Anggota KPU RI Pramono Ubaid Tanthowi Juga Positif Covid-19
›
Anggota KPU RI Pramono Ubaid...
Iklan
Anggota KPU RI Pramono Ubaid Tanthowi Juga Positif Covid-19
Setelah kemarin Ketua KPU RI Arief Budiman mengumumkan bahwa ia positif Covid-19. Hari ini, anggota KPU RI Pramono Ubaid Tanthowi juga mengumumkan bahwa ia juga positif Covid-19. Keduanya menjalani isolasi mandiri.
Oleh
Edna C Pattisina/Antony Lee
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI Pramono Ubaid Tanthowi juga dinyatakan positif Covid-19. Ia menjalani tes usap atau swab, setelah sebelumnya Ketua KPU RI Arief Budiman mengumumkan bahwa ia positif Covid-19 berdasar hasil tes usap.
Pramono mengungkapkan hasil tes usapnya melalui keterangan tertulis kepada wartawan, pada Sabtu (19/9/2020) siang. “Saya ingin mengabarkan bahwa berdasarkan tes swab kemarin, yang hasilnya saya dapatkan tadi siang, saya dinyatakan positif terpapar covid-19. Saat ini kondisi saya baik-baik saja. Saya tidak merasa ada gejala apapun,” kata Pramono.
Sehari sebelumnya, Ketua KPU RI Arief Budiman juga secara tertulis menyampaikan bahwa ia positif Covid-19. Ia menjalani uji usap pada 17 September malam sebagai syarat untuk menghadiri rapat di Istana Bogor pada 18 September. Pada 18 September dini hari, ia mendapat hasil uji usap yang menunjukkan ia positif Covid-19. Dengan begitu ia urung menghadiri rapat di Istana Bogor.
Arief sebelum menjalani tes usap sempat berkegiatan di sejumlah daerah, seperti di Makassar, Sulawesi Selatan pada 15 September dan menghadiri simulasi Sistem Informasi Rekapitulasi (Sirekap) di Kota Depok, Jawa Barat pada 17 September.
“Dalam beberapa hari terakhir ini saya memang melakukan beberapa tugas bersama Ketua KPU, Pak Arief Budiman. Kami berdua menghadiri acara MoU antara KPU dengan Universitas Hasanuddin, Makassar, yang dilanjutkan dengan seminar pada 14-15 September,” kata Pramono Ubaid.
Menurut dia, ia bersama Arief dan beberapa anggota KPU RI yang lain juga menghadiri simulasi Sirekap di Depok. “Sejak kemarin pagi, saya telah melaksanakan isolasi mandiri di rumah dinas. Sementara keluarga saya tetap tinggal di rumah pribadi di Tangerang. Saya tetap menjalankan tugas persiapan penyelenggaraan Pilkada 2020 dengan bekerja dari rumah,” katanya.
Beberapa anggota KPU RI yang lain juga sudah menjalani tes usap. Hasyim Asy\'ari, Ilham Saputra, dan Viryan Azis sudah menyatakan menerima hasil tes usap, yakni negatif Covid-19.
Pilkada di tengah pandemi
Aturan penyelenggaraan pilkada di tengah pandemi Covid 19 dinilai tidak meyakinkan. Kondisi sosiologis masyarakat Indonesia dengan perilaku yang abai berhadapan dengan aturan yang tidak siap menghadapi pandemi. Hal ini disampaikan Nur Hidayat Sardini, Ketua Bawaslu RI 2008-2011, Sabtu (19/9) dalam diskusi bertema “Kampanye Pilkada di tengah Virus Corona” yang diadakan Populi Center dan Smart FM dalam Perspektif Indonesia.
Nur Hidayat mengomentari penjelasan anggota KPU RI Viryan Azis dan Ratna Dewi Pettalolo sebagai anggota Bawaslu RI yang mengatakan, aturan tengah disusun agar pelaksanaan kampanye dan pemungutan suara dalam pilkada mematuhi protokol Covid 19.
