Rara Sekar yang biasanya bernyanyi berkesempatan unjuk gigi membahas medsos dengan penayangan secara langsung lewat Instagram. Penyanyi itu membumbui perbincangan yang serius dengan canda tawa agar netizen lebih rileks.
Oleh
DWI BAYU RADIUS
·2 menit baca
Rara Sekar mengisi program virtual Bincang Kamis yang diadakan Goethe-Institut Indonesien, Kamis (10/9/2020), selama sekitar satu jam. Ia mengulas fenomena di media sosial bertema ”Terisolasi dalam Gelembung Sendiri” bersama peneliti media dan budaya Roy Thaniago.
”Perkenalkan, saya Rara, musisi dan peneliti. Pada malam ini kami membahas potensi dan tantangan medsos sebagai ruang publik,” katanya. Mereka, misalnya, membicarakan konsep ruang publik dari filsuf Jerman, Juergen Habermas, dan fenomena mengeliminasi pertemanan di medsos saat pemilu.
Rara juga mengutarakan masifnya peran pendengung (buzzer) demi memengaruhi opini publik. Istilah-istilah macam hegemoni, ad hominem, dan dialektika acap kali terdengar. ”Berat, ya, pembahasan kita,” kata Rara yang direspons Roy dengan tergelak.
Mereka sesekali mengendurkan saraf dengan senda gurau. Tak pelak, dialog itu lantas menjadi serius tapi santai. Suatu ketika saat Roy tengah berbicara, sekonyong-konyong terdengar gonggongan anjing. Ia hanya tersenyum seraya menjelaskan bahwa hewan itu ribut karena mengendus tukang bakso yang lewat.
Dialog tersebut diselingi dengan menjawab pertanyaan dari warganet. Pertanyaan mereka dinilai sulit, misalnya pentingnya bersikap tepat di medsos, fungsi platform media tersebut, dan pendapat tentang pejuang keadilan sosial atau social justice warrior alias SJW. Roy dan Rara pun menyampaikan pendapatnya secara bergantian.
Mereka mengemukakan pentingnya literasi serta kekuatan medsos yang sepatutnya dimanfaatkan sebagai ruang sosial untuk mendorong keadilan.