Kerja sama ASEAN dalam bidang pendidikan dan kesehatan cukup lancar. Dalam bidang pelayanan kedokteran, salah satu yang menonjol adalah dalam bidang kerja sama penanggulangan AIDS.
Oleh
Dr Samsuridjal Djauzi
·5 menit baca
Sebagai salah satu anggota ASEAN, Indonesia tentu bekerja sama dengan anggota ASEAN lainnya dalam berbagai bidang. Dalam situasi pandemi Covid-19, sebagai orang nonkesehatan saya ingin mengetahui apakah ada kerja sama untuk menanggulangi pandemi Covid-19 ini. Saya membaca Vietnam dan Thailand berhasil mengendalikan peningkatan kasus baru di negara mereka. Malaysia juga mulai tenang. Namun, di Indonesia dan Filipina, kasus baru masih terus meningkat.
Apa yang dapat kita pelajari dari keberhasilan Vietnam dan Thailand dalam menanggulangi Covid-19? Apakah karena faktor penduduk mereka yang lebih sedikit atau disiplin masyarakat yang lebih tinggi? Kedua negara tersebut tentu juga mengalami perlambatan pertumbuhan seperti kita sehingga ingin cepat memulihkan ekonomi mereka.
Thailand sudah mulai membuka hubungan dari luar. Untuk tinggal lama di Thailand, pendatang harus menjalani karantina dan tes Covid-19. Sekarang sudah mulai banyak orang asing berdatangan meski Pemerintah Thailand masih membatasi negara yang diizinkan masuk. Pertumbuhan ekonomi Vietnam belakang ini juga cepat sehingga komunikasi dengan dunia luar juga tentu cukup sibuk. Namun, tampaknya Vietnam berhasil mengendalikan peningkatan kasus baru.
Apakah ada kerja sama ASEAN dalam bidang pengembangan vaksin Covid-19, karena menurut berita, Pemerintah Indonesia bekerja sama dengan China dan juga dengan beberapa negara lain, seperti Korea atau Abu Dhabi? Apakah Biofarma sebagai industri vaksin yang besar di ASEAN mengadakan kerja sama dengan anggota ASEAN lain? Oleh karena jika ada produk vaksin ASEAN, pasarnya akan cukup besar.
Saya juga mohon penjelasan Dokter bagaimana keadaan layanan kesehatan kita dibandingkan dengan Thailand dan Vietnam?
Terima kasih atas jawaban Dokter.
M di J
Kerja sama ASEAN dalam bidang pendidikan dan kesehatan cukup lancar. Dalam bidang pendidikan ada lembaga SEAMEO yang mengoordinasi kerja sama pendidikan antarnegara ASEAN. Prof Sangkot Marzuki, pakar biomolekuler yang terkenal, mantan Kepala Lembaga Biomolekuler Eijkman, pernah mendapat pendidikan magister di Bangkok, Thailand. Setelah tamat FKUI, beliau mendapat beasiswa di Thailand untuk pendidikan magister serta melanjutkan pendidikan doktornya di Australia.
Di setiap negara ASEAN didirikan pusat pendidikan untuk bidang tertentu, di Jakarta untuk pendidikan gizi tingkat master dan doktor, di Vietnam pendidikan mikrobiologi, di Malaysia parasitologi, dan di Singapura ”kedokteran kerja”. Saya sendiri pernah mendapat pelatihan di Mahidol (Thailand) untuk penyakit tropis. Cukup banyak dokter dan staf pengajar universitas yang memperoleh pendidikan pascasarjana di negara tetangga kita di ASEAN.
Dalam bidang pelayanan kedokteran, salah satu yang menonjol adalah dalam bidang kerja sama penanggulangan AIDS. Thailand merupakan negara yang terlebih dahulu melaporkan AIDS dan sekaligus menjadi pelopor dalam kerja sama penanggulangan AIDS di ASEAN. Indonesia juga cukup aktif bersama Vietnam, Kamboja, Malaysia, dan lain-lain.
Layanan AIDS kita banyak merujuk ke layanan AIDS WHO dan juga ASEAN. Layanan AIDS di ASEAN pada umumnya menerapkan pendekatan negara dengan sumber daya terbatas. Untuk itu ada pedoman nasional, obat disubsidi pemerintah, serta pencatatan dan pelaporan merupakan bagian penting dari penanggulangan AIDS. Sekarang situasi penanggulangan AIDS di ASEAN cukup baik terutama di Thailand dan Kamboja.
