resmi yang umumnya ditandai dengan centang biru. ”Sangat penting untuk melakukan edukasi yang terus menerus dan konsisten supaya individu serta para pelaku usaha pengguna teknologi bisa memahami dan menghindari tipe penipuan seperti ini,” ucapnya.