Viryan mengakui, selama pendaftaran bakal calon peserta Pilkada pada 4-6 September yang lalu, ada 315 bakal calon yang menghadirkan kerumunan saat pendaftaran. Masalahnya, kewenangan yang dimiliki KPU terbatas pada saat pendaftaran. Menurut Viryan, saat pendaftaran di dalam kantor KPU, semua berjalan tertib. Masalahnya, tidak ada yang mengatur kerumanan massa di luar yang diperkirakan akan menimbulkan masalah terkait pandemi.
“Sebaiknya pemerintah terbitkan perppu (peraturan pemerintah pengganti undang-undang) karena dalam UU Pilkada hal-hal yang terkait pandemi belum diatur. Tidak ada larangan atau sanksi bagi kandidat yang menimbulkan kerumunan massa,” kata Viryan.
Viryan mengatakan, KPU sudah berusaha beradaptasi dengan regulasi teknis tapi terbatas dengan UU yang ada. Karena itu, solusinya adalah anjuran untuk bakal calon agar mau berkampanye dengan cara baru. Ratna Dewi yang juga menyoroti kekosongan aturan ini menyodorkan solusi lain.
Dia melihat bahwa ada undang-undang lain yang bisa digunakan dengan aktor berbeda yaitu undang-undang karantina dan pidana umum. “Harus ada sanksi yang tegas, penegakan hukum bisa berdasarkan pidana atau undang-undang karantina,” katanya.
Namun, hal ini dinilai akademisi kurang kuat. Adi Suryadi Culla, pengajar Pengajar FISIP Universitas Hasanuddin, Makassar mengatakan, regulasi tidak siap ketika pilkada berhadapan dengan pandemi. Selain struktur sangat lemah, regulasi yang mengedepankan protokol penanganan Covid19 tidak jelas. Hal ini sangat berpotensi memimbulkan ancaman kluster baru Covid-19.
“Kalaupun ada perppu, itu menyelesaikan hanya secara mendasar. Nanti kampanye akan dua bulan lebih. Ada banyak kemungkinan di lapangan yang tidak bisa dikontrol,” kata Adi. Ia kemudian menambahkan; “Perlu jalan keluar darurat. Ini terkait perilaku."
Menurut dia, perilaku yang abai ini tidak hanya di tataran publik tapi juga di level elite. Senada dengan Nur Hidayat, dia juga mengajukan penundaan pilkada.
Nur Hidayat, mengatakan saat ini sebenarnya sudah terlambat untuk berbicara persiapan. Apalagi bukti sudah menunjukkan adanya 315 bakal calon yang abai terhadap protokol kesehatan Covid-19. Ini berarti ada masalah internal di kalangan elit sendiri selain publik juga masih abai.
“Sama sekali tidak ada kaminan kalau tidak akan ada kluster baru apalagi sekarang hanya berbentuk himbauan,” katanya.
Muryanto Amin, Dekan FISIP Universitas Sumatera Utara, berpandangan yang berbeda. Menurut dia, dalam kondisi normal saja pemerintah kesulitan menertibkan masyarakat. Akan tetapi menurutnya masih ada peluang kalau KPU bisa menerbitkan peraturan yang rinci tentang pelaksanaan teknis. Dalam penegakan aturan nantinya perlu ada kerja sama antara KPU dan Satgas Covid 19 untuk penegakan aturan dan sanksinya. “Waktu tinggal 80 hari lagi,” katanya.
Viryan mengatakan, aturan pilkada belum final karena aturan yang ada sekarang seperti adanya konser itu masih merujuk aturan yang lama. Yang menjadi dasar pemikiran adalah tahapan pilkada kalau bisa dilakukan secara daring. Demikian juga konser musik bisa dilakukan dalam bentuk siaran.
Akan tetapi ia mengakui hal ini tidak sederhana juga karena tidak semua orang bisa memiilki akses internet. “Pada prinsipnya kita kasih ruang yang luas untuk peserta meyakinkan pemilih, tetpai semua kegiatan yang berpotensi melarang protokol Covid-19 ya tidak bisa,” katanya.