Kita sendiri juga bersyukur secara bertahap telah mengalami kemajuan yang berarti. Sekarang ini orang dengan HIV/AIDS cepat diobati dengan obat antiretoviral, dijaga kepatuhan minum obatnya, sehingga jumlah virus di tubuh mereka dapat ditekan serendah mungkin. Dengan demikian, Odha tidak perlu menjadi sumber penularan lagi.
Anda benar, Biofarma merupakan industri vaksin yang terbesar di ASEAN. Semua vaksin yang digunakan pada Program Imunisasi Nasional adalah buatan Biofarma. Bahkan, beberapa vaksin Biofarma, seperti BCG, polio, diekspor ke lebih seratus negara. Jadi, tak berlebihan jika ada harapan masyarakat agar Biofarma mampu membuat vaksin Covid-19. Namun, dalam penanggulangan Covid-19 diperlukan waktu untuk menemukan dan memproduksi vaksin dengan cepat.
China melaporkan Covid-19 pada Desember 2019 sehingga bisa cepat meneliti virus ini dan menyiapkan bakal vaksinnya. Laporan pertama Covid-19 di Indonesia pada tanggal 2 Maret 2020. Pengembangan vaksin memerlukan waktu sekitar 10 tahun, tetapi untuk Covid-19 ini keberadaan vaksin diperlukan secepatnya. Oleh karena itu, banyak negara yang sudah melakukan penelitian dan siap untuk produksi.
Pemerintah sendiri mempunyai keinginan kuat untuk memproduksi vaksin Covid-19 karena jumlah penduduk kita yang besar. Menurut perhitungan, jika kita mulai dengan riset laboratorium, percobaan binatang, dan kemudian uji klinik pada manusia, vaksin buatan Indonesia diperkirakan akan dapat diproduksi tahun 2022.
Oleh karena itulah, untuk jangka pendek pemerintah memanfaatkan kapasitas produksi Biofarma dan bekerja sama dengan negara lain yang sudah sampai pada penemuan vaksin uji klinik tahap 2. Pilihan akhirnya jatuh ke kerja sama dengan Sinovac meskipun juga ada kerja sama-kerja sama lain dengan Korea, Inggris, dan Abu Dhabi.
Jadi, kerja sama vaksin ini untuk memenuhi kebutuhan mendesak. Untuk jangka menengah dan jangka panjang, kita berharap Indonesia sudah mampu memproduksi sendiri vaksin yang mulai diperkenalkan dengan nama vaksin Merah Putih.
Di ASEAN, umumnya pelayanan kedokteran hampir sama, yaitu mengutamakan layanan kesehatan primer. Layanan ini menjadi penyaring agar kesehatan masyarakat dapat terpelihara.
Penduduk yang sakit sebagian besar (70 persen) dapat memperoleh layanan di layanan kesehatan primer, sisanya barulah layanan kesehatan sekunder dan tersier. Namun, layanan kesehatan primer pernah menjadi lemah karena terlalu berorientasi pada terapi dan kurang kegiatan dalam bidang pencegahan.
Anggaran kesehatan kita juga banyak terserap untuk rumah sakit, padahal kita semua tahu pencegahan itu lebih baik dan jauh lebih murah daripada pengobatan. Sekarang para pakar kesehatan mulai melakukan advokasi agar pelayanan kesehatan primer kita diperkuat. Sarana air minum dan sanitasi harus baik. Pencegahan kebiasaan tak sehat, seperti merokok dan minum alkohol, harus diminimalkan. Olahraga harus teratur serta gizi harus sehat.
Perilaku sehat dan bersih menjadi suatu semboyan kita yang diharapkan dapat menjadi gerakan masyarakat. Namun, di lapangan kebiasaan hidup sehat belum sepenuhnya diamalkan dengan baik. Dalam bidang pencegahan Covid-19 masih banyak anggota masyarakat yang lalai memakai masker, cuci tangan, dan menjaga jarak. Ditambah dengan banyaknya kesempatan untuk berkerumun di tempat umum dan transportasi umum, maka kita menyaksikan dengan rasa prihatin kasus Covid-19 terus meningkat tajam.
Menurut pendapat saya, keberhasilan tetangga kita di ASEAN dalam menanggulangi Covid-19 karena mengutamakan upaya kesehatan masyarakat dan masyarakatnya sudah terbiasa melaksanakan gaya hidup sehat.