Mata pelajaran sejarah merupakan komponen utama pembentukan karakter. Karena itu, sejarah harus ditempatkan sebagai kelompok mata pelajaran dasar yang wajib diajarkan kepada siswa di semua kelas dan semua jenjang.
Oleh
Yovita Arika
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Asosiasi Guru Sejarah Indonesia mengapresiasi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yang menjamin pelajaran sejarah tetap akan ada dalam struktur kurikulum. Namun, lebih dari itu, posisi mata pelajaran sejarah di jenjang sekolah menengah atas harus dikembalikan ke dalam kelompok mata pelajaran dasar yang wajib diajarkan di semua kelas dan semua jenjang.
Mata pelajaran sejarah merupakan komponen utama pembentukan karakter. Di jenjang sekolah menengah atas, mulai dari sekolah menengah atas (SMA), sekolah menengah kejuruan (SMK), madrasah aliyah (MA), hingga madrasah aliyah kejuruan (MAK), pelajaran sejarah merupakan kesempatan siswa untuk mengenal bangsanya lebih jauh.
Presiden Asosiasi Guru Sejarah Indonesia (AGSI) Sumardiansyah Perdana Kusuma mengatakan, apa yang diperjuangkan AGSI terkait rencana penyederhanaan kurikulum yang akan mengubah posisi mata pelajaran sejarah di SMA/MA dan menghilangkan mata pelajaran sejarah di SMK/MAK.
”Kami menyadari sejak awal bahwa dokumen yang beredar masih berupa draf Penyederhanaan Kurikulum dan Asesmen Nasional. Karena itu, kami pun melakukan respons secara preventif, memberikan pandangan-pandangan kritis-konstruktif agar keberadaan dokumen tersebut bisa ditinjau kembali, dan jangan sampai menjadi sebuah kebijakan final,” katanya, Sabtu (19/9/2020), di Jakarta.
Dalam draf Penyederhanaan Kurikulum dan Asesmen Nasional tanggal 25 Agustus 2020 yang beredar belakangan, posisi mata pelajaran sejarah dalam struktur kurikulum SMA/MA bergeser menjadi kelompok pilihan. Mata pelajaran sejarah memang tetap ada di jenjang ini, tetapi direduksi keberadaannya.
”Dalam bahasa singkat, ’siswa silakan saja memilih boleh ataupun tidak belajar sejarah sama sekali’. Ini kebijakan yang keliru. Sebab, bagi kami, belajar sejarah adalah sebuah keharusan, bukan pilihan,” kata Sumardiansyah.
Adapun di SMK/MAK, dalam draf tersebut, mata pelajaran sejarah dihapus dalam struktur kurikulum. Mata pelajaran sejarah di jenjang ini telah menjadi problematika sejak lama, yaitu sejak jumlah jam mata pelajaran Sejarah Indonesia dikurangi dari semula dua jam di semua kelas (X, XI, XII) menjadi hanya dua jam di kelas X saja.
Pengurangan jam mata pelajaran Sejarah Indonesia di SMK hanya berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Nomor 07/D.D5/KK/2018 tentang Struktur Kurikulum SMK/MAK. Peraturan ini tidak sesuai dengan aturan di atasnya, yaitu Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 60 Tahun 2014 tentang Kurikulum 2013 SMK/MAK dan Permendikbud No 37/2018 tentang Perubahan atas Permendikbud No 24/2016 tentang Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar pada Kurikulum 2013 Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah.
”Karena itu, harapan dan tuntutan kami adalah kembalikan posisi mata pelajaran sejarah dalam kelompok dasar, istilah dalam struktur penyederhanaan kurikulum, sebagai mata pelajaran wajib yang diajarkan untuk semua anak bangsa, di semua kelas di SMA, MA, SMK, dan MAK,” kata Sumardiansyah.
Menjamin
Dalam rilis Biro Kerja Sama dan Hubungan Masyarakat Sekretariat Jenderal Kemendikbud yang diterima Kompas pada Jumat (18/9/2020) malam, Kemendikbud menjamin pelajaran sejarah akan tetap ada dalam kurikulum. Pembahasan rencana penyederhanaan kurikulum masih berkembang karena masih dalam tahap awal, yaitu kajian akademis.
Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan dan Perbukuan Kemendikbud Totok Suprayitno mengatakan, kabar pelajaran sejarah akan keluar dari kurikulum tidak benar. Pelajaran sejarah tetap akan diajarkan dan diterapkan di setiap generasi.
”Kemendikbud mengutamakan sejarah sebagai bagian penting dari keragaman dan kemajemukan serta perjalanan hidup bangsa Indonesia, pada saat ini dan yang akan datang,” kata Totok.
Dia mengatakan, sejarah merupakan komponen penting bagi Indonesia sebagai bangsa yang besar sehingga menjadi bagian kurikulum pendidikan. Nilai-nilai yang dipelajari dalam sejarah merupakan salah satu kunci pengembangan karakter bangsa.
Terkait rencana penyederhanaan kurikulum, Kemendikbud terus mengkaji rencana ini guna meningkatkan kualitas pendidikan nasional. Kajian yang terus dilakukan ini memperhatikan berbagai hasil evaluasi implementasi kurikulum, baik yang dilakukan pemerintah maupun masyarakat, serta perubahan paradigma keragaman, bukan keseragaman, dalam implementasi kurikulum.
Penggodokan penyederhanaan kurikulum dilakukan dengan prinsip kehati-hatian serta akan melibatkan semua pemangku kepentingan pendidikan. ”Dalam proses perencanaan dan diskusi ini, tentunya Kemendikbud sangat mengharapkan dan mengapresiasi masukan dari semua pemangku kepentingan pendidikan, termasuk organisasi, pakar, dan pengamat pendidikan, yang merupakan bagian penting dalam pengambilan kebijakan pendidikan,” ujarnya.